Mohon tunggu...
Yassir Barlianta Siregar
Yassir Barlianta Siregar Mohon Tunggu... Freelancer - beyond words

Saat Ini Sedang Bertugas Sebagai Manusia di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelisik Kemanusiaan Kita

12 Agustus 2018   23:16 Diperbarui: 12 Agustus 2018   23:40 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari lalu dunia dikejutkan dengan serangan bertubi dalam waktu satu malam. Di kota yang mahsyur karna kisah romansa nya. Menghanyutkan hati setiap hati abg labil, untuk setidaknya mencatatkan paris sebagai salah satu destinasi impian.

Menarik dari aksi serangan bom serta penembakan yang terjadi adalah tentang tanggapan netizen yang beragam. Nampaknya tren pro-kontra masih mendominasi ruang sosial kita. Baik dunia maya maupun nyata.

Selang beberapa waktu pasca kejadian, saat kelas menengah masih bersihin belek dan ngecek notifikasi medsosnya. Semua terkejut, kisah nan romantis tentang paris sungguh sangat menyakitkan harus tergores oleh aksi terorisme. Kelompok teroris isis sudah memberikan statement bahwa kelompok mereka bertanggung jawab atas aksi tersebut. 

Badai tanggapan pun seketika meluluh lantahkan jagat media sosial. Ada yang mulai membandingkan aksi teroris di paris dengan aksi teror tentara israel di palestina atau aksi teror militan hamas terhadap warga israel. Ada juga kelompok humanis metropolitan yang jijik melihat kaum marjinal tapi sukarela mengubah profile picturenya dengan tempelan bendera nasional perancis. Hestek yang dilahirkan netizen agak sedikit menguncang nurani saya. Ada yang mengatakan bahwa terorisme tidak beragama.

Lalu seketika para fanboy jihadis dan kelompok liberal lebay berhamburan memuntahkan wacana. Sebetulnya dalam menyikapi ini semua, saya jadi bertanya apakah kemanusiaan itu juga perlu beragama atau tidak? Tapi kenapa kita masih terikat oleh batasan sektarian, geografis dan kelas untuk bicara kemanusiaan.

Menarik sejarah panjang kemanusiaan, paris pun sebetulnya kota yang dibangun dengan pertumpahan darah karena perang. Kita tidak perlu membubuhi diri dengan berbagai label untuk menyatakan sikap kemanusiaan. Atau perlu disadari bahwa kita masih gagap berinteraksi antar manusia? atau berbagai rutinitas duniawi ini telah mencengkram kita. Sehingga menganggap bahwa sikap kemanusiaan hanya ada saat bencana datang. Atau kita kurang mengasah kemampuan sosio-emosi kita dalam menyikapi fenomena sekitar?

Kita mengutuk serangan paris tapi acuh terhadap jurang kesenjangan yang semakin terjal di negeri ini. Atau sentimen kita terhadap kaum minoritas yang terpendam dalam.

Memang tak pantas rasanya membandingkan satu tragedi dengan tragedi lainnya. Siapapun korbannya, dimanapun lokasi terjadinya, kapanpun terjadinya. Jumlah korban jiwa tetaplah korban manusia, bukan sekedar deretan angka. Ada rantai kemanusiaan yang diputus paksa disetiap aksi serangan terorisme.

Tapi ada yang  lebih mengerikan dari aksi terorisme, yaitu ketika kita hanya menganggap kemanusiaan sebagai remeh temeh kehidupan. Kita yang masih malu-malu mengakui bahwa diri kita tak mampu menerima perbedaan. Diri kita yang diam-diam mencemooh keberagaman. Kita yang sembunyi-sembunyi mencibir kaum minoritas. Atau sebetulnya kita lah penjahat kemanusiaan itu? yang menyelipkan dalam tiap tragedi serangan teror, bukan hanya paris , dengan isu sentimen keagamaan, teori konspirasi dan segelintir bahasan kebencian. Mungkin kita sudah benar-benar lupa hakekat kemanusiaan sehingga perlu menelisik kembali, agar kita berhenti melakukan kekerasan sejak dalam pikiran.

Tulisan ini sungguh tidak ingin mengoreksi siapapun kecuali diri saya. Sebagai intelektual borjuis yang masih berkutat dengan caption apa yang tepat untuk postingan hidangan makan siangnya. Saya tentu perlu aktif dalam menyuarakan isu-isu terkini. Bukan untuk cari sensasi, tapi ini luapan muak saya terhadap berbagai muntahan opini vulgar yang membuat semaput.

" Libert, galit, fraternit, ou la mort ! "

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun