Mohon tunggu...
yassin krisnanegara
yassin krisnanegara Mohon Tunggu... Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Dalam proses belajar untuk berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjaga Waras Saat Pesawat Delay

16 Juli 2025   06:16 Diperbarui: 16 Juli 2025   06:16 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Harapan saya tinggi seperti langit yang akan saya tuju. Sebuah penerbangan dengan maskapai yang katanya terbaik di dunia. Tapi hidup, seperti halnya pesawat, sering tertunda. Bukan karena takdir tak ingin kita tiba, hanya saja kadang awan terlalu pekat dan landasan belum siap. Saya pun duduk di bangku yang bukan milik saya sepenuhnya, berbagi ruang dengan kecemasan dan rasa jenuh. Ini bukan film drama, bukan pula kisah konspirasi. Ini hanya realita kecil dari dunia besar bernama perjalanan udara.

Semuanya bermula dari kabar yang datang tanpa aba-aba. Delay. Kata sederhana yang menyimpan letupan emosi tersembunyi. Jadwal berubah, rencana berantakan, dan suasana hati ikut menguap seperti kabut di atas aspal panas bandara. Bahkan setelah terbang, saat seharusnya bersiap mendarat, kenyataan malah menahan kami di udara. Berputar-putar, seperti pikiran yang tak kunjung tenang. Alasannya? Perlintasan pesawat militer. Negara lebih penting, tentu. Tapi penumpang juga manusia.

Namun, dari pengalaman ini saya belajar bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan. Terkadang yang bisa kita lakukan hanyalah menjaga diri agar tetap utuh. Bukan hanya secara fisik, tapi juga mental. Sebab delay bukan hanya urusan waktu, tapi juga urusan emosi. Dan untuk itu, ada beberapa hal yang saya pelajari. Bukan tips ajaib, bukan pula rumus matematika. Tapi cukup ampuh untuk menjaga waras saat semuanya terasa tidak pasti.

Pertama, belajar menerima

Tidak ada gunanya mengutuk cuaca, teknisi, atau takdir. Delay itu bukan sabotase pribadi. Ini realitas perjalanan udara. Melawan hanya menambah tensi. Saya berusaha mengalihkan perasaan dengan kalimat sederhana, "Ya udah. Mungkin ada alasan lebih besar." Kadang, kita cuma perlu berhenti menolak. Bernapas pelan. Duduk lebih nyaman. Lihat sekeliling. Siapa tahu ada sesuatu yang lucu.

Saya mulai menarik napas. Dalam. Lalu menghembuskan perlahan. Berkali-kali. Kalimat-kalimat seperti "semuanya akan baik-baik saja" atau "sabar sedikit lagi" menjadi mantra yang saya ulang dalam hati. Bukan untuk mengusir realita, tapi untuk berdamai dengannya. Kadang satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan tidak melawan. Tapi melonggarkan genggaman.

Kedua, cari tahu seperlunya

Saya berdiri, mencari petugas maskapai. Menanyakan apa yang terjadi. Jawabannya normatif, tentu saja. Masalah operasional. Saya tidak puas, tapi saya tidak marah. Setidaknya saya tahu. Tapi setelah itu saya duduk lagi. Tidak mengecek aplikasi setiap lima menit. Tidak bertanya ke petugas setiap sepuluh menit. Karena ada batas antara peduli dan panik. Dan saya memilih yang pertama. Saya atur alarm di ponsel, dua jam ke depan. Jika tidak ada kabar, saya baru akan bertanya lagi. Selebihnya, saya serahkan pada waktu.

Ketiga, tubuh butuh bergerak

Duduk lama membuat otot saya kaku. Kepala mulai pening. Saya pun berjalan. Tidak jauh. Hanya menyusuri koridor terminal. Memandangi toko-toko yang berjajar terang seperti tak mengenal kata tutup. Inilah bandara tempat dimana waktu tidak pernah tidur dan lampu tak pernah padam. Toko-toko selalu buka, selalu menggoda. Tapi yang perlu dijaga bukan jadwal buka mereka, melainkan kemampuan dompet kita bertahan dalam godaan. Kadang hanya melihat-lihat, tapi mata bisa gatal dan kartu bisa tergelincir.

Saya memilih tidak berhenti. Berjalan terus. Melihat orang-orang yang juga menunggu. Ada yang tidur di kursi, ada yang makan, ada yang memejamkan mata sambil bersandar pada koper. Gerakan kecil ini ternyata cukup untuk membuat pikiran saya sedikit lebih ringan. Seperti membuka jendela di ruangan yang pengap. Saya juga melakukan peregangan. Putar bahu. Angkat tumit. Tekuk leher. Gerakan sederhana, tapi menyegarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun