"Orang yang sabar itu pahalanya besar."Â
Nasihat ibu yang selalu diulang, terutama saat kami, tiga bersaudara yang sok kuat, mulai merengek kelaparan di siang hari.
---
"Kak, bangun! Sahur! Sahur!"
"Lho, udah jam berapa?"
"Jam 2!"
Aku mengucek mata. Di sebelahku, dua adikku masih tergeletak seperti ikan asin yang belum digoreng. Tapi sebagai anak sulung yang merasa paling bertanggung jawab, aku ikut bangun dan menyeret mereka satu per satu.
"Ayo bangun! Nanti keburu imsak!"
Kami ini anak-anak yang penuh semangat beribadah---atau lebih tepatnya, semangat makan. Tidak boleh telat sahur. Tidak boleh kesiangan. Tidak boleh kehilangan kesempatan makan gratis sebelum puasa seharian. Jadi, dengan penuh keyakinan, alarm kami pasang di jam 2 pagi. Demi apa? Demi makan lebih awal, tentu saja.
Tapi kami lupa satu hal.
Kami bukan pemilik dapur.