Pukul tiga sore, Raka menerima surat pemutusan kerja. Bosnya tidak repot-repot menjelaskan panjang lebar.
"Perusahaan sedang efisiensi," katanya, menyerahkan amplop putih. "Kami harap kamu mengerti."
Raka menatap surat itu. "Jadi, saya diberhentikan hari ini?"
"Ya."
Begitu saja. Tidak ada basa-basi. Tidak ada ucapan terima kasih atas kerja kerasnya selama tiga tahun terakhir. Ia mengangguk, lalu keluar dari ruangan tanpa kata.
Di luar gedung, ia menarik napas panjang. Jakarta panas dan penuh kebisingan. Orang-orang berjalan cepat, sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak ada yang peduli bahwa satu orang baru saja kehilangan pekerjaan.
Di halte bus, seorang lelaki tua membaca koran, sementara seorang anak kecil meniup seruling plastik dengan lagu yang tak jelas nadanya.
Dunia terus berjalan seperti biasa.
Di rumah kontrakan, Raka melempar amplop pesangon ke atas meja.
"Cukup buat makan tiga bulan," gumamnya. "Kalau cuma makan nasi dan garam."
Ia mengambil ponsel dan membuka aplikasi lowongan kerja.