Perempuan juru masak itu datang dan melakukan aktivitasnya seperti biasa di dapur. Terbersit dalam pikirannya kalau Misel sedang mengintipnya dari balik jendela. Perempuan itu pun diam-diam menceknya. Dan ternyata benar. Misel sedang asyik dalam kesendiriannya. Melihat hal itu, muncul perasaan kasihan dalam dirinya:
"Misel, Misel. Engkau masih belum mengerti juga perkataanku kemarin. Engkau masih terjebak dalam perilaku yang sama. Aku kasihan padamu. Tapi aku tak berdaya. Aku tak mungkin melakukan hal seperti yang kau inginkan dan hal itu memang tidak sepatutnya aku lakukan."
Melihat tubuh Misel yang tampan, gaga perkasa, muncul keinginan perempuan itu untuk memuaskan hasrat seksual Misel. Namun hal itu urung ia lakukan. Ia tetap berpegang teguh pada pendiriannya bahwa Misel adalah pribadi yang dipersiapkan secara khusus untuk menjadi hamba Ilahi.
Dan, entah roh apa yang mendorong perempuan juru masak itu. Tiba-tiba mengambil sepotong balok. Perlahan-lahan ia berjalan mendekati Misel. Kali ini, ia tidak menyergapnya dengan suara lembutnya tetapi dengan sebatang balok yang ia tabuhkan dengan sekuat tenaga ke punggung Misel.
"Braaakkk! Mampus kau lelaki bermata mesum. Aku ingin menghentikan perilaku anehmu dengan balok yang digunakan sebagai alas untuk mencincang  daging babi kesukaan kalian semua di rumah karantina ini."
Misel jatuh tersungkur. Pada saat yang sama bunyi lonceng di menara Kapela berdentang:
"Teng...teng...teng..."
 Semua penghuni rumah karantina bergegas bangun dari tempat tidurnya masing-masing. Perempuan juru masak itu kembali melakukan aktivitasnya seakan tak terjadi apa-apa. Misel masih terkapar tak sadarkan diri. Dari dapur terdengar teriakan:
"Toloooonng, tolooooonng, tolooonng..."
Teman-teman Misel bergegas menuju dapur, mencari tahu apa yang sedang terjadi. Mereka melihat Misel sedang tak sadarkan diri. Teman-temannya beramai-ramai mengangkat Misel dan membawanya ke klinik terdekat. Selanjutnya, mereka membiarkan perawat menanganinya.
Setelah memukul Misel, perempuan juru masak itu menjadi tegar, bersemangat dan penuh kemenangan. Ia merasa bahwa ia sudah berhasil mengalahkan kesombongan laki-laki.