Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jiwa Tersangkar

18 Desember 2017   11:56 Diperbarui: 18 Desember 2017   12:21 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kini, aku hidup dalam kerinduan mencekam. Inginnya aku berteriak memanggilmu dengan kepasrahan seorang anak  walau cuma dalam keheningan doa dengan kata yang rapuh"

Kata-kata yang ditulis merupakan hasil permenungan pribadi yang mendorongnya untuk kembali. Misel sungguh-sungguh merasa tergerak hatinya untuk kembali ke rumah, menjumpai ibunya. Kisah dalam Alkitab tentang Anak yang Hilang yang ingin pulang, terasa nyata dalam hidupnya.

Jantungnya berdegup kencang tatkalah hendak masuk area perkampungan. Ia melihat barisan orang-orang berbondong-bondong menuju rumahnya. Tak ada senda gurau di antara mereka. Perlahan ia berjalan mendekati rumah. Banyak orang  duduk berkumpul mengelilingi sosok yang terbaring kaku diselubungi sehelai kain tenunan.

Misel mendekati sosok itu. Tak ada kata terucap dari bibirnya atau pun sekedar bertanya dalam batinnya. Dibukanya selubung penutup sosok itu. Tampak olehnya wajah seorang ibu yang tak asing di matanya.

Misel menatapnya begitu dalam. Terbersit guratan kekecewaan terpancar dari wajah sang bunda. Kecut dengan amarah yang tak dapat terlampiaskan. Ia memeluk sosok nan kaku itu. Hati dan jiwanya bergetar. Matanya kunang-kunang. Dadanya teramat nyeri. Jantungnya berhenti berdenyut. Tak ada lagi nafas yang tersisa di sekujur tubuhnya.

Misel pun ikut terpaku dalam diam, membisu, kaku dan membeku bersama sosok ibunya dengan jiwa tersangkar oleh kecewa dan rasa salah hingga keabadian.

Waingapu, Juli 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun