Menjadi manusia sejatinya menjadi pembelajar. Dalam sebuah khutbah Jumat, khatib menyampaikan,
Allah SWT berfirman dalam surat At-tin ayat 3-4:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)".
Menurut tafsir Jalalain, Ahsani taqwim adalah manusia yang memilki bentuk yang paling baik dibandingkan dengan makhluk yang lain, sedangkan Asfal safilin adalah gambaran manusia pada saat usia tuanya yang tidak lagi mampu untuk mengerjakan aktifitas sehari-hari sebagaimana yang dilakukan pada waktu mudanya. Â Pengertian ini juga dinyatakan dalam tafsir Muyassar sedangkan pengertian Asfala safilin adalah manusia yang tidak taat pada Allah SWT dan rasul-Nya, kelak akan dikembalikan pada tempat yang paling buruk dari pada tempat yang lain yakni neraka jahannam yang panas lagi berkobar-kobar apinya.
Selain bentuk terbaik, Allah Swt juga memberikan bekal bagi kita agar pandai bersyukur.
"Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur." (QS. Al-Mulk: 23)
Balasan bagi manusia yang pandai bersyukur pun sudah dijanjikan
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim: 7)
Lalu, bagaimana kita mempertanggungjawabkan semua bekal yang diciptakan Allah?
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. Al-Isra': 36)
Belajar.Â
Ya. Menjadi pembelajar sejati menambah pengetahuan kita tentang nama-nama yang Allah ajarkan kepada Nabi Adam as. Belajar menggunakan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk mengetahui ayat-ayat tuhan dalam diri kita, sesama, dan semesta.Â
Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Â Kita hanya bisa memperkirakan dengan asumsi tertentu bahwa masa pandemi COVID19 ini akan mengalami puncaknya pada bulan tertentu. Entah apa jadinya ketika banyak orang seperti abai dengan kondisi ini. Makin banyak kerumunan dipenuhi orang tak bermasker yang berdampingan tanpa jaga jarak. Tidak sedikit yang menyentuh benda-benda dan tidak bersegera cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Klaster-klaster penyebaran baru pun bermunculan. Baru 2 minggu dibuka sekolah-sekolah mulai menjadi klaster penyebaran baru di berbagai daerah.Â
Our children in danger! Anak-anak kita dalam bahaya. Risiko bahaya makin nyata dengan kerentanan anak yang tinggi terhadap COVID19. Apalagi kemampuan untuk Adaptasi Kebiasaan Baru masih sangat rendah.Saatnya orangtua belajar menggunakan hak sebagai pendidik pertama dan utama anak serta pihak yang paling bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan anak di masa pandemi COVID19. Â Bersama kita hadapi corona virus ini dengan menegakkan protokol kesehatan dan keselamatan di rumah dan fasilitas umum.Â
Keputusan Pemerintah sebagaimana disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim tentang ijin dari pemerintah daerah dan orangtua/wali untuk memulai Pembelajaran Tatap Muka di sekolah yang sudah mengisi dan melengkapi Daftar Periksa Kesiapan Sekolah di zona hijau dan kuning mengingatkan kita tentang otonomi daerah. Ya, pendidikan dan anak adalah urusan wajib daerah. Orangtua dan masyarakat bahu membahu memastikan pemenuhan, penghormatan, dan pelindungan hak atas pendidikan dan hak-hak anak berjalan seiring sejalan di sekitar tempat tinggal masing-masing. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan sebaiknya segera menghimpun multipihak dengan membuka Pos Pendidikan.Â