Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak-anak Juara di Komunitas Ngejah

8 Oktober 2019   21:45 Diperbarui: 9 Oktober 2019   20:03 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiba di Komunitas Ngejah, Retno membantuku untuk mengajak anak-anak melaksanakan 5 dari 10 langkah Cara Asyik Cari Tahu Pelopor Kebaikan. 

"Ayo kita mulai dengan membaca senyap buku pilihan masing-masing ya, " aku mengajak anak-anak MTs yang memenuhi Taman Baca AIUEO milik Komunitas Ngejah. 

"Sudah 5 menit. Sekarang tuliskan sebanyak mungkin hal-hal yang baru kamu ketahui setelah membaca buku masing-masing. Semua hal yang baru kalian ketahui ditulis di bawah kata AKU TAHU. 1 menit saja ya!" Imbuhku. 

Rani, satu-satunya anak perempuan yang berhasil menulis dalam 1 menit.

"Perkenalkan, nama saya Rani. Saya membaca buku berjudul Mie Instant Kesukaanku, " Rani memenuhi permintaanku untuk membaca tulisannya dengan perlahan. 

"Nah, sekarang semua anak membuat pertanyaan 5W 1 H. Ada yang tahu apakah yang dimaksud dengan 5W 1 H?" Tanyaku lagi.

Dan anak-anak pun mulai melaksanakan CACT dengan membuat kalimat tanya yang dimulai dengan kata: Apakah, Siapakah, Kapankah, Dimanakah, Mengapakah, dan Bagaimanakah. 

Aku memberi waktu 6 menit kepada anak-anak. 

Adalah Muslim Abdullah yang berani menyampaikan 6 pertanyaan cerdasnya, yakni apakah mie instant mengandung zat yang membahayakan kesehatanku? Siapakah penemu mie instant? Kapankah penelitian tentang mie instant dan kesehatan anak dilakukan? Dimanakah penelitian tersebut dilakukan? Mengapakah mie instant tidak baik dikonsumsi anak? Bagaimanakah membuat makanan sehari-hari yang lebih sehat bagi anak tapi memiliki cita rasa selezat mie instan?

Menyusul kemudian Siti Rohimah mengacungkan tangannya untuk membacakan 6  pertanyaan yang dibuatnya. 

Kecerdasan dan keberanian kedua anak tersebut sangat menakjubkan. 

Beningnya nurani anak-anak desa Sukawangi Garut terlihat dari kecepatan mereka melaksanakan CACT. Lebih menakjubkan lagi ketika teman-teman Muslim dan Siti meminta ijin untuk memberi penilaian. Keduanya mendapat nilai antara 76 sampai 100. "Mengapa kamu memberi nilai yang tanggung, 76?" Aku jadi penasaran dengan pilihan angka terkecil yang mereka berikan. "Kalau kurang dari 76, Siti akan tidak naik kelas. Kkm Bahasa Indonesia kami 75, " ujar anak laki-laki di hadapanku.

Muslim memilih pertanyaan kedua  yang membuatnya ingin tahu mencari jawabannya segera. Rani mencari jawaban pertanyaan tersebut dengan mrmbaca buku yang favoritnya.

Setelah 5 menit tak kunjung ditemukan jawabannya oleh Rani, aku meminta Retno, teman sealmamater yang menemaniku ke Garut untuk googling. "Momofuku Ando!" Jawab Retno spontan. 

Anak-anak tertawa saat aku salah mengulang jawabannya. Benar dugaanku,  mereka teringat kata momok, kelamin perempuan dalam bahasa Sunda. 

"Apakah kalian semua menyukai telur?" Sejurus kemudian aku bertanya. Kesempatan emas untuk mengurai tabu.

Mereka serempak menjawab ya. 

"Tahukah kalian darimana telur berasal?" Tanyaku lagi

 "Ya!" Jawab anak-anak 

"Nah, sekarang rentang kalian sendiri. Siapakah orang yang melahirkan kalian? "

"Ibu"

"Dari bagian mana kalian dilahirkan ibu?"

"Kelamin"

"Kalian tadi tertawa karena merasa risi ya. Masyarakat kita masih tabu membicarakan nama kelamin perempuan dan laki-laki. Tapi tidak sedikit yang menuliskannya di dinding toilet umum dengan cara yang mengesankan bahwa kelamin menjijikkan. Adakah di antara kalian  yang pernah melihatnya?" Tanyaku sekali lagi. 

Semuanya mengangguk-angguk. 

"Adakah sebutan lain dari kelamin perempuan yang tidak membuat kalian risi?"

"Vagina, Bu!" Jawab Rizki sambil mengacungkan tangan. 

"Terima kasih, Rizki. Kalau kelamin laki-laki disebut apa?" Aku bertanya sambil memandang anak-anak perempuan. "Penis, Bu!" Jawab mereka serempak. Tak ada yang tertawa kali ini.

Anak-anak merasa gembira menyadari dalam waktu 25 menit mereka menjadi lebih berani menyampaikan, merdeka menuliskan pertanyaan, dan mengetahui isi buku yang dibaca tanpa merasa diuji seperti kata Ainun dan kawan-kawan di sebelahnya.  Taman baca AIUEO menjadi saksi kehebatan anak-anak dusun mengikuti CACT. 

Semoga mereka tertarik untuk membiasakannya di kelas ya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun