Mohon tunggu...
Yandra Susanto
Yandra Susanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis, Pendidik, Ayah, Pendakwah

Nilai tertinggi seorang Manusia adalah ketika bisa memberikan manfaat kepada orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Mengajar vs Merdeka Belajar

5 Februari 2024   11:13 Diperbarui: 5 Februari 2024   11:25 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kementrian pendidikan Nasional dibawah nahkoda Mentri Pendidikan Bapak Nadiem meluncurkan kurikulum pendidikan yang berorientasi pada pengembangan peserta didik.

Sebenarnya tidak jauh berbeda dari kurikulum sebelumnya. Sejak reformasi beberapa kali sudah dilakukan perbaikan kurikulum nasional, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) hingga Kurikulum 2013 dan terakhir Kurikulum Merdeka.

Secara diatas kertas, ada banyak perubahan signifikan terkait dengan capaian dan administrasi pendidikan, perangkat ajar hingga tetek bengek tuntutan kepada guru dan peserta didik. Namun secara praktek nyaris tak terjadi perubahan dalam cara guru dan peserta didik saat PBM berlangsung.

Tak ada salahnya. Jika kurikulum tak di ganti, berarti evaluasi dari tahun ketagun tak ada yang perlu di perbaiki. Nyatanya, masih banyak kekurangan kekurangan dalam proses pendidikan kita. Maka penyempurnaan kurikulum menjadi sebuah keniscayaan. Menjadi keharusan.

Tentu saja, setiap kali pergantian kurikulum merupakan produk kajian ilmiah dan penelitian pakar pendidikan yang orientasinya bagaimana Pendidikan Indonesia semakin baik dan mampu bersaing di dunia internasional.

Tahun 2024 hampir seluruh tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi bermetamorfosis melakukan perbaikan besar-besaran seperti titah kementrian. Kurikulum merdeka yang diantara jargon yang diusung adalah Merdeka Mengajar dan Merdeka Belajar.

Kurikulum ini tentu saja menimbulkan banyak reaksi praktisi pendidikan pada awalnya. Kebijakan yang di lahirkan yang minim sosialisasi dan dengar pendapat tentu saja membuat para guru jadi kebingungan. Disatu sisi mereka masih belum maksimal dengan pemahaman kurtilas, kurikulum Merdeka datang dengan wajah baru.

Tiga tahun berjalan, Merdeka kurikulum merdeka sudah di terapkan lebih tujuh puluh lima persen di seluruh lembaga pendidikan. Tahun ke empat di pastikan seluruh lembaga pendidikan sudah sepenuhnya menggunakan kurikulum ini.

Pemahaman yang minim, pelatihan yang jarang sosialisasi yang terus di revisi dari tahun ketagun memunculkan guru yang benar-benar Merdeka mengajar. Dan siswa yang merdeka belajar.

Diruang kelas, merdeka mengajar bisa jadi guru merdeka bermain laptop dan ponselnya mengerjakan berbagai pelatihan online, ikut Diklat dan webinar atau bahkan asyik dengan tiktok dan aplikasi belanja online. Benar benar merdeka mereka.

Sementara siswanya sibuk sendiri untuk untuk mengeksplorasi dan berdiskusi sesamanya, membahas materi pelajaran yang tak perlu terlalu 'dipaksakan'. Dibawah lost control guru, pembicaraan sekitar games online dan film kartun juga takkan ketinggalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun