Pelaksanaan ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) di SD anak saya beberapa hari lalu berlangsung lancar tanpa kendala. Meski sekolah negeri, bersyukur sekolah sudah punya laboratorium komputer walau sederhana dan jumlah komputernya masih 15. Tidak semua berupa komputer PC, beberapa di antaranya laptop yang dibeli dari iuran orang tua murid lewat Komite Sekolah.
Jadi, beberapa waktu sebelum gladi bersih, murid-murid yang terpilih ikut ANBK latihan di laboratorium komputer supaya saat hari H tidak kagok menggunakan komputer dan menjawab pertanyaan yang terpampang di layar.
Namun, hanya sekali saja. Setelah itu murid diminta membawa ponsel yang sudah terisi kuota untuk latihan menjawab soal-soal lewat gawai. Di sekolah ada wi-fi, tapi kecepatannya terbatas, jadi hanya untuk operasional sekolah saja. Selama pembelajaran ponsel harus dititipkan di wali kelas karena peraturan sekolah tidak membolehkan murid membawa ponsel. Ponsel itu baru diberikan kembali ke murid di siang hari setelah pembelajaran selesai.
Murid SD tempat anak saya belajar, seperti halnya kebanyakan murid di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, menggunakan ponsel hanya untuk main game dan nonton video pendek. Belum terbiasa memakai ponsel untuk belajar online, menjawab latihan soal, atau membuat konten edukasi.Â
Dulu, waktu Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena wabah Covid-19, guru hanya memberi materi lewat WhatsApp dan memberi tautan YouTube. Itu karena sebagian murid masih menggunakan ponsel orang tua, sementara orang tua harus membawa ponsel ke tempat kerja. Jadi pembelajaran tidak bisa dilakukan langsung secara online lewat Zoom atau Google Meet.
Makanya latihan menjawab soal menjelang ANBK menggunakan ponsel bisa makin membuka wawasan anak bahwa ponsel bukan cuma buat hiburan, melainkan juga pembelajaran. Kalau ada anak yang belum punya ponsel sendiri, dia bisa pinjam ponsel orang tua untuk disusulkan siang hari di jam istirahat kedua.
Mungkin karena mengerti menyekolahkan anak di sekolah negeri, orang tua tidak memaksakan anak harus serba pakai komputer dan laptop sekolah beserta wi-finya. Sebab fasilitas itu juga masih terbatas.Â
Selain berlatih menjawab soal di komputer dan ponsel, kelas 5 juga diberi pilihan untuk ikut ekstrakurikuler content creator. Kebetulan sekolah punya guru seorang YouTuber dengan ratusan ribu subscribers.
Ekstrakurikuler Content Creator
Sebagai orang tua Milenial yang besar tanpa ponsel, saya tadinya menganggap ekskul content creator akan bikin anak tambah nempel sama handphone. Apalagi saya termasuk yang mengaktifkan parental control yang ada di ponsel Android untuk memantau aktivitas online anak.
Namun, ternyata ekskul content creator mengajarkan cara mengambil gambar dari berbagai angle, memasukkan musik dan menyunting, sampai bagaimana harus berpose yang pas di depan kamera.Â
Paling lucu waktu anak saya bilang, "Ma, teman-temanku pada ikut content creator biar bisa TikTokan. Padahal yang diajarin gimana cara bikin konten, bukan cara TikTokan apalagi joget-joget."