Padahal otaknya bekerja lebih cepat dan aktif dalam membaca raut wajah dan gerak tubuh orang lain sehingga Lulli dapat membentuk persepsi yang lebih cepat atas stimulasi yang diterimanya. Bukan karena hal gaib.
Sejak kesetrum itulah Lulli seperti dipaksa mendengar isi hati dan pikiran orang lain, terutama pasien di RS dan teman serta kerabatnya.Â
Mendengarkan (listening) orang lain ternyata bukan sekedar mendengar pura-pura nyimak, tapi pikiran kemana-mana.Â
Mendengarkan bukan cuma menghargai lawan bicara karena ternyata lebih banyak berguna buat kita sendiri.
1. Dengan mendengarkan kita belajar memahami lawan bicara sehingga lebih mengerti apa yang mereka sampaikan. Ini bisa membuat kita terhindar dari penilaian awal yang negatif kepada mereka. Mengurangi prasangka negatif baik untuk kesehatan mental dan otak.
2. Makin banyak mendengar makin terhindar kita dari kefanatikan terhadap sosok atau hal tertentu yang sedang populer. Pola pikir jadi lebih terbuka dan tidak defensif terhadap hal baru.
3. Â Mengembangkan empati. Pada Lulli, setelah dipaksa mendengarkan banyak orang, dia jadi lebih peka pada kebutuhan orang lain. Empatinya muncul. Dia jadi lebih dekat dengan pasien dan teman-temannya, lalu muncul sifat penyayang dalam diri Lulli.
Pilih mana, enak punya sifat penyayang atau pembenci?
4. Terhubung dengan orang lain yang kelak membuat kita tidak kesepian karena punya orang lain yang bisa diajak berbagi. Ini berlaku juga buat suami-istri. Saling mendengarkan antarpasangan baik untuk keharmonisan rumah tangga.
Menurut psikolog klinis Kevin Gilliland, PsyD, listening dibagi jadi dua, yaitu active dan passive listening.
Pendengar aktif adalah mendengar sekaligus merespon antarorang yang terlibat percakapan sehingga meningkatkan rasa saling percaya.