Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menolak Pemberian Orang

22 September 2021   15:42 Diperbarui: 22 September 2021   15:44 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Getty Images via huffpost.com

Sudah dua kali saya dan suami menolak bantuan duit untuk anak kami dari Partai Demokrat yang disalurkan melalui sekolah.

Bantuan itu bernama Program Indonesia Pintar (PIP). Siswa diminta mengisi formulir, mengumpulkan fotokopi KK, KTP orang tua, dan membuka rekening di BRI untuk menampung duit bantuan.

Bantuan yang diterima siswa di sekolah kami sekitar Rp400rb-an, tapi dipotong biaya administrasi, jadi yang masuk ke rekening tidak sampai Rp400rb.

Awalnya ketidakinginan kami mengambil bantuan PIP dari Partai Demokrat hanya diketahui bendahara paguyuban. Akhirnya semua orang tua sekelas jadi tahu.

Banyak yang menyayangkan kami tidak mengambil bantuan itu. Kata mereka, "Harusnya diambil aja, nanti kan bisa disedekahkan ke orang yang lebih membutuhkan."

Atau, "Emangnya njenengan (Anda) kader partai apa, kok nolak to?"

Yang lain, "Mestinya terima aja, sayang, lho, rejeki kok ditolak!"

Saya sering mendengar soal larangan menolak pemberian orang. 

Soal itu menurut saya sangat kontekstual. Tergantung konteks, situasi, waktu, dan kondisi.

Misal, kita kedatangan tetangga atau kerabat yang memberi sepiring jengkol balado ke rumah kita. Kalau kasusnya begini kita tidak boleh menolak. Terima saja dengan senang hati walau kita tidak suka jengkol. Tidak ada alasan, kalau sikonnya begini, pemberian itu jelas harus diterima karena mereka sudah membawanya ke rumah kita.

Entah nanti jengkol itu diberikan lagi ke orang lain atau jadi pakan ayam, betul, terima saja dulu untuk menghargai mereka.

Situasi dimana kita boleh menolak pemberian orang jika orang itu menawarkan sesuatu lebih dulu. Misal, "Eh, gue punya heeled shoe Jimmy Choo. Nanti gue kirim ke rumah elu, ya."

Padahal kita bukan orang kantoran, pun jarang kondangan apalagi menghadiri acara jamuan. Ke mall saja cuma buat belanja mingguan yang gak cocok kalau pakai heeled pump. Buat apa punya sepatu gituan lagi?

Kalau sikonnya begitu, tidak apa-apa menolak pemberian orang, toh dia BELUM memberikan, baru AKAN. 

Andai kita terima juga boleh, kok, tapi, kalau sepatu itu cuma teronggok di rak tanpa pernah kita pakai, apa tidak menuh-menuhin rumah doang? Apa tidak mubazir?

Terima aja, sih, nanti kan bisa kita kasih ke orang lagi sepatunya, terus orang itu bisa jual sepatunya, nanti dia dapat duit. Kan sama aja kita bantu mereka.

Ribet sekali cara berpikir seperti itu. Kalau kita NIAT bantu orang, langsung saja serahkan duit atau barang yang mereka butuhkan tanpa kita menunggu apa yang lebih dulu diberikan kepada kita.

Sedekah itu tidak tergantung apa yang diberikan kepada kita lebih dulu. Sedekah itu kapan saja bisa. Senyum ke tetangga dari balik masker saja bisa jadi sedekah.

Ada juga orang yang beralasan, "Terima (ambil) aja dulu, mau diapain itu barang urusan nanti, yang penting menghargai dan bikin yang ngasih senang." 

Padahal orang itu tipikal kemaruk. Butuh tidak butuh dia kumpulkan semua. Apa saja yang diberikan orang dia terima semua, supaya tidak rugi, katanya.

Di bagian mana dia rugi? Kan, dia diberi bukan memberi?! Lha, kok rugi?

Satu alasan ekstrem yang pernah saya dengar tentang larangan menolak pemberian orang adalah: kalau tidak diterima kamu sama aja menghalangi jalan orang untuk berbuat baik. Kamu dosa karena menghalangi orang dapat pahala.

Ohh, jadi perbuatan baik dan pahala yang mereka terima itu tergantung kita? Amazing! 

Soal menghargai dan membuat senang orang yang memberi, saya yakin, kalau kita menolaknya dengan sopan dan logis, orang itu pasti maklum.

Menolak yang tidak logis misalnya, "Penasehat spiritualku bilang aku gak boleh minum madu, bisa bikin rejeki seret. Jadi, maaf, aku gak bisa terima madumu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun