Sisanya tercecer, menumpuk di TPA, atau hanyut ke sungai dan laut. Tahun 2019 jumlah plastik yang bocor ke laut kita 1,13 juta ton. Empat tahun kemudian jumlahnya sudah melonjak jadi 2,25 juta ton. Nelayan di laut Jawa sering mengeluh, jaring mereka lebih banyak menangkap plastik daripada ikan.
Apakah semua itu membuat Indonesia tampak buruk di mata dunia? Justru sebaliknya. Karena inilah saatnya membalik citra. Negara yang punya masalah besar biasanya juga punya pasar besar untuk solusi.
Artinya, peluang investasi hijau di Indonesia sangat luas. Dari membangun pabrik daur ulang, energi berbasis limbah, pupuk organik, hingga teknologi pertanian hemat air dan rendah karbon.
Zulhas sadar, dunia sudah jenuh dengan janji. Hampir semua pemimpin negara pernah berpidato tentang pembangunan berkelanjutan, tapi emisi global masih naik dan laut tetap penuh sampah.
Maka ia menekankan kata "konkret." Indonesia, katanya, tidak datang dengan klaim bahwa semua sudah sempurna. Indonesia datang dengan pengakuan bahwa kita sedang berubah, sedang bergerak, dan butuh mitra untuk melangkah lebih cepat.
Narasi ini sejalan dengan tren global. Dunia bicara soal just transition, transisi yang adil. Negara maju tidak bisa memaksa negara berkembang berhenti pakai batu bara atau pupuk kimia dalam semalam.
Harus ada dukungan dana dan teknologi. Dengan begitu, transisi bisa terjadi tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat. Zulhas membawa narasi itu dengan wajah yang ramah, gaya bahasa yang lugas, tanpa jargon rumit.
Apa yang ia lakukan sebenarnya sederhana: ia mengajak dunia untuk berhitung bersama. Kalau Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun dan 12 persennya plastik, maka tanpa solusi yang jelas, lautan dunia akan ikut menanggung beban itu.
Kalau Indonesia butuh 154 miliar dolar untuk transisi, maka dunia tak bisa berpura-pura bahwa krisis iklim bisa selesai hanya dengan pidato. Zulhas membuat perhitungan itu terdengar seperti percakapan di warung kopi: mudah dipahami, tapi tidak bisa dibantah.
Strateginya juga cerdas. Ia hadir bukan hanya sebagai Menko Pangan, tapi sebagai bagian dari rombongan Presiden Prabowo Subianto. Prabowo berbicara di sidang PBB tentang solusi pangan dunia, Zulhas melengkapinya dengan tawaran investasi hijau.
Diplomasi jadi berlapis. Dari soal politik global ke isu pangan, dari emisi karbon ke sampah plastik. Indonesia muncul sebagai pemain yang tak lagi hanya bicara konflik, tapi juga solusi.