Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Inflasi, antara Cinta dan Benci

13 Juli 2022   19:21 Diperbarui: 14 Juli 2022   07:15 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi inflasi. (sumber: SHUTTERSTOCK/SAUKO ANDREI via kompas.com)

Saya paling dongkol membaca pandangan ekonomi tentang inflasi dengan melihat kasus orang kelas menengah ke atas dengan fixed income Rp.10 juta sd Rp.20 juta juta/bulan. 

Wajarlah, mereka tak dilumat inflasi. Bagaimana dengan orang-orang kecil pekerja serabutan dengan upah harian?

Sebagai sebuah teori, contoh demikian tak masalah. Apalagi itu digunakan untuk membela sebuah rezim ekonomi. Sah-sah saja. Tapi bagi saya, ekonomi bukan sekedar teatrikal teoritis, tapi soal teori dan keberpihakan pada rakyat kecil sejak dalam pikiran.

Mbok yo kalau mengambil kasus jangan elitis! Lihat dong ke bawah. Orang-kecil dengan fixed income kecil lalu digebuk inflasi, terpenuhikah kebutuhan kilo kalori per kapita per hari atau sebesar = 2.100 kilo kalori/hari?

Inflasi bagi William E Simon, bagaikan hubungan cinta dan benci. Membenci inflasi, tapi mencintai sesuatu yang menyebabkannya. 

"I continue to believe that the American people have a love-hate relationship with inflation. They hate inflation but love everything that causes it." Demikian ungkapan menteri keuangan Amerika Serikat periode 1974-1977.  

Inflasi, terkadang dianggap sebagai membaiknya ekonomi (terjadi aktivitas permintaan/demand side), sebab itu ia didambakan. Namun dibenci, bila inflasi terkerek melampaui asumsi pemerintah. 

Malah menjadi hantu blau ekonomi paling menakutkan. Seperti yang merasuki negara-negara utama saat ini.

Pusaran debat publik, ada pada daya beli masyarakat akibat inflasi. Apakah dengan daya beli pekerja serabutan, buruh tani, bertahan atau tergerus akibat inflasi? Di sinilah dialognya, antara inflasi daya beli rakyat kecil dan kemiskinan.

Penurunan daya Beli, salah satunya bisa dilihat dari penjualan eceran yang tergambar dari Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil survey Bank Indonesia. Dari survei BI terbaru tentang penjualan eceran, secara bulanan, penjualan eceran turun -2,1 persen (m-to-m).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun