Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ustaz Mansur dan Hari Buku

24 April 2021   11:49 Diperbarui: 24 April 2021   12:01 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: teachwire)

Ustaz mansur, yang rupa-rupanya lebih doyan jadi taipan ketimbang ustaz tulen, berujar, antum tetap miskin, karena malas sedekah. Alangkah materialis Islam, bila berpikir sesempit kamar rumah petak yang selonjor pun setengah mati.

Salah ustaz CEO PayTren itu? Tidak juga. Dia hanya comot bagian yang dia demen saja. Entah dia baca seutuhnya atau tidak buku tentang rezeki.

Bisa jadi, ustad Mansur tengah sibuk sehingga terlekas-lekas ceramah. Mempersiapkan IPO PayTren selaku Fintech pendatang baru di gelanggang pasar modal tanah air. Bila berhasil, kapitalisasi pasar PayTren Aset Manajemen (PAM), akan raup cuan seabrek-abrek.

Sekarang saja, produk e-payment PAM memiliki nilai transaksi Rp.200 miliar dengan dana endapan Rp.40 miliar. Semoga ustaz Mansur kelak, bisa tajir melintir seperti Usman Bin Affan.

Salah satu khalifah tajir yang hingga tahun 2021 ini, finansial aset dan aset berwujud lainnya, dikelola badan wakaf, dan kasih makan cuma-cuma seantero kaum dhuafa di Saudi tiap Jumat. Inilah kaya menurut Islam. Dimana, ada semangat kolektivisme dalam aset individu.

Bila ustaz Mansur amatlah sibuk, ceramahnya jangan begitu amat. Kala awak ulik-ulik, ketemulah pengertian rezeki menurut Al Mazmur dalam Lisan Al 'arab (terj), beliau urai, bahwa rezeki bisa dalam bentuk zhahirah/tangible, pun batiniah/intangible.

Dari dua perspektif Al Mazmur itu, tuan dan puan sudah bisa tebak apa maksud. Kendatipun begitu, awak ulangi saja apa-apa yang sudah ada dalam kepala tuan dan puan kepada khalayak.

Ya, rezeki itu bisa dalam bentuk tampak, seperti kelebihan fulus, rumah mewah, bini empat dan keempat-empatnya molek tiada tanding. Singkatnya, semua aset yang berwujud terkecuali bini---bukan aset.

Rezeki juga bisa dalam bentuk tenang hati atau spirituality, banyak ilmu dan semua karunia yang tidak tampak. Meski kere, makan beras subsidi, tidur di rumah petak, tapi tidur pulas tiada beban suatu apa---karena memang sudah bebal dengan beban hidup bertubi-tubi.

Ketimbang kaya raya tapi bengek. Bini empat dan molek bukan main, tapi mlorotin dari hari ke hari. Bikin makan hati dan pembuluh dara makin tipis. Lebih jempol, manakala punya keduanya, kaya secara zahiriah dan batiniyah.

Toh sedekah bukan cuma berbentuk fulus. Senyum pun sedekah. Terkecuali senyum sembari merompes bibir dan mendilak. Lain perkara bila tanpa suatu apa, tiba-tiba senyum sendiri.

Di dua dimensi rezeki ini yang mungkin satunya tak ada dalam buku ustaz mansur. Bisa jadi unsur lainnya bisa dilewatkan begitu saja dari dalam buku. Lagi-lagi soal buku atau literasi.

***

Hari buku jatuh pada 23 April 2021. Teringatlah saya tentang reading performance index PISA Indonesia diantara middle up country yang ada di urutan paling bontot. Bahkan di peer countries pun ada di bontot.

Skor RI 300-an. reading performance index perempuan Indonesia lebih tinggi, 383. Sementara pria skornya 358. Kalau soal ini butuh ruang sendiri untuk dibahas. Apa pasal, perempuan Indonesia performance membaca lebih jempolan ketimbang pria.

Dalam konstruksi sosial budaya Indonesia, rata-rata perempuan Indonesia terjebak dalam struktur patriarch --bias pengarusutamaan gender. Itu berlangsung dalam institusi sosial terkecil---keluarga, hingga masyarakat luas.

Dalam kekangan struktur dan konstruksi sosial seperti ini, kesempatan pria Indonesia mestinya lebih luang ketimbang perempuan. Apakah karena terlalu luang itulah, pria Indonesia terkadang songong dan abai, sehingga diam-diam kaum perempuan menyalipnya dalam urusan reading performance? Wallahu'alam. Namanya juga dugaan ya..

Kendatipun begitu, reading performance Indonesia tetap berada paling bontot di middle up country. Sama bontotnya di peer countries. Pasal itu yang membikin tuan presiden meng-enounce, bahwa dia pun doyan membaca---buku komik Shin chan. Tokoh kartun yang lebih banyak durhakanya, ketimbang perihal baik pada ibundanya.

Terus terang, kalau kita lihat negara-negara maju dan kaya seperti di kawasan Amerika, Eropa terutama negara-negara di Semananjung Skandinavia, alangkah tingginya indeks literasi mereka.

Maka pertimbangkanlah apa-apa yang disebut Ehrenberg sebagai faktor human capital. Pendidikan dan performance literasi ada di dalamnya. Hal yang sama juga dibilang Robert Lucas dan Paul Romer dalam jajaran mazhab ekonomi baru, yang menempatkan teori pertumbuhan ekonomi pada human capital.

Tolong di cek, dari tahun ke tahun menurut WEF dalam global competitiveness index, Indonesia acap kali tertinggal. Itu amatlah berpengaruh ke struktur ekonomi Indonesia.

Sudah pasti ustaz Yusuf Mansur membaca, tapi cuma mencomot bagian yang dia demen. Setali tiga uang dengan tuan presiden yang doyan membaca---komik Sinchan. Meski telat menulis, HARI BUKU YANG JATUH PADA 23 APRIL, AMATLAH PENTING.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun