Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siapa Terima Tantangan LBP?

4 Juni 2020   06:25 Diperbarui: 4 Juni 2020   08:36 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber : nusantaranews.co)

GDP itu cuma cara, norma untuk menghitung pertumbuhan ekonomi. Dia bukan cash.

Di dalam PDB juga ada aset asing. Yang mana, diantaranya bisa keluar, dan tak dihitung sebagai domestic resource. Contoh, kita punya banyak unicorn, tapi justru potensi capital flight lebih besar. Uangnya cenderung keluar, karena mayoritas saham unicorn itu punya asing.

Kembali ke soal, bahwa utang juga bisa dilihat dari debt to income ratio. Itu yang lebih riil menggambarkan posisi cash atau seperti apa kemampuan bayar. Atau dengan cara, melihat persentasi ratio bunga hutang terhadap pendapatan negara. Silahkan dicek.

   Rasio utang cenderung meningkat, sementara rasio pajak cenderung menurun (Sumber : Kajian/analisa Institute Harkat Indonesia)
   Rasio utang cenderung meningkat, sementara rasio pajak cenderung menurun (Sumber : Kajian/analisa Institute Harkat Indonesia)

Dus, semakin besar rasionya, maka akan makin mempersempit penguatan ruang belanja. Demikianpun sebaliknya.

Dan ada beberapa metode lain. Lantas, lihatlah pendapatan negara beberapa tahun terakhir. Cenderung meningkat atau sebaliknya?

Diksi "menantang," menggambarkan seorang diktator. Fasis. Negara dengan infrastruktur kekuasaan, tak pantas menantang individu rakyat.

Biarkan public discourse mengalir. Negara dengan infrastruktur kehumasan, bekerja--menjelaskan di waktu dan ruangnya sendiri. Mosok baper dengan rakyat yang keritik?

Dalam negara demokrasi, tak ada discourse linear. Selalu ada hetero-discourse. Disitulah muncul nilai-nilai baru. 

Soal pokok, hutang juga tak melulu dilihat nominalnya (debt to GDP ratio). Perlu dilihat strukturnya.

Struktur hutang pemerintah, 82% porsinya ke SBN. Doyan hutang ke pasar bebas. Sementara pinjaman cuma 17%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun