LANGIT, BUMI, DAN PENCIPTAAN YANG DIPERBARUI.
Tema mengenai langit, bumi, dan penciptaan yang diperbarui merupakan salah satu topik penting dalam teologi biblika dan sistematika.
Alkitab menghadirkan narasi yang utuh tentang karya Allah dari penciptaan (creatio) hingga pembaruan (re-creatio).Dalam Kejadian 1:1 tertulis, "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Pernyataan ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari kehendak dan inisiatif Allah. Penciptaan bukanlah hasil kebetulan atau proses alamiah tanpa arah, melainkan manifestasi dari kehendak Allah yang berdaulat dan penuh kasih.
Namun, narasi penciptaan tidak berhenti pada tahap awal. Kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kejadian 3) membawa konsekuensi destruktif bagi seluruh ciptaan. Dosa tidak hanya merusak relasi manusia dengan Allah, tetapi juga berdampak kosmis terhadap tatanan alam.
Paulus dalam Roma 8:20--22 menegaskan bahwa "segala makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan" dan "sama-sama mengeluh serta merasa sakit bersalin."
Di sini tampak bahwa seluruh ciptaan turut menanggung akibat dari kerusakan moral manusia, dan sekaligus menantikan pembebasan yang dijanjikan Allah.
Teologi penciptaan yang diperbarui (theology of new creation) menyoroti karya penebusan Kristus yang tidak terbatas pada penyelamatan individu, melainkan juga meliputi pemulihan seluruh ciptaan.
Kristus bukan hanya Juruselamat manusia, tetapi juga "Anak Sulung dari segala ciptaan" (Kolose 1:15--20), yang di dalam-Nya segala sesuatu diciptakan dan akan diperdamaikan. Dengan demikian, karya salib dan kebangkitan Kristus memiliki dimensi kosmis yang mengarahkan pada pemulihan total---baik secara rohani maupun material.
Wahyu 21:1 memberikan gambaran eskatologis tentang "langit yang baru dan bumi yang baru," yang menunjukkan pemulihan sempurna dari seluruh tatanan ciptaan.
Ungkapan ini tidak menandakan penciptaan baru secara total dari ketiadaan, tetapi pembaruan (renovatio) dari ciptaan yang telah ada.
Allah tidak meninggalkan ciptaan yang rusak, melainkan menebusnya dan menjadikannya sempurna kembali. Pandangan ini menunjukkan kesinambungan antara ciptaan pertama dan ciptaan yang diperbarui---suatu tindakan penebusan yang menyeluruh dan final.
Dari perspektif teologi lingkungan (eco-theology), pemahaman tentang pembaruan ciptaan menegaskan tanggung jawab etis manusia terhadap bumi.
Manusia sebagai imago Dei (gambar Allah) dipanggil untuk memelihara ciptaan, bukan mengeksploitasinnya.
Kesadaran eskatologis bahwa bumi akan diperbarui bukan alasan untuk pasif atau apatis, melainkan panggilan untuk hidup sebagai agen pemulihan dalam sejarah.
Setiap tindakan pelestarian lingkungan dan keadilan sosial merupakan partisipasi dalam karya rekonsiliasi Allah terhadap dunia.
Dengan demikian, refleksi atas langit, bumi, dan penciptaan yang diperbarui menegaskan kesatuan antara penciptaan, penebusan, dan penyempurnaan dalam rencana Allah.
Penciptaan baru yang dijanjikan dalam Kristus menegaskan bahwa sejarah dunia bergerak menuju pemulihan total di bawah pemerintahan Allah yang kekal.
Di dalam perspektif ini, iman Kristen tidak hanya menatap surga sebagai tempat akhir, tetapi juga menantikan bumi yang dipulihkan, di mana keadilan dan damai sejahtera Allah berdiam selamanya (Yesaya 65:17, 2 Petrus 3:13).
Pembaruan materi langit, bumi dan penciptaan mengacu pada konsep teologis tentang pemulihan dan penciptaan yang baru setelah kerusakan akibat Dosa.
Dalam teologi; konsep ini merujuk pada penciptaan langit dan bumi dan sempurna baik melalui penciptaan dari ketiadaan atau pembaruan dari yang sudah ada.
Langit dan bumi diciptakan untuk memungkinkan manusia memperluas pengetahuan baik melalui studi tentang alam semesta maupun melalui akal dan pemahaman yang dikaruniakan Allah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI