Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Detektif Paidjo, Misteri Tempe Setipis Kartu ATM

2 November 2018   17:44 Diperbarui: 2 November 2018   18:11 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tempe setipis kartu ATM, sumber : okami.id

Siang itu Paidjo duduk termenung sambil sesekali menatap tempe goreng yang berada di tangan kirinya. Entah mengapa tempe ini tiba-tiba menjadi komoditi seksi yang ramai dibicarakan dan dipergunjingkan oleh orang-orang. Awalnya Paidjo mengabaikan saja isu soal tempe yang kemudian merebak di sosial media itu.

"Apaan sih ini orang-orang? Tempe aja dipersoalkan, seperti kurang kerjaan saja..." gerutu Paidjo ketika melihat jumlah klip "Tempe yang kini semakin ringkih" telah mencapai seratusan ribuan viewer di youtube!

Akan tetapi sikap Paidjo kemudian berubah total ketika dia kemudian mendapat pekerjaan untuk menginvestigasi keberadaan tempe setipis kartu ATM tersebut!

"Berarti ini masalah serius!" kaget Paidjo ketika mendapat job tersebut. Yah tidak mungkinlah detektif sekelas Kojak atau Sherloch Holmes harus turun tangan kalau urusannya tidak serius! Jumlah viewer di youtube tersebut telah menunjukkan betapa seriusnya masalah pertempean ini...

Paidjo kemudian menjelajahi seluruh pasar-pasar tradisional maupun supermarket yang ada untuk mencari keberadaan tempe selangsing kartu ATM ini. Namun hasilnya nihil bin kosong belaka. Ternyata tempe masih seperti yang dulu, dimensi dan rasanya pun tetap sama.

Tak lama kemudian, Presiden Jokowi blusukan ke Pasar Suryakancana, Bogor sambil menginvestigasi tempe ini juga. Hasil investigasi dari Pak Presiden, ternyata harga tempe di pasar stabil dan tidak ada kenaikan. Ketebalannya juga masih tetap sama seperti dahulu.

Presiden memang silih berganti, namun rasa tempe itu masih tetap setia seperti dahulu. Nikmatnya terasa di lidah, kenyangnya terasa di perut dan sensasinya selalu singgah di hati. Itu karena kandungan gizi tempe itu setara dengan steak walaupun harganya setara dengan kerupuk. Tempe memang fenomenal sebab kehadirannya selalu menggugah rasa yang pernah ada...

Gambar gorengan tempe, sumber : lestariweb.com
Gambar gorengan tempe, sumber : lestariweb.com
Paidjo kemudian menuliskan dalam preliminary report-nya. "Keberadaan tempe setipis kartu ATM merupakan sebuah hil yang mustahal. Namun isu tersebut bukanlah terlontar begitu saja dalam kesia-sian seperti debu yang akan tertiup oleh angin senja."

Setiap isu pasti mengundang dua makna, yaitu yang tersurat dan tersirat. Kalau yang tersurat adalah sebuah hil yang mustahal, maka apa yang tersirat bukanlah sebuah hal yang mustahil. Artinya isu ini adalah sebuah pancingan seperti clickbait untuk mencari perhatian dari viewer tanpa memperdulikan kualitas dan akurasi isu yang disajikan ini.

Contohnya. Di sebuah mall yang lagi ramai, seorang berkulit putih mulus berjalan dengan rok seksi. Tiba-tiba saja dia mengangkat roknya tinggi sekali. Otomatis mata orang-orang yang berada di belakangnya akan bergerak linier dengan pergerakan rok tersebut. Terlepas dari bagaimana bentuk paha dan bokong orang tersebut, aksinya tersebut telah berhasil menarik perhatian khalayak ramai!

Ketika orang tersebut kemudian berbalik untuk menunjukkan kumis dan jambangnya yang tebal itu, maka patutlah diduga dan disangkakan kalau muka orang tersebut tidak akan pernah terlupakan oleh orang-orang yang melihatnya, setidaknya hingga isu #2019 Gantipresiden akan berlalu...

Sambil menarik sigaret kreteknya dalam-dalam, Paidjo kemudian menuliskan catatan tambahan. "Tampaknya sipembuat isu ini cukup cerdik walaupun sama sekali bukan orang yang cerdas..."

Cerdik karena idenya tersebut bisa menarik perhatian banyak orang. Tidak cerdas karena isu seperti ini terlalu sederhana dan selalu berulang. Dagelan tipikal seperti ini semakin lama akan semakin membosankan dan membuat penggagas dan penikmatnya sendiri tampak seperti orang bodoh.

Setelah mengeluarkan asap rokok kreteknya yang membentuk huruf "O" lewat mulut yang dimonyongkan itu, Paidjo kemudian menuliskan catatan tambahan lagi. "Ide-ide seperti ini memang selalunya ditujukan kepada orang-orang bodoh agar mereka bisa menikmatinya dalam kedunguan mereka itu..."

Setelah lama menatap gambar artis drakor, Song Hye Kyo yang berada diatas meja kerjanya itu, Paidjo kemudian menuliskan catatan penutup. "Kalau cerita drakor itu sulit ditebak ujung pangkal ceritanya, maka perjalanan tempe setipis kartu ATM ini sangat gampang ditebak, yakni berakhir dalam sebuah kesia-siaan..."

Namun, perjalanan tempe setipis kartu ATM ini tetaplah meninggalkan sebuah catatan khusus, karena dia kemudian berhasil membuat presiden turun ke pasar untuk mengukur dimensi dari tempe tersebut. Jangan pernah meragukan dimensi tempe itu Pak Presiden, karena tempe itu selalu setia menemani warga seperti sunrise di pagi hari dan sunset di petang hari...

Presiden-presiden RI itu akan selalunya silih berganti sesuai dengan masa baktinya masing-masing. Namun tempe itu akan selalu ada bagi pendukung semua pihak yang berbeda pandangan politiknya, agamanya, kulitnya maupun celananya. Nikmat tempe itu akan selalu terasa di lidah. Kenyangnya akan terasa di perut dan sensasinya akan selalu singgah di hati...

Aditya Anggara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun