Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Saya Bermimpi Menjadi Dirut Bulog

23 September 2018   16:56 Diperbarui: 23 September 2018   17:07 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo di Kantor Pusat Perum Bulog, Kamis 6 Agustus 2015 (sumber : Bulog Watch)

Jadi kalau Bulog mempunyai gudang yang besar, maka persoalan diatas bisa diatasi. Nah sekarang kita masuk ke tugas terakhir yaitu sebagai BUMN, Bulog harus bisa untung.

Pertama kita periksa dulu HPP (Harga Pokok Pembelian) gabah sesuai dengan Inpres No.5 tahun 2015. HPP untuk GKP (Gabah Kering Panen) adalah Rp 3.700 per kg, sedangkan untuk GKG (Gabah Kering Giling) adalah Rp 4.600 per kg. Harga tersebut adalah di tingkat penggilingan (bukan di sawah)

Sementara HET (Harga Eceran Tertinggi) beras medium, yaitu Rp 9.450 per kg. Ketika gejolak, harga beras medium tersebut sering mencapai Rp 11.300 per kg.

Nah sekarang kita mantengin kalkulator. Rendemen GKG itu berkisar 63% artinya dari 100 kg GKG menghasilkan 63 kg beras, yang terdiri dari beras Medium dan beras Premium (sekelas Ayam Jago yang harganya lebih mahal lagi) kualitas beras ini (medium atau premium tersebut) sangat ditentukan oleh teknologi/efisiensi dari mesin giling padi tersebut. Harga eceran beras premium bisa mencapai Rp 20.000/kg.

Jadi kalau Bulog membeli GKG Rp 4.600 per kg itu artinya Bulog membeli beras dari petani seharga Rp 4.600/0,63 atau seharga Rp 7.300/kg Murah banget kan! Anggaplah beras itu semuanya kualitas medium (beras premium dan dedaknya buat saya saja) maka selisih harga (keuntungan kotor) adalah Rp 9.450 - Rp 7.300 = Rp 2.150 per kg!

Konsumsi beras nasional berkisar 2,5 juta ton per bulan. Anggaplah porsi Bulog 40% saja, yaitu sejuta ton. Maka laba Bulog sebelum dipotong biaya operasinal adalah 1 juta ton dikali Rp 2.150 per kg = Rp 2.150 miliar atau Rp 2,15 triliun!

***

Tampaknya saya belum terbangun juga dari mimpi... Sebelum diangkat menjadi Dirut Bulog dulu, saya sudah disumpahi tidak akan mendapat gaji, allowance ataupun fasilitas kantor lainnya. Bahkan pulsa, kuota dan nasi bungkus untuk makan siang juga harus bayar sendiri.

Saya ini lagi bokek berat tapi saya ingin jalan-jalan ke Maldives. Kebetulan pas ada hari kejepit pada bulan depan. Saya lalu menelfon kokoh Liem juragan beras di seputaran Cipinang, "Koh, beras Bulog tinggal dikit, you punya stok untuk cadangan Bulog gak ya?"

Besoknya harga beras di Pasar Induk Cipinang merangkak naik. Pasokan beras keseluruh pasar di Jabodetabek langsung berkurang separuhnya, sebagai bagian dari Shock teraphy pertama! Lalu saya menelfon kokoh Boen, juragan beras di seputaran Cipinang juga, "koh, gua punya stok 100 ribu ton, tapi harganya sembilan enam ya, cengli kan?" Dari seberang terdengar suara orang setengah berteriak,"Cengli boss..."

Besok saya prediksi harga beras di Cipinang akan berkisar Rp 10.000 per kg. Jadi mulai besok juga saya persiapkan Operasi Pasar selama sebulan dengan melepas 200 ribu ton dengan perincian 100 ribu ton keseluruh pasar di Jabodetabek, dan 100 ribu ton sisanya ke gudang kokoh Boen... 200 ribu ton dikali Rp 9.450 per kg (HET) semuanya akan disetor ke kas Bulog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun