Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) adalah salah satu destinasi wisata alam terkemuka di Indonesia, dikenal karena lanskapnya yang menawan seperti Gunung Bromo, Laut Pasir, dan Gunung Semeru. Namun, di balik keindahannya, kawasan ini menyimpan berbagai potensi bahaya yang dapat mengancam keselamatan pengunjung dan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, penerapan manajemen risiko menjadi aspek penting dalam menjaga keseimbangan antara keamanan wisatawan dan kelestarian ekosistem.
Manajemen risiko dalam konteks pariwisata bertujuan untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan potensi bahaya yang dapat terjadi di suatu destinasi. Di TNBTS, tantangan utama yang dihadapi meliputi aktivitas vulkanik, kebakaran hutan, cuaca ekstrem, serta dampak overtourism terhadap lingkungan. Tanpa pengelolaan yang baik, ancaman ini dapat menimbulkan risiko serius, baik bagi wisatawan maupun bagi keberlanjutan ekosistem taman nasional.
Risiko Aktivitas Vulkanik
Sebagai gunung berapi aktif, Gunung Bromo telah beberapa kali mengalami erupsi, yang dapat menyebabkan abu vulkanik, lontaran material pijar, hingga gas beracun. Misalnya, pada Januari 2025, pendakian ke Gunung Semeru ditutup sementara karena cuaca buruk dan aktivitas vulkanik yang meningkat. Untuk mengantisipasi bahaya ini, pihak pengelola taman nasional bekerja sama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dalam pemantauan aktivitas vulkanik. Informasi terkini mengenai status gunung diumumkan melalui papan peringatan di pintu masuk kawasan serta melalui kanal resmi agar wisatawan dapat mengetahui kondisi terkini sebelum berkunjung.
Kebakaran Hutan
Selain ancaman vulkanik, kebakaran hutan juga menjadi masalah serius yang sering terjadi di kawasan ini. Salah satu kasus yang cukup besar terjadi pada September 2023, di mana kebakaran dipicu oleh aktivitas pengambilan foto prewedding yang menggunakan flare. Insiden ini menghanguskan area yang cukup luas dan menyebabkan penutupan sementara beberapa jalur wisata. Untuk mencegah kejadian serupa, pengelola menerapkan kebijakan ketat terkait penggunaan api terbuka serta meningkatkan patroli di area rawan kebakaran. Edukasi kepada pengunjung mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan juga semakin digalakkan agar wisatawan lebih bertanggung jawab dalam beraktivitas di dalam kawasan taman nasional.
Dampak Overtourism
Lonjakan jumlah wisatawan, terutama saat musim liburan, juga membawa tantangan tersendiri dalam manajemen risiko. Overtourism dapat menyebabkan degradasi lingkungan, seperti peningkatan jumlah sampah dan tekanan terhadap flora serta fauna di kawasan tersebut. Untuk mengatasi hal ini, pihak pengelola menerapkan sistem kuota wisatawan agar jumlah pengunjung tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan. Program edukasi dan kampanye kesadaran lingkungan juga terus digalakkan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab wisatawan dalam menjaga kebersihan dan kelestarian alam.
Dalam aspek pengelolaan keuangan, penerapan sistem transparansi dalam pengelolaan dana konservasi juga menjadi langkah penting dalam menunjang keberlanjutan taman nasional. Dana yang diperoleh dari tiket masuk dan berbagai program konservasi digunakan untuk memperkuat infrastruktur, pemeliharaan kawasan, serta pelaksanaan berbagai upaya mitigasi risiko yang telah dirancang.
Cuaca Ekstrem dan Medan Berbahaya
Ancaman yang disebabkan oleh faktor alam dan manusia juga sangat berdampak besar, kondisi cuaca ekstrem dan medan yang menantang di TNBTS juga menimbulkan risiko bagi keselamatan wisatawan. Pada musim hujan, jalur pendakian menuju Gunung Semeru sering kali mengalami longsor, yang dapat membahayakan para pendaki. Oleh karena itu, sistem peringatan dini mengenai kondisi cuaca dan medan terus diperbarui, serta aturan ketat mengenai perlengkapan mendaki diberlakukan untuk memastikan wisatawan dalam kondisi siap sebelum melakukan perjalanan.
Manajemen risiko di TNBTS sangat penting untuk memastikan keselamatan wisatawan dan keberlanjutan lingkungan. Dengan penerapan strategi yang meliputi pemantauan aktivitas vulkanik, pengelolaan kebakaran hutan, sistem peringatan dini terhadap cuaca ekstrem, serta pengendalian jumlah wisatawan, berbagai risiko yang ada dapat diminimalkan. Kolaborasi antara pengelola TNBTS, pemerintah, masyarakat lokal, dan wisatawan sangat penting dalam manajemen risiko. Edukasi kepada pengunjung mengenai potensi bahaya dan tindakan pencegahan yang harus diambil dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan dalam menghadapi situasi darurat. Oleh karena itu, kesadaran dan kepatuhan wisatawan terhadap regulasi yang diterapkan juga menjadi faktor kunci dalam menciptakan pengalaman wisata yang aman dan berkelanjutan di kawasan ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI