Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Novelet] Magnolia

18 April 2019   14:20 Diperbarui: 27 April 2019   09:52 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

         Part 9

Prev, Part 8

Magnolia menunggu jemputannya di depan toko bunga, tak biasanya terlambat. Tapi bukan itu yang ada dalam pikirannya, ia hanya heran-sampai detik ini ia belum pernah bertemu dengan sang pemilik toko. Katanya pemilik toko ini tinggal di luar kota dan cukup percaya pada semua karyawannya. 

Sibuk memikirkan hal itu, ia tak sadar sebuah mobil sudah berada di depannya. Dan seorang pria yang turun dari mobil menghampirinya. Pria itu memperhatikannya dengan senyum-senyum kecil.

"E-hem,"

Suara bariton itu membuyarkan lamunannya. Dan ia cukup terkejut melihat sosok di hadapannya.

"Nik,"

"Apa yang kaupikirkan hingga tak menyadari kedatanganku?"

"Ee, tidak. Tidak apa-apa, tapi... bukannya kata Ervan kau ada urusan penting?" 

"Urusanku sudah selesai," sahut Nikho lalu membukakan pintu untuk Magnolia sembari memberi isyarat untuk masuk.

Magnolia tersenyum lalu memasuki mobil, Nikho menutupnya dan menyusul ke balik kemudi. 

"Apakah belum ada perubahan pada adikmu?" tanya Nikho saat ia mulai menjalankan mobilnya.

Magnolia memasang wajah sedih, "Aku tidak tahu harus berbuat apalagi, kondisi Orion tak menunjukan perubahan apa pun. Dan aku mulai takut, jika dia juga akan pergi," 

"Kenapa kau pesimis sekali, bukankah dokter berkata kemungkinan Orion sembuh itu besar,"

"Kalau begitu setidaknya dia bisa sadar, membuka matanya atau apa?" katanya dengan nada yang sedikit tinggi, ada rasa frustasi di dalamnya. Ia memang sudah cukup putus asa, Nikho bahkan sudah membantunya dengan memindahkan Orion ke rumah sakit yang lebih baik. Tapi adiknya tetap saja seperti mayat hidup. 

"Kau percaya dengan keajaiban?" tanya Nikho tiba-tiba.

Magnolia menatapnya heran,

"Dulu, aku juga tidak percaya. Tapi belakangan-itu terjadi padaku," Nikho membalas tatapan Magnolia sejenak. "Orion akan membuka matanya, percayalah!" 

Magnolia masih menatap pria di sampingnya, ia masih berharap ia akan memiliki kehidupan normal dengan pria itu. Meninggalkan dunia kelam yang mempertemukan mereka, menciptakan dunia baru tanpa rasa takut, dunia baru yang akan mereka isi dengan senyum dan tawa. Bisakah? Sejauh ini ia bahkan jarang melihat senyum di wajah pria itu. Apalagi tawa. 

Nikho menghentikan mobilnya di halaman sebuah restoran. Magnolia tak perlu bertanya atau pun protes, tapi ia cukup terkejut dengan candlelight dinner yang ternyata sudah disiapkan oleh Nikho.

"Kau suka?" tanya Nikho saat mereka sudah duduk di sebuah meja yang telah dihias sedemikian indah. 

"Ini, ini indah sekali," pujinya. 

Mereka makan malam dengan perasaan bahagia, Nikho berhasil membuat Magnolia terkesan tanpa bimbinganku. Mungkin ia sudah mulai ahli dalam urusan cinta. Dan mungkin, keinginan Magnolia untuk bisa menjalani kehidupan normal bersama Nikho bisa terwujud. 

    * * *

Hari minggu ini Magnolia memutuskan untuk menemani Utari di rumah sakit saja. 

"Lia, bagaimana keseriusan huhunganmu dengan Nak Nikho?"

"Mama bicara apa?" elaknya.

"Kelihatannya dia pria yang baik, dan dia terlihat begitu menyayangimu,"

Magnolia terdiam. Ia melirik tubuh Orion yang terkolek,

"Dia memang baik, sayangnya dunia yang dia pilih-bukanlah dunia yang baik,"

"Masih ada waktu, kau bisa memintanya, agar dia bisa meninggalkan dunia hitamnya,"

"Tak semudah itu, Ma,"

"Tak ada yang tak mungkin," sahut Utari memberi kilat harapan di matanya, juga semangat kepada putrinya. Lalu ia menatap putra bungsunya, "Mama juga yakin, Rion pasti akan segera sembuh dan berkumpul lagi dengan kita,"

Keduanya menatap pemuda yang tergeletak lemah di ranjang itu. 

   * * *

Sudah dua hari ini, Nikho tiba-tiba saja menjadi aneh. Ia selalu menolak mengangkat telepon dari Magnolia, juga tak membalas pesannya. 

Padahal hubungan mereka baik-baik saja, mereka tak bertengkar sebelumnya. Bahkan pertemuan terakhir begitu romantis. Begitu indah.

Magnolia sangat gusar, ia khawatir terjadi sesuatu pada Nikho. Maka ia terus mencoba menghubunginya, namun tetap sama. Tak pernah ditanggapi.

Akhirnya Magnolia menghubungiku, "Aku tak mengerti apa maksudmu?"

"Van, Nikho tak pernah mengangkat telpon dariku. Dia juga tak menjawab pesanku, dia baik-baik saja, kan?"

Aku diam sejenak.

"Setahuku dia baik-baik, kami memang sedikit sibuk dengan beberapa urusan,"

"Sesibuk itukah sampai tak bisa membalas pesanku, walau hanya satu kata?" namanya mulai dibumbui amarah. 

"Lia, belakangan aku sibuk sekali. Jadi kemarin saja aku tak bertemu dengan Nikho sama sekali,"

"Sungguhkah?"

Kukedikan bahu seolah wanita itu bisa melihatnya, tapi sepertinya ia pun mengerti. Lalu kami menyudahi perbincangan kami.

Tapi sepertinya Magnolia tak puas dengan jawaban yang ia dapat, maka ia pun nekat mendatangi rumah Nikho.

Dua penjaga di pintu gerbang langsung mempersilakannya masuk karena sudah cukup mengenalnya. 

Ketika Magnolia bertanya dengan kepala pengurus rumah,

"Tamu,"

"Iya, Nona."

"Apakah sudah lama tamunya datang?"

Pria setengah baya itu hanya mengangguk. 

"Lalu, kira-kira kapan mereka selesai bertemu?"

"Saya tidak tahu, karena...." pria itu tak melanjutkan kalimatnya, seperti menutupi sesuatu.

"Ada apa?" tanyanya heran.

"Maaf, Nona. Mungkin sebaiknya Nona pulang saja, nanti akan saya sampaikan ke Tuan Nikho kalau Nona datang,"

Magnolia merasa ada yang tidak beres, tak biasanya Nikho seperti ini.

"Aku akan menunggu di sini," katanya sembari duduk di sofa. 

Pria itu menatapnya dengan tingkah gusar.

Magnolia melirik. "Dan aku tidak suka ditonton, bisa kau pergi?" usirnya. 

Pria itu akhirnya membiarkan Magnolia duduk seorang diri di ruang tamu. Tak ada yang magnolia lakukan selain duduk dengan perasaan tak menentu, hingga hampir setengah jam ia duduk di sana.

Akhirnya ia pun tak bisa lagi menunggu. "Ini keterlaluan!" kesalnya sembari berdiri. Ia menatap ke lantai atas. Siapa tamunya hingga Nikho tak ingin diganggu, bahkan bertemu se-lama ini!

Ia pun berjalan menaiki tangga, setelah sampai di lantai atas ia berjalan perlahan menuju ruang kerja Nikho yang berada di lantai itu. Pelan-pelan ia pun membuka pintu ruangan itu dan melongok ke dalam. Terserah kalau nanti pria itu akan marah, tapi apa yang ia temukan? Ruangan itu kosong.

"Kenapa tak ada siapa-pun, lalu mereka bertemu di mana? Apa mungkin di kamar Nikho?" pikirnya lalu menggelang. Tapi tak ada salahnya kan jika dirinya mengecek ke sana.

Maka Magnolia pun berjalan ke arah kamar Nikho. Ketika hampir sampai ia mendengar suara. 

Suara Nikho.

Dan seorang wanita. 

Jantung Magnolia berdetak menjadi lebih kencang, kenapa ada waita di kamar Nikho? Apakah tamunya wanita! Tapi kenapa di kamar Nikho?

Ia tak ma berfikir buruk dulu, maka ia pun melangkah lebih dekat. Ternyata pintu tak tertutup dengan benar, sehingga kini suara dua orang itu terdengar lebih jelas. 

"Ah, Nik. Jangan begitu," seru wanita itu dengan nada manja,"

"Bukannya kau suka, sayang?"

Mata Magnolia melebar. Apa? Sayang!

Magnolia menggelengkan kepalanya pelan. Ini tidak mungkin! 

Nikho!

Nafasnya mulai tak beraturan, dengan perasaan yang bercampur. Ia pun mengangkat tangannya untuk mendorong pintu itu agar terbuka lebih lebar sehingga ia bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam. Dan berharap, mungkin ia hanya salah dengar!

-----o0o-----

Next,    Part 10 || baca juga, Part 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun