"Aku lapar, bagaimana kalau kita makan!" ajakku mengalihkan.
Keyra menatapku penuh selidik. Dia bukan gadis bodoh, tentu dia curiga terjadi sesuatu padaku.Â
"Kau sungguh baik-baik saja?"
Kuberi ekspresi bodoh, "Memangnya apa yang terjadi padaku? Tentu aku baik-baik saja,"
"Aku hanya khawatir, pertama kali kita bertemu-keadaanmu sangat mengerikan,"
"Menyedihkan-lebih tepatnya, seperti gelandangan yang dikeja razia," sahutku memotong kalimatnya dengan nada muak.Â
"Tidak sepenuhnya seperti itu," elaknya.
Kami bertatapan.Â
"Kau memang aneh, berantakan, dan seperti buronan polisi. Bisa saja kau memang seorang penjahat, tapi saat kau bilang-aku percaya begitu saja. Mungkin itu bodoh!" makinya. Dia menghela nafas dengan lembut. "Saat melihatmu terlelap, aku tidak tahu-kau ... terlihat sangat manis. Kau lebih terllihat seperti anak kecil yang tersesat,"
Ada debaran aneh yang muncul di dalam dadaku hanya dengan mendengarnya bicara.Â
"Lalu orang-orang itu datang, tiba-tiba kau sekolah di sini, tinggal di dekat rumahku. Apa kau sungguh kabur dari rumah? Kenapa mereka tidak membawamu pulang? Dan tiba-tiba saja, kau dekat dengan Magie!"