Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Cerpen Revisi" Ayah dan Wanita Itu

3 Mei 2018   15:34 Diperbarui: 3 Mei 2018   16:55 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: id.gofreedownload.net

Malam itu Ted mengajakku pergi ke caffe bersama teman-teman yang lain untuk menghibur Rifa yang baru saja ditinggal cewenya tunangan dengan pemuda lain. 

Si Feri yang mulutnya memang ember selalu membuat suasana menjadi ramai, dan biasanya akan menyindirku yang hingga kini tak berani menyatakan cinta pada Marwa. Bukannya aku pengecut, hanya saja aku sudah terlanjur berjanji pada Ayah dan Bunda bahwa aku tidak akan pacaran sebelum mendapatkan gelar akademikku dan mendapatkan pekerjaan mapan. 

Meski secara finansial aku tidak kekurangan apa pun karena Ayah adalah seorang JM di sebuah perusahaan ternama, namun sejak kecil kemandirian sudah diterapkan di dalam hidupku. 

"Terus kapan kau mau nembak si Marwa, nanti keduluan orang baru tahu rasa!" Celetuk Feri,

"Kalau sudah tak dapat jatah ya cari yang lain, cewe kan tak cuma si Marwa di dunia," sahut Ted dengan logat bataknya. Aku hanya menggeleng dengan senyum tipis.

"Eh, Dam. Itu bukannya Ayah kau?" tiba-tiba Ted berganti topik seyara menatap ke sebuah meja di sudut ruangan. Seketika mata kami semua tertuju ke tempat itu.

"Ayah," desisku lirih. Di sana, Ayah sedang duduk berdua dengan seorang wanita cantik. Mereka berbicara dengan sangat akrab. Dan wajah wanita itu tak asing bagi kami.

"Dam, lihat sendiri kan. Aku tidak berbohong," tukas Gilang. Kemarin Gilang sempat berkata bahwa dia melihat Ayah bersama wanita itu beberapa kali. Tapi aku tak mau mempercayainya karena aku tahu Ayah tak mungkin seperti itu. Namun sekarang....

Emosiku tiba-tiba memuncak, apalagi saat kulihat Ayah menyentuh telapak tangan wanita itu dengan akrab. Tak menunggu aba-aba, langsung kumeloncat dari kursi dan berjalan cepat ke arah mereka. Tak memedulikan panggilan teman-temanku. 

"Jadi seperti ini kelakuan Ayah di belakang Bunda!" teriakku membuat kedua insan itu terlonjak dan berdiri seketika. 

"Adam," desis Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun