Aku duduk di lantai sambil menghadap sofa. Kuraih tangannya dengan kedua tanganku dan menggenggamnya. Tangannya terasa hangat. Kukira dia akan marah, tapi dia menoleh dan menatapku, lalu tersenyum.
"Oh, tidak apa-apa. Kurasa ini pertama kalinya janji kita batal. Tidak apa-apa kok."
"Tapi noona... tak ingin tau apa yang terjadi?"
"Kalau kau ingin memberitauku, aku akan mendengarnya. Kalau tidak... kurasa alasannya pastilah kau ketiduran, iya kan?"
Aneh sekali. Kukira dia akan marah karena aku tau noona tidak suka dengan orang yang membatalkan janji begitu saja. Haruskah aku jujur padanya? Tapi aku tau dia kecewa. Meskipun dia berusaha menyembunyikannya, aku tau aku sudah membuatnya kecewa. Dia pastilah tadi menangis... mengabaikan fakta bahwa dia mungkin menangis di hadapan Bojin-ssi, dan jika fakta itu yang terjadi, itu sangat menyakitkan untukku, tak ada gunanya bagiku mengungkapkan kekhawatiranku soal itu padanya sekarang. Aku tidak mau membuat keadaan kami malah semakin tidak baik. Bagaimanapun awalnya semua ini salahku.
"Sebenarnya aku bukan ketiduran, noona. Tapi... mendadak salah seorang teman meneleponku dan meminta bantuanku karena dia baru pindahan, jadi... aku menemaninya dan... noona boleh bilang aku bodoh," jelasku lugas, "aku meninggalkan ponselku."
Aku harus berbohong. Aku tidak bisa menyebutkan nama Youngkyong sekarang. Memang benar tak ada apa-apa antara aku dan Youngkyong... tapi mengingat masa laluku dengannya, dimana Choeun noona tau jelas soal itu juga, rasanya tidak bijak jika namanya terseret untuk saat ini. Maafkan aku noona, aku berbohong padamu.
"Kau memang bodoh."
Dia menepuk kepalaku, tapi tidak lebih kuat dari biasanya.
"Jadi apakah aku dimaafkan?"
"Melihat usahamu berusaha mencariku..."