Mohon tunggu...
RamaReza
RamaReza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kalau ditanya Hobi mungkin hobi saya yang positif cuma berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Mau Hidup Demi Ekspetasi Orang Lain

31 Desember 2022   06:26 Diperbarui: 31 Desember 2022   06:29 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

 "Expectation is the root of all heartache",sebuah Quotes dari William Shakespeare yang sederhana dan lugas. Jika dipikirkan kembali memang ada benarnya,dimana kebanyakan rasa sakit hati kita diawali oleh ekspektasi kita yang terlalu tinggi.Entah itu berasal dari ekspektasi kita sendiri atau bahkan tanpa sadar kita hidup dengan upaya memenuhi ekspektasi orang lain.

Sebuah pengalaman ketika saya masih sekolah dasar, di mana di Indonesia sendiri standar kecerdasan seorang siswa maupun siswi didasarkan pada kecerdasan atau kemampuannya dalam pelajaran matematika. Hal ini cukup membuat saya kesulitan karena dari kecil saya sudah lebih tertarik ke arah ilmu ilmu yang lebih mengedepankan kemampuan menghafal dan memahami suatu bacaan.

Waktu kecil saya berusaha memenuhi ekspektasi orang tua yang juga menganggap bahwa kecerdasan seseorang diukur dengan kemampuan matematika-nya.

Saat kelas 5 SD saya dan dua orang teman diminta oleh wali kelas agar mewakili sekolah dalam olimpiade antar SD.Terjadi kebingungan waktu itu,siapa yang mewakili olimpiade IPA dan siapa yang mewakili olimpiade matematika.

Satu orang teman mundur karena merasa dia tidak pandai dalam kedua mata pelajaran tersebut.Waktu itu yang saya pikirkan tentang teman saya yang mundur adalah "Ah,cupu banget, cuma olimpiade doang. Soalnya sesusah apa sih".

Di sisi lain saya ingin memenuhi ekspektasi orang tua saya yang menganggap bahwa kecerdasan seorang anak dinilai dari nilai matematikanya.Saya memaksakan memilih olimpiade matematika padahal disisi lain saya sudah memiliki feeling bahwa ini akan lebih sulit dari yang saya bayangkan

Hari demi hari saya habiskan dengan latihan soal, membaca buku matematika, jam tambahan dari guru matematika.Hari olimpiade pun tiba,ketika memasuki kelas saya sudah merasa blank.Dan ya bisa ditebak,saya kalah total waktu itu,rangking 28 dari 32 peserta,dengan jumlah benar tak lebih dari 5 soal dari 40 soal. Kecewa itu pasti, malu pasti iya. Berharap menang agar bisa memenuhi ekspektasi orang lain justru berakhir demikian

Tidak dapat dipungkiri,bahwa manusia sebagai makhluk sosial tentu selalu berhubungan dengan orang lain dan tentu ada hasrat seorang individu untuk merasa lebih unggul dari individu lain agar mendapat pujian ataupun pengakuan.Namun terkadang cara mendapatkan pengakuan ini lah yang salah,dimana beberapa orang lain rela memenuhi ekspetasi orang lain agar mendapat pengakuan dari orang lain. 

Ketika kita terlalu sering berusaha memenuhi ekspetasi orang lain tentu kita akan kehilangan jati diri kita sendiri.Semua orang itu unik,setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.Justru keunikan itulah yang biasanya dikenal dan ingat oleh orang lain.

Bahaya lain berusaha hidup dengan menjalani ekspektasi orang lain adalah merasa terbebani dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.Tentu kita akan merasa terbebani karena tujuan yang kita tetapkan dalam menghabiskan hidup kita adalah bukan tujuan yang kita tetapkan sendiri tetapi tujuan yang diinginkan oleh orang lain.

Ada sebuah pandangan yang saya nilai cukup menarik dalam ajaran Yudaisme "Kalau engkau tidak menjalani hidup demi dirimu sendiri,siapa yang akan menjalaninya demi dirimu?" Saat seseorang mencari pengakuan dari orang lain, saat seseorang memandang dirinya hanya berdasarkan penilaian orang lain, pada akhirnya dia sama dengan orang yang sedang menjalani kehidupan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun