Mohon tunggu...
Yudi Hartono
Yudi Hartono Mohon Tunggu... -

lahir di sumenep,23 april 1987, aktifis PMII situbondo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Hukum Tanpa Penegak Hukum

11 Februari 2012   03:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:48 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik



Oleh: Yudi Hartono*

Indonesia kita akui adalah negara hukum yang berlandaskan pada pancasila, UUD 1945, serta berbagai produk hukum lainnya sebagai pijakan penegakan hukum Indonesia. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan.

Sinergitas dari semua penegak hukum senantiasa akan menghasilkan produk sebagaimana amanah dari produk hukum itu sendiri. Selain itu, setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi,sepert: pertama institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; kedua budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan ketiga perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materielnya maupun hukum acaranya.

Hukum tidak mungkin akan tegak, jika hukum itu sendiri tidak atau belum mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak mungkin menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya penegakan hukum tetapi juga pembaruan hukum atau pembuatan hukum baru.

Kepuasan masyarakat terkait pemerintahan negeri terus menurun dan pesimistis atas penegakan hukum. Salah satu bobrok hukum yang dipertontonkan adalah kasus korupsi, mafia hukum dan kasus memalukan lainnya. Seorang koruptor, yang dijerat hukum bisa dengan pelbagai cara melepaskan diri dengan alasan alat bukti kurang. Misalnya tidak ada barang bukti yang mendukung kejahatannya sehingga dengan mudahnya mereka meghirup udara bebas.

Penegak hukum memang tidak memiliki moral lagi, mereka cenderung lebih berani melawan rakyat kecil dibanding orang berduit sehingga tidak berlebihan kalau negara kita di nahkodai segelintir manusia berduit. Pemberantasan korupsi yang tebang pilih menunjukkan penegakan hukum di Indonesia masih dipengaruhi kepentingan politik yang sangat kuat. penegakan hukum saat ini tajam sebelah. Bagian yang tajam hanya berlaku untuk kasus-kasus yang melibatkan lawan politik partai penguasa dan masyarakat kecil. Maka tak heran, banyak pejabat berbondong-bondong masuk partai penguasa tujuannya hanyalah menumpuk kekayaan pribadi dengan segala cara baik korupsi, dan berbagai bentuk memalukan lainnya.. Banyak kepala daerah berbondong-bondong masuk ke partai penguasa. Sepertinya di situ terasa lebih nyaman berlindung terutama ketika mereka tersandung kasus korupsi.

Ada dua titik yang paling bahaya kalau dijangkiti oleh korupsi. Pertama, sektor penegakan hukum karena dia mengawal, memutus, dan memproses kejahatan. Sektor kedua adalah politik karena sektor ini menempatkan orang sebagai menteri dan birokrasi kelas atas yang hari ini mengambil keputusan di negeri ini. Kita hanya menjadi penonton setia menyaksikan para penguasa menikmati singgasana kekuasaan menari diatas segala penderitaan rakyatnya.

Kasus lain yang menyayat hati adalah pelindung kita terlibat pelanggaran HAM, polisi hanya pro terhadap para pemilik modal sehingga atas dasar pengamanan mereka tidak segan-segan menyiksa dan membunuh rakyat yang mempertahankan haknya. Namun ironisnya ketika rutan justru dijadikan pelanggaran hukum seperti produksi narkoba dan lain sebagainya.

Pasal 1 angka 2 Kepmen tahun 1958 disebutkan bahwa rutan dipimpin oleh seorang kepala dan melakukan perawatan. Maka kepala rutan harus bertanggung jawab setiap tindakan yang ada di rutan. Namun Dalam hal perawatan, tidak secara jelas dirinci kan tentang hal-hal apa yang terkait di lakukan perawatan. Inilah yang menjadi celah dari kepala lapas itu sendiri, yaitu dengan mekakukan perawatan yang dianggapnya benar terhadap lapas yang dipimpinnya.

Menegakan hukum tanpa keadilan akan menimbulkan dosa sosial. Artinya masyarakat dan negara akan semakin kacau kalau penegakan hukum tidak mampu memberi kebenaran dan keadilan pada masyarakat. Penegak hukum dalam suatu pemerintahan negara hendaknya tegas untuk menghukum para penjahat dan memberi penghargaan atau hadiah kebahagiaan para rakyat yang berbuat baik, benar dan berjasa memberikan kontribusi aman, damai dan sejahtera pada kehidupan masyarakat dalam suatu negara.

Menghukum penjahat dan memberi penghargaan pada mereka yang berjasa merupakan dharma negara bagi pemerintahan negara yang baik. Dengan demikian tujuan hukum adalah untuk tegaknya keadilan. Hukum dibuat bukan sekadar untuk menata prilaku anggota masyarakat. Hukum dibuat untuk menegakan keadilan dan kebenaran. Menghukum yang jahat dan menghargai yang bajik benar, baik dan tepat adalah suatu tindakan yang adil. Adil adalah memberi orang sesuai dengan haknya. Hak muncul dengan melakukan kewajiban dengan baik, benar dan tepat. Adil itu menghukum dan memberi penghargaan dengan benar, baik dan tepat sesuai dengan kewajiban yang dilakukan.

Para aparat negara-termasuk Satpol PP selama ini tampak belum juga mampu menghilangkan sikap militernya. Hingga mengorbankan rakyat sebagai dalih kepentingan negara. Dalam catatan kita telah terjadi banyak kasus peristiwa kekerasan oleh anggota kepolisian dengan jumlah korban yang tidak sedikit. Entahlah, apakah kasus-kasus itu murni kepentingan kelompok atau memang telah terjadi pergeseran pola pikir dan karakter kepolisian sebagai lembaga yang seharusnya melindungi kita menjadi lawan dengan kekerasan yang ditimbulkannya.

Terbukti, misalnya, dalam kasus penyerangan terhadap Ahmadiyah atau pembakaran rumah ibadah, ataupun sengketa lahan yang belakangan marak terjadi, para aparat belum menjadi tentara rakyat alias masih menjadi tentara penguasa atau tentara pengusaha seperti dalam kasus Freeport atau dalam penanganan konflik Papua (OPM), kasus mesuji, kasus Bima dan lain sebagainya yang tidak dapat kita hitung secara keseluruhan. Tentu saja, hal ini bertentangan dengan komitmen Polri yang telah menerapkan Perkap No 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Harapan kita sebagai masyarakat Indonesia kembali kepada negara yang berlandaskan kepada hukum yang sesuai dengan amanah hukum itu sendiri bukan hukum yang ditunggangi kepentingan individu penguasa dan segelintir kaum ber-uang. Menjadikan hukum yang indah seindah negara Indonesia sebagaimana harapan para pejuang negara kita yang rela megorbankan seganya demi sejengkal tanah Indonesia.

Yudi Hartono, pengurus cabang PMII Situbondo

Alamat, Mimbaan-Panji-Situbondo

Hp. 087712802483/085230276361

Bank Muamalah, a.n.Yudi Hartono. no rek: 601923 916 7708299

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun