Mohon tunggu...
Tomy Bawulang
Tomy Bawulang Mohon Tunggu... Human Resources - Pembaca

Pendengar, Penyimak, , dan Perenung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Secangkir Kopi, Kenangan tentang Bu Winsu dan Anekdot Toilet Umum

27 Mei 2022   13:38 Diperbarui: 27 Mei 2022   17:55 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Winsulangi Salindeho. Sumber: ManadoPost

 

 

Entah kenapa, penggalan kenangan tentang Bu Winsu (Winsulangi Salindeho- Mantan Bupati Kepulauan Sangihe 2004-2011) menyeruak kembali diingatan pagi ini. Bayangan wajah Bu Winsu yang akrab ku panggil Opa Winsu dengan senyum khas nya ini begitu kuat menyeruak  bahkan secara imajinatif kulihat refleksi wajah ini tersenyum diatas kopi dalam cangkir batok kelapa yang sedang kunikmati pagi ini.

Bu Winsu memang menempati sebuah ruang khusus dalam space memori saya. Kekaguman saya pada Opa bermula saat beliau sebagai Bupati saat itu memberi materi pada pelatihan Prajabatan CPNS tahun 2004 dimana saya adalah satu dari ratusan CPNS yang menjadi peserta diklat wajib tersebut. Dalam materi yang sampai saat ini saya ingat betul, Opa Winsu menyatakan tentang betapa sulitnya melakukan koreksi sistem saat kita berada dalam sistem . 

"Sistem Birokrasi dan Pemerintahan itu ibarat Toilet Umum", demikian pembuka materi yang beliau sampaikan yang langsung menarik perhatian dan rasa penasaran saya untuk menunggu kelanjutan penjelasannya.

"Toilet Umum itu adalah tempat unik. Saat orang masih berada diluar, dengan entengnya kita teriak dan kritik toilet itu sebagai tempat kotor, menjijikan, dan berbau busuk" lanjutnya dengan gaya khas senyumnya yang legendaris. 

"Tapi,.. saat kita kebelet  dan masuk di dalam toilet umum yang kita maki maki, kita bisa berlama lama bahkan menikmati ketidaknyamanan dalam toilet itu" ucapnya lagi masih dengan senyum khasnya.

Hari ini kurang lebih tujuh belas tahun saya berkarir sebagai birokrat dan anekdot Bu Winsu tentang toilet umum ini tetap relevan dan menjadi bagian dari perenungan yang tak pernah lekang oleh waktu. Bu Winsu benar bahwa untuk bekerja dan membenahi sistem bukanlah hal yang mudah. Apalagi ketika kita bekerja dalam sistem hirarkis dengan budaya rigiditas dan senioritas yang kaku. 

Banyak kisah kisah birokrat progressive yang akhirnya mundur dan mengalah pada keadaan ketika hendak melakukan perubahan namun kondisinya justru berbalik menjadi boomerang pada diri sendiri. Tidak sedikit yang mengalami stress dengan kondisi seperti ini dan akhirnya bagi yang tidak memiliki pilihan karir dan jalan hidup yang lebih baik dari PNS pilihannya adalah berdiam diri, apatis, dan seperti kata Bu Winsu "berdiam dan menikmati" kondisi yang ada.

Ku sruput lagi kopi dengan refleksi Wajah Bu Winsu yang tersenyum dan seakan bergurau  "Butul toh Tomy yang kita bilang pa ngoni?"

Ilustrasi Bu Winsu tentang teriakan diuar "toilet umum" yang mencaci kebobrokan toilet umum, dalam konteks hari ini justru tidak hanya relevan dengan para birokrat. Hal ini juga sepertinya relevan dengan para politisi, komentator [media] sosial (buzzerp) dan para pihak yang suka bermain pada zona pinggiran kekuasaan. 

Tidak sedikit contoh yang tersaji pada kita bahwa seseorang yang begitu vocal mengkritik pemerintah namun ketika dia sendiri masuk dalam lingkaran pemerintah, suara suara ini terdengar sayup lalu menghilang. 

Tidak sedikit pula para politisi yang dulunya begitu kencang dan lantang mengkritisi kinerja pemerintah dan legislative namun berubah bisu saat mereka sendiri yang menjadi bagian dari pemerintah atau legislative. Fakta fakta ini membuat kekaguman saya pada figur Bu Winsu semakin bertambah. Bu Winsu adalah tokoh Politik yang matang dalam Birokrasi. Beliau adalah kombinasi dari figur politisi cerdas dan birokrat handal.

Teringat saat saya mau minta ijin untuk melanjutkan studi ke Australia ditahun 2006, Bu Winsu lah yang membukakan jalan. Saat itu, sebagai PNS yang baru, ada saja halangan untuk tidak mengijinkan saya melanjutkan studi. Padahal untuk melanjutkan studi ini saya mendapatkan beasiswa dari Australian Development Scholarship dan bukan dari APBD. 

Pagi itu saya melapor ke Bu Winsu dan menyampaikan bahwa katanya menurut aturan, sebagai pegawai baru saya tidak diijinkan untuk melanjutkan studi.

"Sapa yang bilang bagitu Tomy?" Kata Bu Winsu dengan nada sedikit meninggi.

"Dorang di BKD Opa" jawabku jujur.

"Bilang pa Dorang Kita Kase ijin" Perintah Bu Winsu.

"Kita nda berani Opa" jawabku ragu.

"Tunggu Kita telfon" kata Bu Winsu sambil mengambil telefonnya dan terlihat menelfon seseorang. Saya sengaja menjauh dari beliau dan tidak ingin menguping percakapan beliau namun terdengar jelas saat nadanya meninggi, 

"Kita yang Bupati bukang ngoni. Capat beking depe ijin kita tanda tangan !". Suara Bu Winsu begitu berwibawa ditelinga saya. Singkat cerita, proses pengajuan tugas belajar sejak perisitiwa itu alhamdulillah mengalir dengan lancar. Terima kasih Opa Winsu.

Sruput lagi Kopinya,... !

Suatu pagi di tahun 2010, saat saya telah kembali berkarir Sebagai PNS setelah tugas belajar di Australia, saya datang bertamu ke Bu Winsu di pendopo rumah jabatan bupati. Pagi pagi benar waktu itu, saya diterima beliau dengan santai dan masih mengenakan celana pendek ciri khas Bu yang dalam bahasa linguafranca Sangihe kami sebut "ponggo" atau "golpi".

"Opa, minta maaf ba ganggu neh" ucapku membuka percakapan.

"Kiapa le ngana, somo keluar negeri ulang komang ngana" Ucapnya seolah tahu apa yang ada di benakku.

"Iyo Opa, mo ke Amerika kita" ucapku ragu.

"Mo beking apa?" tanya Bu Winsu.

"Ada program Hubert Humphrey Opa, program ini khusus untuk mid-career  seluruh dunia yang dinilai  punya kapabilitas kepemimpinan dan bisa membawa perubahan global. Ini program sangat bergengsi Opa" jelasku penuh harap.

"Kapan mo berangkat deng berapa lama disana?" Tanya Opa.

"Kalo Tuhan sayang terpilih, kita mo berangkat Januari 2011 Opa kong ini Program satu tahun cuman ada kemungkinan mo tatambah kalo kita dorang kase beasiswa doktoral" Ucapku penuh harap.

"Tomy kita minta maaf. Kali ini komang kita nda mo kase ijin pa ngana" Kata Bu Winsu datar. Saya diam tak bereaksi.

"Kita butuh pa ngana di Sangihe mo baku bantu pa kita mo pilkada" Katanya.

"Aduh minta maaf Opa, kita kasiang nintau apa apa soal politik. Bukang kita pe bidang ilmu itu. Mungkin kita cuma boleh bantu deng doa pa Opa kalo soal itu" kataku berdiplomasi.

"Tomy, ngana jang pura pura bodok pa Kita. Ngana kira kita nintau, ngana pe papa dulu amper ta pecat gara gara ngana masih SMA so baku bantu ba kampanye PDI dengan cara ba distribusi kaos PDI ke wilayah Lehupu dan sekitarnya toh. Kita tahu angko pe hobi di politik". Kata Bu Winsu.

Saya tidak bisa mengelak karena memang itulah faktanya. Saat itu, ORBA berkuasa dan PDI belum terbelah, saya memang menjadi fans partai oposisi itu. DNA anti korupsi kolusi dan nepotisme dalam diri muda saya begitu kuat. Iklim politik saat itu dengan sentiment anti ORBA dengan mesin politik GOLKAR dan underbow underbownya begitu keras di tanah air.

Saat itu, saya sangat mengagumi orator orator PDI saat menyampaikan kritik kritik sosial yang pedas disetiap kampanye. DNA ini yang membawa saya menjadi penonton dan simpatisan hampir disemua kampanye terbuka dan rapat umum PDI. 

Orator politisi lokal Sangihe yang jadi idola saya saat itu adalah Bung Marslem Pulumbara yang juga merupakan menantu dari tokoh politik PDI legendaris Sangihe Talaud mendiang Opa Martinus Adare. Bung Marslem bagi saya adalah orator handal dengan gaya yang berapi api dan menyampaikan kritik kritik terhadap rezim orba secara lantang dan berani. 

Saya pun merapat ke kubu ini dan mendaftar menjadi volunteer mereka untuk membagi bagikan alat peraga kampanye berupa kaos di wilayah Tabukan Selatan Tenggara, dan sebagian wilayah Tabukan Utara. Tindakan saya inilah yang kemudian menjadi penghambat karir mendiang ayah saya di jaman orde baru.

Kopinya semakin enak,.. sruput lagi kopinya!


"Maaf Opa, kita memang nimbole bantu lebe. Dulu itu kita cuma iko rame. Mar kalo Opa mo maju kali ini di pilkada, kita musti kase tau pa Opa, Opa mo kalah telak!" kataku sekenanya.

"Kiapa ngana bilang kita mo kalah?" Kulihat Opa kali ini semakin serius.

"Opa masih inga toilet Umum? Nah Opa jadi orang yang maso toilet umum" Kataku dengan nada yang tidak kalah serius.

"Apa ngana pe maksud?" tanya Opa penuh selidik

"Bagini Opa. Isu yang paling central skarang saat  Opa Bupati adalah isu 'letter-S' alias nepotisme dan kolusi dengan semua warga Siau. Samua posisi posisi strategis musti orang Siau. Ini menimbulkan kecemburuan bagi yang bukan letter-S , Opa" Kataku meniru gaya komentator komentator politik yang ku tonton di TV. Opa terdiam.

"Ngana musti paham Tomy, seorang Bupati nda mungkin mo angkat orang yang tidak dikenal dengan baik karena itu beresiko" kata Bu Winsu seperti membela diri.

"Iya betul Opa, tapi disaat yang sama Opa menutup mata terhadap putra putra daerah lain yang mungkin punya kualitas yang sama tapi tidak memiliki kesempatan untuk dikenal Opa. Ini yang menurut kita kegagalan Opa dalam reformasi birokrasi. Opa nda punya sistem merit yang terstandard, objektif dan transparan". Kataku sedikit menguliahi Opa.

 Opa kembali terdiam.

"Kong menurut ngana, apa dang yang kita harus beking" tanya Opa serius.

"Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang" Ucapku bercanda sambil mengutip ayat alkitab yang disambut tonjokan Opa pada perut saya sambil mengumpat "Keode ngana!".

Saat saya di Amerika tahun 2011, ku dengar kabar kekalahan Bu Winsu dalam Pilkada 2011. Prediksi candaan saya terbukti.

.... Sruput lagi kopinya,.. kini tinggal setengah gelas!

Sekembalinya saya ke Indonesia tahun 2017, saya bertemu Bu Winsu lagi diacara syukuran pelantikan Bupati Jabes Gaghana di sebuah Hotel di Manado. Saat itu saya diminta menjadi MC acara tersebut dan Opa saya minta menyampaikan sambutan dan nasehatnya sebagai tokoh masyarakat Nusa Utara. Hari itu Opa berpesan,

"Ngana bantu dan kawal Pak Bupati neh, Supaya Sangihe ada kemajuan lebih cepat" sambil menepuk pundak saya.

"So ngoni pe oras skarang mo kerja. Kita tinggal mo kase kase nasehat jo" ucapnya teduh.

Suatu ketika Opa geram dan sangat marah pada saya. Malam itu ku ingat betul, Sabtu malam tanggal 19 Mei 2018 hanya beberapa hari menjelang peringatan satu tahun kepemimpinan Bupati Jabes Gaghana di Sangihe, Opa menelfon saya.

"Tomy, kong ngoni so beking bagimana dang ini Sangihe? Somo satu tahun mar tuh pemerintahan rupa lebe kacau! " suara Opa begitu tinggi di ujung telfon. Saya gemetar mendegarnya.

"Bilang pa Jabes, fokus deng kase tegas mo pimpin daerah". Sambungnya masih dengan nada pada range oktaf kedua.

"Iya Opa" ucapku pendek.

"Somo satu tahun komang masa le itu pemerintahan blung stabil kong masih baku baku ciraro ngoni disitu. Akhirnya ngoni pe energi abis di bakalae trus." Ucap Opa masih dengan intonasi ketus dan saya masih tetap diam tak tahu harus menjawab apa.

"Kong ngana skarang diposisi apa dang?" tanya Opa.

"Kita staff di Bappeda Opa" 

"Apa ngana pe jabatan?" tanya opa lagi.

"Nyanda opa. Staff biasa" jawabku

"Kong Jabes pangge pa ngana cuma for mo jadi staf biasa? Lebe bae ngana nda usa pulang jo dari Australia" kata Opa.

"Nyanda Opa, kita ada baku bantu di Tim 7. Tim percepatan pembangunan". Jawabku sedikit membela diri.

"Kong Apa ngoni tim 7 da beking?" Tanya Opa penuh selidik.

"Da baku bantu siapkan baseline data untuk dokumen perencanaan Opa'. Jawabku

"Apale?" tanya Opa

"Torang da coba benahi target kinerja OPD deng da dorong untuk data base terintegrasi supaya ada standard dan ukuran capaian kinerja secara objektif Opa" jelasku.

"Bagus skali itu Tomy. Mantap komang kalo bagitu. Kong apa depe hasil?" Tanya Opa sedikit melunak.

"Nah itu Opa yang diluar komang torang pe kontrol" Kataku

"Kiapa?" tanya Opa

"Depe kendala, target target kinerja ini nda pernah di evaluasi secara konsisten oleh Komandan selaku pemangku kepentingan dan kebijakan. Akhirnya torang malah seakan akan jadi musuh bersama OPD. Dorang bilang itu cuman torang pe mau. Mulai dari target kinerja 100 hari pertama. 

Torang so bilang pa OPD bahwa ini akan dievalausi pimpinan daerah. Mar 100 hari pe lewat, ini nda pernah di evaluasi padahal sebelum 100 hari samua OPD kerja keras meski terpaksa karena kepala kepala OPD tako mo ta lengser. Kantor kantor rela kerja sampe subuh mo kase lengkap data deng dokumen perencanaan kinerja. 

Torang asistensi nonstop di Bappeda. Mar serta pe lewat 100 hari , Komandan rupa nda frek deng barang ini akhirnya ini jadi boomerang for torang tim 7 Opa. OPD OPD yang memang pada dasarnya merasa terpaksa dan blung tabiasa  dengan pola kerja berbasis data dan terukur bagitu, rame rame menuding bahwa torang tim 7 adalah tim super body yang cuma melaksanakan keinginan sendiri karena buktinya Bupati santai santai saja." Jelasku cukup panjang seraya curhat.

 "Nah, itu Jabes pe bodok!" Ucap Opa dengan nada yang kembali meninggi.

"Kong skarang apa ngoni pe kerja?" tanya Opa penuh selidik.

"Yah, mo kerja apa tre Opa. Karena sampe skarang pun torang baru satu kali di undang rapat resmi. So ada tim laeng yang skarang dampingi pa beliau" jelasku.

"Makanya kita telfon pa angko Tomy. Karena kita tahu angko adalah  konseptornya Jabes. Kan saat pidato pertama disyukuran di Manado taong lalu Jabes da cumu ngana pe nama .. dia bilang dia akan didampingi Doktor Tomy Bawulang dalam menjalankan pemerintahan agar ada percepatan percepatan. Iyo toh?" Kata Opa mengingatkan saya pada pidato awal Bupati Jabes Gaghana sesaat setelah pelantikannya.

 

"Butul Opa, begitu yang beliau bilang. Tapi kenyataannya nda begitu Opa. Kita juga malas mo badekat pa beliau kalo nda di panggil. Dan sampai hari ini kita jarang sekali dipanggil untuk berdiskusi atau setidaknya terlibat dalam proses proses perumusan kebijakan Opa. Cuman berapa kali torang tim 7 berinisiatif untuk menemui beliau menyampaikan pandangan pandangan terkait kebijakan beliau.

Torang ada inisiasi forum diskusi informal Komolang Megaghighile supaya kepala kepala OPD dan pemangku kepentingan boleh bo diskusi santai tanpa harus takut formalitas birokrasi. Mar ini cuman jalan satu  kali karena sekali lagi, mungkin ini dianggap nda penting. Akhir akhir ini hubungan torang deng beliau panas dingin sama deng flu Opa. Beliau nda butuh pa torang jadi torang so nda mau ba masoso karena kelihatanya beliau so enjoy deng depe gaya Opa." Penjelasanku panjang lebar ke Bu Winsu.

"Oh bagitu dang? Jadi ngoni cuma di pake beking depe bumper di depan publik supaya kalo ada apa apa itu ngoni pe salah kang? Kasiang katu ngoni dang, hahahahahaha " Ucap Opa mengejek saya sambil tertawa terbahak bahak diujung telefon.

 "Nda etis kita mo bela diri Opa. Mar meminjam kata Yesus, 'kamu sendiri yang mengatakannya' " kataku diplomatis.

"Memang benar Opa, akhirnya tercipta kesan dipublik bahwa torang ini adalah tim super body, berkuasa mengontrol semua kebijakan Bupati. Bahkan kalo boleh dibilang, di mata publik hele Bupati Babatuk itu stelan dari Tim 7" kataku.

"Memang bagitu noh yang kita dengar. Makanya kita telfon pa ngana ini Tomy karena terus terang kita marah deng kecewa pa ngoni yang kawal pa bupati. Mar sudahlah, kita paham. Kita kira koa Jabes so berubah" Kata Bu Winsu.

"Berubah apa Opa?" tanyaku penasaran.

"Sudah jo ngana mo cari tau Tomy mar seiring waktu ngana akan mangarti. Dia kita pe wakil Bupati dulu Tomy jadi kita paham skali apa yang terjadi skarang". Ucap Opa lagi.

 

"Kong bagimana ngana pe rencana dang?" tanya Opa.

"Kita mungkin mo kembali ke dunia kampus Opa. Mo ke IPDN" kataku.

"Lebe bagus ngana di pusat jo dulu untuk sementara. Mar ngana musti bale Sangihe sebab kalo bukang ngoni anak daerah yang mo bangun itu Sangihe sapa le yang mo peduli" Kata Opa penuh nasihat.

"Biar jo kita di Pusat Opa. Kan mo bantu daerah juga nda harus tinggal di daerah" kataku

"Salah ngana Tomy. Mo bantu daerah memang boleh dari mana saja. Mar kebijakan eksekutorial itu harus di daerah. Ngana cukup jo sekitar lima tahun di pusat dengan misi utama bangun jejaring dengan Kementrian Lembaga baru ngana babale" Kata Opa seakan mengultimatum karir saya.

"Torang liat nanti Opa. Kita mengalir saja dulu terserah Tuhan tuntun kamana nih jalan hidup" kataku.

"Ok, salam jo pa Pak Jabes, bilang masih banyak waktu mo kerja. Kerja kase bagus deng kase serius neh. Sekali lagi fokus ke hal hal yang substantif jang cuma seremonial seremonial kong segera konsolidasi tuh pemerintahan, masa somo satu taong masih kacau" Pungkas Opa sambil menutup percakapan kami malam itu.

... Uuuups Kopinya tinggal sedikit lagi. Sruput lagi kopinya ...!.

Berapa tahun berlalu setelah percakapan itu, saya tidak lagi terhubung dengan Opa Winsu, orang tua sekaligus Guru yang mengajarkan saya ilmu birokrasi empiris. Kabar terakhir saya dengar, beliau berpulang ke alam keabadian tahun lalu tanggal 15 Agustus 2021. Kenangan interaksi akrab dengan beliau selalu menjadi kenangan yang penuh pembelajaran.

Pagi ini, ditengah riuhnya pawai kendaraan melintasi kota Tahuna dengan panji panji dan baliho partai politik yang terpampang dimana mana yang menandai peralihan kekuasaan dari bupati Jabes Gaghana kepada Penjabat Bupati Ibu Rinny Tamuntuan, entah kenapa, wajah Bu Winsu dengan senyum manisnya yang kadang bermakna sinis begitu kuat menyeruak dari labirin memori saya. 

Dorongan untuk menulis pengalaman interaksi saya pribadi dengan tokoh masyarakat legendaris dan pamong panutan ini tidak sanggup saya tolak.

Padahal, memori saya dengan Opa Winsu jelas tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa peristiwa politik apapun di negeri ini. Atau mungkin anekdot Opa Winsu tentang "Toilet Umum" sebagai mesin pencetak manusia manusia bisu akan kembali mendapatkan pembuktian empiriknya? Saya tak tahu dan biarkan waktu yang membuktikan. Ini hanya catatan reflektif dan memori saya yang tidak penting bagi siapapun.

Ini celoteh ringan saya saat menikmati secangkir kopi buatan putri cantik saya Qiara yang merayu saya untuk menemaninya main layangan dan berenang di pantai Kolongan sore ini .

 "kalau tidak hujan ya nak". Kataku sambil mencium keningnya.

Uuuups Kopinya habissssssss .... !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun