Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Isyarat di Balik "Syahwat" Dua Poros

29 September 2023   19:45 Diperbarui: 2 Oktober 2023   17:14 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : www.liputan6.com

Kurang dari sebulan ke depan, pendaftaran bakal calon Presiden dan Wakil Presiden akan dibuka oleh KPU. Sementara hingga hari ini, baru 1 poros yang sudah lengkap memiliki Bacapres dan Bacawapres. Yakni poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang bakal mengusung Anies-Cak Imin (AMIN).

Poros PDIP-Ganjar dan KIM-Prabowo, alih-alih menetapkan bakal calon Wapres, belakangan malah seperti dipaksa ikut sibuk merespon wacana lama yang kini menyeruak kembali ke panggung pra-kandidasi elektoral. Bahwa ada kemungkinan Pilpres bakal diikuti oleh hanya dua pasangan calon (Paslon).

Merujuk pada keyakinan Jazilul Fawaid (Waketum PKB), orang yang pertama kali melontarkan wacana dua poros ini beberapa waktu lalu, serta respon dan pernyataan dari sejumlah elit partai, kedua poros dimaksud bakal mewakili dua polar (kubu) agenda besar politik. Yakni poros KPP yang merepresentasikan semangat perubahan dan poros bauran (Ganjar-PDIP dan Prabowo-KIM) yang merepresentasikan pilihan sikap politik keberlanjutan.

Lantas apa kira-kira yang sedang terjadi di panggung belakang proses pra-kandidasi Pilpres 2024 ini? Hingga demikian sulitnya kubu Prabowo-KIM dan kubu Ganjar-PDIP menentukan sosok untuk Bacawapres masing-masing, lalu tetiba mencuat kembali isu dua poros Capres-Cawapres. Padahal stok figur di masing-masing kubu sudah lebih dari cukup. Seperti ada beban politik yang menindih pundak para elit di kedua kubu ini.

Merebaknya kembali wacana dua poros ini pastinya tidaklah muncul dari ruang hampa kepolitikan elektoral. Di awal fase tahapan Pemilu dimulai, tepatnya menjelang proses pra-kandidasi beberapa bulan lalu, sudah tersiar kabar bahwa istana menghendaki Pilpres hanya diikuti oleh dua pasang calon yang keduanya merepresentasikan semangat keberlanjutan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.


Dalam kerangka keinginan itu maka hadirnya sosok Anies Baswedan yang sebelum dan sesudahnya diposisikan sebagai antitesa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dianggap merupakan ancaman. Karena itu sebisa mungkin Anies harus dihambat lajunya di pacuan kontestasi elektoral. Beberapa peristiwa politik mengindikasikan ini.

Mulai dari penyelidikan kasus balapan mobil Formula E yang digelar Anies waktu menjabat Gubernur DKI, hubungan Surya Paloh-Jokowi yang kurang harmoni pasca Surya dan Partai Nasdem mempromosikan Anies ke orbit pencapresan, hingga ke gangguan terhadap legalitas Partai Demokrat kubu AHY oleh Moeldoko cs. Demokrat adalah pihak kedua setelah Nasdem yang mengikuti jejak Surya Paloh.

Fakta dinamis kemudian Anies lolos dari lubang jarum, lalu mengajak Cak Imin dan PKB bergabung, dan kini menjadi satu-satunya poros yang telah memiliki Bacawapres dan Tim Pemenangan serta siap mendaftar ke KPU. Berlatar belakang inilah ada beberapa fenomena hipotetik yang dapat dibaca sebagai isyarat di balik wacana dua poros sekaligus syahwat untuk mewujudkannya sesuai keinginan mastermind tadi.

Partai-partai Insecure

Pertama, menguatnya kembali isu dua poros ini semakin mengonfirmasi bahwa partai-partai politik saat ini sedang mengidap insecure syndrome, rendah diri, tak pede dan tak berdaya di hadapan ambisi dan kepentingan para mastermind.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun