Sekedar sebagai catatan, saking cintanya pada Gajah Mada, mungkin juga sudah banyak yang tahu, jika diamati secara cermat, wajah Gajah Mada yang sering muncul di buku-buku sejarah maupun patung-patung Bhayangkara, sangatlah mirip dengan wajah Mohammad Yamin. Padahal, “wajah” Gajah Mada itu merupakan sebuah celengan terakota yang tersimpan di Museum Majapahit Trowulan Mojokerto. Bisa jadi, Mohammad Yamin, mengidentikkan dirinya dengan Gajah Mada, baik secara lahir maupun batin.
Terlepas dari cerita tentang wajah Gajah Mada, maka tak heran, jika di tahun 1928, Mohammad Yamin, muncul sebagai salah satu tokoh pemuda yang menggagas Kongres Pemuda II yang pada akhirnya melahirkan “Sumpah Pemuda”. Menurut Yamin dan kawan-kawan, Kongres Pemuda adalah jawabannya. Padahal, melaksanakan sebuah kongres di jaman penjajahan tentunya sangat riskan. Perlu keberanian, pemikiran, perhitungan, taktik dan strategi yang matang. Saat kaki salah melangkah ucapan salah disampaikan, bisa jadi peluru akan meletup dari ujung senapan. Tapi, Mohammad Yamin dan koleganya sangat yakin, apapun resikonya persatuan adalah modal utama mencapai kemerdekaan dan kejayaan seperti yang pernah diidamkan oleh pendahulunya Gajah Mada. Inilah mungkin sedikit benang emas Sumpah Pemuda dan Sumpah Palapa. Tidak bermaksud othak-athik mathuk, tapi di buku-buku sejarah tertulis begitu adanya.
Begitulah, sejarah selalu jadi kaca benggala. Dengan melihatnya, tidak perlu terlalu bangga akan kejayaannya. Tapi tidak surut langkah melihat banyaknya kegagalan yang pernah tersurat di dalamnya. Semangat dan nilai-nilai kebaikan dari peristiwa sejarah inilah yang patut selalu diteladani oleh generasi muda agar tidak pernah salah dalam melangkah. Maju terus putra putri Indonesia. Selamat Hari Sumpah Pemuda.