Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga Kebijakan Sahabat Rasulullah SAW Menghadapi Virus Ganas

19 Maret 2020   12:02 Diperbarui: 19 Maret 2020   12:03 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sahabat " Abu Ubadillah Ibn Jarrah ra" sosok sahabat setia dan dicintai Rasulullah SAW, bahkan mendapat gelar langsung dari Rasulullah SAW "Pemimpin Umat yang Kuat" harus wafat sahid karena Wabah Al-Thaun Awamis yang menular, begitu juga dengan Muazd Ibn Jabal, dan  Bagi seorang muslim, ketika Wabah menyerangnya hingga wafat, maka Rasulullah SAW menjamin dengan "mati sahid", karena itu merupakan rahmat Allah SWT bagi kaum muslimin. 

Wabah Al-Thaun Awamis bersumber dari sebuah tempat di Palestina dekat dengan Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa).[1] Wahab ini benar-benar sangat mematikan. Tidak tanggung-tanggung, sebagian dari sahabat besar Rasulullah SAW ikut menjadi sahid. Kurang apa kehebatan dan kesaktian sahabat, baik masalah iman, ilmu dan kesalehannya. Juga, sangat dekat dengan Allah dan Rasulullah SAW, dengan amal ibadahnya. Namun, tetap saja menjadi korban keganasan Al-Thaun.

 Ketika usia Abu Ubaidillah Ibn Jarrah memasuki 58 tahun, beliau memasuki kawasan negeri Al-Syam, sebuah negeri yang diberikahi. Al-Syam meliputi "Palestina, Syiria, Yordania dan Libanon". Saat itu negeri Al-Syam sedang diserang sebuah wabah yang sangat ganas (Al-Thaun Awamis). Siapa-pun yang terserang, sudah pasti meregang nyawa.

 Saat terjadinya Wabah Thaun yang sedang menganas dan mematikan, Umar Ibn Al-Khattab ra bersama sahabat-sahabat Rasulullah SAW sedang melakukan lawatan ke negeri Al-Syam, beliau berjumpa dengan rombongan sahabat Rasulullah SAW yang dipimpin langsung oleh Abu Ubadillah Ibn Jarrah ra yang memiliki tujuan yang sama.

 Tiba-tiba datang seseorang mengabarkan kepada kedua sahabat setia Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga. Bahwa, tempat yang akan dituju sedang terserang sebuah wabah yang mematikan. Setiap hari puluhan manusia meregang nyawa. Belum juga ditemukan obatnya. 

 Kemudian Umar Ibn Al-Khattab ra berkata, bermusyawarah dengan sahabat-sahabat yang turut serta dalam rombongan itu. Umar Ibn Al-Khattab ra berkata kepada sahabat "saya tidak akan meneruskan perjalanan ini karena akan tertular penyakit (Wabah Thaun yang mematikan". Walaupun ada yang mengusulkan agar rombongan yang dipimpin oleh Umar Ibn Al-Khattab ra tetap melanjutkan perjalanan menuju negeri Al-Syam. Karena sudah terlanjur. Namun, Sahabat Umar Ibn Al-Khattab tetap ber-Ijtihad kembali ke Madinah.

 Umar Ibn Al-Khattab ra tetap mengajak para sahabat yang ikut serta beserta rombogan ikut serta bermusyawarah secara demokratis. Itulah salah satu ciri khas pemimpin, tidak otoriter dan diktator. Mau mendengar saran dan pendapat sahabat-sahabatnya.

 Walaupun, tetap saja ada dua pendapat mengemuka. Sebagian meneruskan, sebagian lagi kembali ke Madinah, agar tidak banyak yang menjadi korban wabah tersebut. Walaupun, sahabat Ibn Abbas ra perbedapat, tetap saja tawakuf (mandeg) dialoga tersebut.

 Ketika dalam perdebatan yang sangat sengit antara para sahabat yang hadir pada saaat itu, tiba-tiba sahabat terkaya Rasulullah SAW Abdurrahman bin Auf ra berkata "saya mendengar bahwa Rasulullah SAW berkata "Jika Jika kalian mendengar wabah tersebut menjangkiti suatu negeri, maka janganlah kalian menuju ke sana, namun jika dia menjangkiti suatu negeri dan kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya" (HR Bukhari).

 Setelah mendengar pendapat Abdurrahman Ibn Auf ra, Umar Ibn Al-Khattab ra mengucapkan "Al-Hamdulillahi Rabbil Alamin". Dengan mantap, Sahabat Umar memutuskan kembali ke Madinah bersama rombongan. Umar Ibn Al-Khattab melihat kemaslahatan umat, yaitu menyelamatkan sahabat yang turut serta bersamanya. Sementara, jika terus melanjutkan, justru akan menimbulkan korban semakin banyak dari rombongannya.

 Nah, di sinilah perbedaan antara Umar Ibn Al-Khattab ra dengan Ubaidillah bin al-Jarrah ra di dalam mengambil sebuah Ijtihad. Rupanya, Ubaidillah Ibn Jarrah ra memutuskan tetap melanjutkan perjalanan di Negeri Al-Syam yang sedang terkena Wabah Al-Tha'un. Kemudian Ubaidillah ra berkata kepada Umar ra dengan nada yang kurang menyenangkan "Apakah kamu hendak lari dari takdir Allah, hai Umar?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun