Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Berhasil Membuat PDIP dan PKS Akur, Pilgub Jatim Memang "Amazing"

7 Februari 2018   15:54 Diperbarui: 8 Februari 2018   16:32 2498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: manado.tribunnews.com

Ada yang menarik pada Pilgub Jatim kali ini. Isu Syiah dan PKI sudah tidak serenyah setahun lalu. Orang pun saling melontarkan pertanyaan, "Kok isu itu tidak ada lagi? Ada yang mencoba menjawab dengan singkat dan padat, "Karena PKS sudah kolaborasi dengan PDI". Ketika mendengarkan jawaban singkat itu, kepala pun manggut-manggut.

Namun, ada yang bersyukur dengan kondisi seperti ini. Sebab, PKS yang antipati dengan PDIP, sekarang sedang mesra, walaupun ngakunya tidak kolaborasi, tetapi memang mendukung "Gus Ipul". Kali ini, PKS kayak remaja yang sedang jatuh cinta kepada gadis yang dibencinya. Mau bilang cinta malu, tetapi kalau tidak ketemu sehari saja, muncul rasa rindu. Orang bilang, benci tapi rindu.

Apapun partainya, pasti yang diuber itu kekuasaannya. Jadi, tidak ada kawan setia, dan juga tidak ada musuh abadi. Gus Dur sang Pendiri PKB saja harus kalah dan ngalah dengan anak buahnya. Dulu, Partai Keadilan, sekarang Partai Keadilan Sejahtera. Dulu, Partai Demokrasi Indonesia (PDI), sekarang menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Walhasil, dalam politik, apapun bisa terjadi, dalam waktu dan tempo yang sesingkat-singkatnya.

Nah, sekarang akan membincangkan warga Jawa Timur. Bagi orang Jawa Timur, khususnya warga NU, berbeda pendapat dalam politik sudah biasa, apalagi urusan Pilgub malah terbiasa. Walaupun, Gus Ipul dan Ibu Khofifah kalau ketemu sedikit malu-malu. Barangkali, dalam hatinya keduanya berkata, "Kita akan buktikan siapa yang layak mendapat kepercayaan dari warga Jawa Timur".

sumber gambar: http://kpud-sumenepkab.go.id
sumber gambar: http://kpud-sumenepkab.go.id
Yang jelas, ceto welo-welo, keduanya itu warga NU, lahir dan batin. Hanya saja, Ibu Khofifah itu darahnya hijau, kalau Gus Ipul darahnya hijau dan sedikit ada merahnya.

Para sesepuh dari Kyai NU, hendaknya memang bisa ngemong rakyatnya, bukan ikut serta dukung-mendukung. Sudah bukan zamannya, sesepuh NU ikut-ikutan politik dalam masalah Pilgub Jatim. Kalau bisa, sesepuh NU istighosah dan wirid, kalau perlu khataman 7 hari 7 malam, mendoakan agar keduanya mendapat yang terbaik.

Orang-orang sering bilang, "Gus Ipul karo Ibu Khofifah podo ae, podo NU-nya. Siapa pun yang menang, pasti NU yang menang."

Kemudian ada yang bertanya, "Terus ngapain Kyai-kyai dukung mendukung, kalau sudah ngerti, yang menang nantinya NU. Apalagi sampai ngajak santri-santri ikutan nyanyi yel-nyel dukung salah satu pasangan. Kan lucu...! Maklumlah, Kyai NU kalau tidak berpolitik, rasanya kurang legit. Walaupun sepakat pada khittah, tetapi semua sepakat untuk mengingkari. Kaya lagu Rhoma Irama, kau yang berjanji, kau yang mengingkari".

Jika yang menang dalam Pilgub Jatim itu pasangan Khofifah dan Emil Dardak, sudah pasti, 1000 % Muslimat NU-Santara akan bahagia. Bahkan yang sedang asam urat dan kolesterol pun, pasti akan tasyakuran atas kemenangan Ibu Khofifah. Wajarlah, karena memang Ibu Khofifah itu ibunya Muslimat Nusantara.

Namun, jika yang memenangkan pilgub itu pasangan Saifullah Yusuf dan Puti, kaum Ansor juga pasti pasti senang. Karena junjungan mereka berhasil menang. Ansor dan pendukungnya biasanya akan tasyakuran atas kemenangan itu. Yang kolesterol pun juga lupa dengan sakitnya, sehingga makan apa saja yang dihidangkan dalam tasyakuran itu.

Tapi, jika terlalu bahagia dulu ya. Jika pendukung Gus Ipul menang, dan ngilok-ngilokne (membully) pasangan Khofifah yang kalah, maka bapak-bapak Ansor dan pendukungnya akan sengsara. Kok bisa? Pasti Muslimat Nusantara, khususnya yang di Jawa Timur sepakat akan nyapeh (tidak dikasih jatahnya) bapak-bapak NU sementara waktu, selama hatinya masih sakit. Padahal, yang paling susah dalam kehidupan pria itu ketika istrinya menyapehnya di malam hari.

Sebaliknya, jika Khofifah menang. Bapak-bapak NU justru akan merasakan bahagia kwadrat. Bagaimana tidak, pasti ibu-ibu Muslimat akan bahagia. Efeknya, suaminya akan semakin dimanjakan. Ini hanyalah sebuah ilustrasi, hehe...

Bagi warga NU, sudah pasti sering mendengar pengajian kocak KH Anwar Zahid. Pilkada itu beda tipis dengan Pil KB. Jadi, jika salah satu dari calon itu terpilih menjadi gubernur. Maka, janganlah banyak berharap. Tetaplah berharap kepada Allah, tetap kerja keras seperti biasa. Kuli tetap kerja keras, parker, guru, guru ngaji, dosen dan dokter tetap pada posisinya masing-masing. Di mana pun, dan sampai kapan pun gubenur, bupati yang sudah terpih banyak lupanya dari pada ingatnya. Itu "lagu lama".

Di mana-mana, santri ketika muslim Pilkada, dan Pilpres, terlalu sering dieksploitasi oleh guru dan kyainya agar memilih dan mendukung calonnya yang di dukung Kyainya. Tidaklah heran, jika banyak sekali yel-yel yang mengajak mendukung salah satu dari pasangan. Sah-sah saja, yang tidak sah itu ialah jika menyudutkan dan membully salah satu pasangan yang sedang bertarung menuju Gubernur Jawa Timur.

Masing-masing kandidat memiliki peluang yang sama. Keduanya juga memiliki pengalaman yang luar biasa. Keduanya juga pernah menjadi anggota DPR. Keduanya juga pernah menjadi menteri. Jika Saifullah Yusuf itu penggurus PBNU. Maka, Khofifah itu menjadi pengurus Muslimat NU-Santara dan Arab Saudi. Keduanya harus pasrah dengan takdir politik.

Kedua pasangan Gubernur Jatim itu ibarat masakan yang lezat nan nikmat. Sedangkan, kaum muslimat NU, Aisyiah Muhammadiyah, Gp Ansor, dan seluruh warga Jawa Timur adalah calon pembelinya. Sudah pasti selera penikmat makanan berbeda. Tergantung bagaimana pendukungnya menawarkan masakan itu kepada masyarakat Jawa Timur.

Semakin cerdas seseorang marketing itu, akan semakin pintar ketika menawarkan calon gubernurnya. Dulu, banyak sekali orang yang berkata "haram hukumnya pemimpin wanita". Tapi dulu, zaman old. Justru sekarang lagi rame pemimpin dari kalangan wanita yang hebat, ramah, dan juga mengerti keluhan rakyatnya. Wanita itu bisa ngemong, ngendong, dan juga mengerti perasaan rakyatnya.

Dalam pilkada Jatim, yang menang nantinya adalah warga Jatim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun