Mohon tunggu...
Julian Haganah Howay
Julian Haganah Howay Mohon Tunggu... Freelancer - Journalist and Freelance Writer

Journalist, freelance writer and backpacker. "Menulis untuk pencerahan, pencerdasan dan perubahan.."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosialisme Untuk Pembebasan Papua

31 Maret 2016   14:56 Diperbarui: 1 April 2016   20:48 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Mencari dan menentukan formasi ideologi Sosialisme ilmiah yang kontekstual untuk Pembebasan Nasional Papua Barat

 

Latar Belakang

SITUASI kontemporer menunjukan bahwa perjuangan menuju cita-cita Pembebasan Nasional Papua Barat masih berada di simpang jalan. Cita-cita itu serasa makin jauh dan telah menemui jalan buntu. Tatkala kolonialisme dan imperialisme Indonesia yang disokong gurita-gurita kapitalis internasional dan nasional makin kuat menancapkan tentakel-tentakel penghisap atas tanah air Papua Barat yang kaya sumber daya alam (SDA).

Keberlangsungan kolonisasi dan imperialisasi tersebut dikontrol para elit oligarki politik nasional dan elit tentara (termasuk polisi) dalam rangka memperebutkan, menguasai dan mengelola sumber daya ekonomi-politik yang tersedia. Semua itu dilakukan atas nama NKRI yang tak terpisah dari Papua. Dalam skema itu, aparatus birokrasi sipil di Papua, politisi, kaum pemodal (kapitalis) dan borjuasi-feodalis lokal berperan sebagai instrumen pendukung.

Sementara segala perangkat pemerintahan, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, media, hingga institusi bersenjata (TNI/Polri) merupakan  instrumen penyokong ideologi dan nasionalisme Indonesia dalam menjaga ‘status quo’ penindasan dan eksploitasi atas tanah Papua. Kombinasi kekuatan-kekuatan inilah yang telah menjadi mesin penjajah bangsa Papua selama hampir enam dekade (2016). Terhitung sejak invasi militer Indonesia melalui operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 1961 silam.

Tak dapat dipungkiri, kolonisasi Indonesia telah membawa dampak negatif yang luar biasa bagi tanah air dan rakyat Papua Barat. Dimulai dari pengurasan sumber daya alam (SDA) Papua oleh jejaring korporasi global dan nasional yang direstui negara. Tanah dan kawasan potensial milik masyarakat adat Papua diambil alih atas nama pembangunan dan investasi di sektor pertambangan, kehutanan, pertanian hingga perkebunan sawit skala raksasa berbasis pemukiman kaum pendatang semisal transmigrasi.

Hadirnya negara Indonesia di tanah Papua juga menciptakan kebijakan politik pembangunan yang rasialis karena bias kaum pendatang (migrant biased policy). Hasilnya memicu migranisasi spontan yang tak terkendali di Tanah Papua, dominasi kaum migran atas fasilitas dan layanan publik, hingga dominasi sumber-sumber penghidupan ekonomi yang mestinya diisi oleh pribumi Papua. Geliat ekonomi pasar (kapitalisme) di Tanah Papua dan berkembangnya kawasan pusat pembangunan baru pun dengan cepat menggusur pribumi Papua dari atas tanahnya hingga kehilangan eksistensi diri.

Akibatnya masyarakat adat (pribumi) Papua sebagai bagian masyarakat adat internasional yang perlu dilindungi dan diberdayakan hak-haknya atas budaya dan sumber daya alamnya, kini terseok-seok menghadapi kekuatan negara dan modal yang menindas secara sistematis. Kondisi ini terjadi ketika ruang dimana mereka hidup dan sumber daya alamnya (SDA) telah dirampok demi pembangunan dalam konteks ke-Indonesiaan. Ribuan hektar hutan Papua telah ditebas, perut bumi dan lautnya masih terus dijarah untuk diambil isinya.        

Otonomi Khusus Papua memang telah hadir sejak 2001 melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 2001. Namun tidak membawa aroma afirmasi, proteksi, pemberdayaan dan kesejahteraan bagi rakyat Papua. Yang diperoleh justru malapetaka baru: pemiskinan sistematis, pembodohan hingga peminggiran (marginalisasi) orang asli Papua di tanah sendiri. Kemalangan tersebut kemudian diplintir sebagai kesalahan dan kebodohan orang Papua sendiri karena salah mengurus diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun