Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Donasi Kok Malah Merusak Hati

5 Oktober 2020   18:37 Diperbarui: 5 Oktober 2020   18:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi donasi (kompas.com)

Aku kagum pada mereka yang suka membantu dan sabar menghadapi orang yang kecanduan untuk selalu dibantu.

Dalam salah satu teorinya, temanku yang dipanggil suhu karena pengetahuan dan pengalamannya di dunia blog pernah bilang, "Robot Google itu meniru manusia. Dia menyesuaikan dengan kebiasaan kita, dan blablabla sekian banyak teorinya."

Dari apa yang akan kusebutkan berikutnya, aku pun setuju. Google memang meniru manusia. Kecerdasan buatan, kan!

Beberapa teman yang mampir ke blogku ada yang komplain. Kok ada iklan pesugihan? Ada iklan judinya! Dll.

Ini mirip dengan kasus iklan pada laman belajar anak. Atau dulu waktu iklan "aneh aneh" muncul di beranda FB, lalu yang buka sibuk menuding pemilik akun.

Ketika kukunjungi blogku sendiri, iklan yang muncul adalah platform menulis fiksi yang menjanjikan honor untuk episode premium. Ada juga iklan hosting, tools SEO, dan macam-macam lagi. Tidak satu pun iklan pesugihan maupun judi.

Oh ada iklan trading, tapi hanya sebentar. Ketika semua web, termasuk Kompasiana, yang terhubung dengan Google Adsense menampilkannya.

Baca juga: Suami-Suami Kaya

Sekarang yang sering kelayapan di dunia maya mulai mikir kalau mau komplain soal iklan. Sebab kerap kali iklan itu muncul di hadapannya, tapi tidak di gawai orang lain. Kita tau jawabannya.

Yup, iklan yang muncul menyesuaikan dengan minat kita. Tenang, ini bukan tuduhan. Google bisa menjejak hasil ketikan kita, bisa pula menyesuaikan dengan minat orang yang terhubung dan erat dengan kita.

Maka robot ini kemudian menampilkan hal-hal yang kemungkinan menarik perhatian kita. Bukan selalu berarti hasil pencarian, tapi apa saja yang mungkin tak sengaja terklik, lokasi akses internet, termasuk yang diminati orang-orang yang berinteraksi dengan kita.

Aku membenci sebuah media yang judulnya sering clickbait dan sengaja bertele-tele agar orang mengklik sekian halamannya sampai habis. Meski selalu kuabaikan, tapi portal berita menyebalkan itu terus muncul, bahkan dimasukkan Google dalam "berita yang dipersonalisasi untuk Anda".

Kepanjangan aku membuka tulisan ini. Padahal hendak menyampaikan keberatan pada pihak yang japri, kok malah membahas algoritma Google.

Jadi begini, sama seperti manusia, yang jika keseringan dibantu akan terus-menerus minta bantuan. Seolah-olah kewajiban kitalah untuk menghidupinya. Sekarang banyak iklan yang memborbardir email karena kita pernah berdonasi.

Aku tak keberatan jika sedang scroll medsos lalu muncul iklan donasi. Sama sekali tak keberatan, toh mereka tak minta banyak kan. Bahkan tidak ikut donasi pun tak masalah.

Tapi karena ketika kita donasi, sang penyalur meminta alamat surel, akhirnya mereka punya surel/email kita. Tak apa, bagus juga kalau mereka hendak melaporkan bukti bahwa donasi telah sampai pada yang berhak menerima.

Namun, kalau dengan memiliki email kita, lalu setiap ada proyek donasi mereka terus mengirim. Kok aku jadi keberatan ya. Mungkin karena aku punya bakat pelit. Abaikan saja, menandai sebagai spam juga tak tega.

Nah, ketika kemudian para penyalur donasi mengirim chat via WA, asli aku agak meradang. Aku hanya punya satu akun, di sanalah semua terkumpul. Chat job, tugas sekolah anak-anak, komunitas, keluarga besar, dll.

Baca juga: Pelit Termasuk Dosa Besar?

Biasanya aku pantang mengatur-atur privasi, menutupi ini itu. Foto profil bisa dilihat siapa saja, status pun begitu. Last seen, warna centang, pokoknya tak ada yang ingin kusembunyikan.

Tapi setelah dipikir-pikir, akhirnya ada juga yang harus kuubah untuk menghalau fitnah dan sedikit menenangkan kepala. Tadinya masih kubiarkan satu dua orang mengirim pesan dari nomor tak dikenal.

Yang sebelumnya masih kubalas, selanjutnya kuabaikan. Tapi makin hari kian nambah. Jadi maaf banget, kalau di antara yang baca tulisan ini adalah salah satu yang chat, nomormu kulaporkan ke WA. Tapi tidak kublokir kok.

Aku hanya ingin tau apa yang akan dilakukan pihak WA pada pihak yang mengirimi iklan dan semacamnya pada nomor yang tidak menyimpan nomor mereka.

Beda hal jika ada yang menyapa, lalu memintaku untuk menyimpan nomornya. Meski tak kenal, tetap kusimpan. Aku tau ia ingin aku melihat statusnya yang berisi iklan. Tak masalah, yang penting jangan nyepam!

Dan akhirnya, kumasukkan alamat email yang jarang dipakai saat mengisi kolom donatur. Tapi bagi yang minta nomor WA, mohon maaf aku batal donasi.

Ikhlas tak ikhlas itu urusan hati, aku cuma malas direcoki. Jadi pelit, kan. Gara-gara siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun