Aku punya teman yang luar biasa. Dengan melihat garis di dahimu saja, dia sudah tahu kalau kamu sedang bokek. Entah itu berlaku khusus untuk sahabatnya, atau memang semua kawan dan kenalan.
Tak cukup dengan mengetahui bahwa kamu sedang kurang duit, dia akan dengan senang hati menraktir, memberi pinjaman, lalu melupakannya. Kalau yang ini, berlaku tak hanya pada sahabat, baru kenal semenit pun dipedulikannya.
Sayang, firasat temanku ini tidak berlaku untuk hal lain. Misalnya bahwa kebaikannya kerap dimanfaatkan orang lain. Bahkan ketika itu terjadi dan terbukti, ia tak peduli jika terulang lagi.
Tapi bukan setan namanya kalau tak bisa merusak keikhlasan manusia. Ketika temanku ini sudah begitu terbiasa melupakan kebaikannya, orang yang mendapat manfaat kebaikan itu malah mempertontonkan hal yang tak perlu.
Kita beri saja temanku ini nama Kembang, biar mudah melanjutkan ceritaku. Karena Bunga sudah terlalu pasaran.
Kembang bercerita, ia akhirnya sakit hati juga melihat sikap seorang teman kami yang sengaja melupakan utangnya. Tumben pikirku, Kembang mengingat utang orang. Biasanya diberi begitu saja.
"Itu bukan utang makan, Kak. Kan akadnya kerja sama bisnis, harusnya kalau bangkrut adalah barang apa kek yang bisa dijual. Danaku itu katanya mau dipulangin karena barang-barang di dia semua, tapi sampai sekarang serupiah pun tak pernah transfer."
Bukan sekadar karena uangnya yang dua puluhan juta Kembang merasa kesal, tapi di medsos, teman tersebut kerap membagi foto jalan-jalan, makan di tempat mahal, dst. Jadi kusarankan Kembang untuk mengingatkan ybs, mungkin dia lupa.
"Sudah, bahkan kubilang cicil seratus ribu pun tak apa. Aku cuma mau lihat itikad baiknya, walau tak dilunasi pun tak masalah. Yang penting dia berusaha. Angsur utang tak mau tapi share foto makan enak terus, berarti dia mengabaikan perasaan orang!"
"Halah, baru sadar sekarang," sekitar itulah responsku.