Baru-baru ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) merilis data jumlah pelaku pasar modal di Indonesia. Per Agustus 2023, jumlah pelaku pasar modal meningkat sebanyak 1,15 juta menjadi 11,47 juta untuk total investor saham, reksadana, dan obligasi.
Khusus untuk investor saham, terdapat peningkatan 467 ribu sehingga jumlah investor saham  saat ini sebanyak 4,91 juta.
Jumlah investor saham syariah juga meningkat cukup signifikan. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir sejak 2018, terjadi peningkatan sebesar 182 % dari 44.536 investor menjadi 125.638 investor pada Juni 2023.
Meskipun data-data yang ada menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah investor dari waktu ke waktu, namun sebenarnya itu belum cukup menggembirakan karena dua alasan.
Pertama, dibandingkan dengan potensi jumlah penduduk kita yang berkisar dua ratusan juta jiwa maka jumlah investor pasar modal kita saat ini bisa dikatakan masih terlalu sedikit.
Kedua, bila mengingat usia pasar modal kita. Pasar modal di Indonesia secara historis sudah ada bahkan sebelum kemerdekaan. Sempat ditutup akibat beberapa hal, diantaranya perang dunia dan perang melawan penjajah, bursa saham diaktifkan kembali tahun 1977. Dengan demikian, bursa saham kita saat ini sudah berusia puluhan tahun.
Hal yang menarik, bahwa ternyata sampai saat ini masih banyak orang yang sering gagal paham terkait saham khususnya dalam dua hal besar sebagai berikut. Â Â Â
Pertama, meragukan saham sebagai instrumen investasi
Ahmad Sahroni, seorang politisi berlatar belakang pengusaha sukses dan kini menjabat sebagai legislator, beberapa waktu lalu dalam sebuah acara dialog mengatakan "Saya gak pernah mau diajak main saham, trading, emas karena bisnis yang tidak ada fisiknya, itu adalah judi".Â
Pernyataan dari seorang tokoh terkenal apalagi berlatar belakang pengusaha sukses seperti Sahroni, bagi kebanyakan orang biasanya otomatis langsung diterima dan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Seolah-olah tak boleh dikritisi apalagi dibantah.