Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ketika Pilgub Jambi Lagi-lagi Dimenangkan Eks Bupati

11 Desember 2020   01:04 Diperbarui: 11 Desember 2020   01:11 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana debat calon Gubernur provinsi Jambi (Kompas.com/Suwandi)

Pilgub Jambi 2020 diikuti tiga pasangan calon. Fachrori Umar yang berstatus gubernur petahana didampingi Syafril Nursal bersaing dengan pasangan Cek Endra-Ratu Munawaroh dan Al Haris-Abdullah Sani. Cek Endra dan Al Haris sama-sama mantan Bupati; Cek Endra di kabupaten Sarolangun dan Al Haris di kabupaten Merangin.

Hasil hitung cepat lembaga survei menunjukkan perolehan suara petahana jauh tertinggal dibandingkan dua pasangan lainnya. Dengan demikian hampir dapat dipastikan, Gubernur Jambi periode mendatang akan dijabat oleh eks Bupati. Pertanyaannya, Bupati yang mana? Cek Endra atau Al Haris?.

Jawabannya tentu saja menunggu pengumuman resmi dari KPU selaku penyelenggara apalagi hasil hitung cepat beberapa lembaga survei ternyata menunjukkan hasil yang berbeda. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memenangkan Al Haris, sementara Puspoll dan Charta Politica justru memenangkan Cek Endra.

Hasil ini semestinya tidak terlalu mengejutkan. Sejak awal memang sudah banyak yang memprediksi dua kandidat inilah yang akan bersaing ketat memenangkan kontestasi. Terbukti hasil hitung cepat lembaga survei kompak menunjukkan selisih perolehan suara yang tidak terlalu besar, di kisaran 2-3 persen.

Mengapa petahana justru tidak terlalu diperhitungkan? Tentu harus diingat bahwa di Pilgub sebelumnya tahun 2015, Fachrori Umar "hanyalah" pendamping Zumi Zola. Keduanya berhasil menumbangkan Hasan Basri Agus (HBA) yang berstatus sebagai petahana dan uniknya, pada Pilgub sebelumnya lagi di tahun 2010, HBA justru berpasangan dengan Fachrori Umar.

Kasus korupsi yang menyeret Zumi Zola seolah menjadi "berkah" bagi Fachrori yang kemudian naik menjadi Gubernur. Fachrori secara definitif ditetapkan sebagai Gubernur Jambi pada 13 Februari 2019.


Sedikit waktu tersisa, sepertinya tidak cukup bagi Fachrori untuk membuat karya monumental yang membekas di hati warga Jambi. Bisik-bisik kebanyakan warga mengatakan, nyaris tidak ada perubahan berarti yang bisa dirasakan.

Faktor lainnya kemungkinan adalah pemilihan pasangan. Jujur saja bila dibandingkan pasangan yang digaet Cek Endra dan Al Haris, maka nama pasangan Fachrori jelas masih agak awam di telinga warga Jambi. Bandingkan dengan nama Ratu Munawaroh yang merupakan ibu tiri dari Zumi Zola, istri mantan Gubernur Zulkfli Nurdin. Atau Abdullah Sani yang merupakan mantan Wakil Walikota Jambi.

Naik kelas

Siapapun yang nantinya akan ditetapkan sebagai Gubernur Jambi terpilih, sudah bisa dipastikan meneruskan tradisi mantan Bupati yang "naik kelas". Pada saat HBA terpilih di Pilgub 2010, ia berstatus sebagai mantan Bupati Sarolangun. Pada Pilgub 2015, gilliran HBA dikalahkan Zumi Zola yang merupakan mantan Bupati Tanjung Jabung Timur yang sarat dengan prestasi.

Menurut hemat saya, "persyaratan tak tertulis" pengalaman sebagai Bupati untuk menjadi Gubernur Jambi sebenarnya sudah cukup baik. Bagaimanapun, provinsi Jambi memiliki profil wilayah yang cukup luas sekaligus beragam.

Secara administratif provinsi Jambi terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota. Bila dilihat dari posisi kewilayahan barat dan timur, persentase distribusi penduduknya relatif seimbang, yaitu 52 % untuk wilayah Timur (Batanghari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi) dan 48 % untuk wilayah Barat (Kerinci, Kota Sungai Penuh, Merangin, Sarolangun, Bungo dan Tebo).

Di provinsi Jambi juga terdapat Kawasan Strategis Nasional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau Iingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. 

Kawasan Strategis Nasional dimaksud adalah Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Kawasan Taman Nasional Berbak, Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dan Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.

Berkaitan dengan isu/masalah yang paling sering menjadi sorotan di provinsi Jambi adalah tarik menarik kepentingan antara ekonomi dan kelestarian lingkungan. Bukan rahasia lagi, Jambi selain terkenal dengan potensi hutan dan keanekaragaman hayatinya juga terkenal dengan potensi tambang (batubara) di dalamnya. Beberapa waktu belakangan, penambangan emas (tanpa izin) secara massif juga mencuat dan menjadi masalah besar yang tak kunjung bisa diselesaikan.

Provinsi Jambi juga terkenal dengan potensi perkebunan kelapa sawit yang dikelola secara massif baik oleh individu maupun korporasi berskala nasional. Pada saat yang bersamaan, konflik tenurial maupun peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga seakan menjadi momok yang sangat menakutkan bagi warga.

Gubernur menjadi jabatan yang sangat strategis untuk menjawab isu ini. Di satu sisi, menjalankan tugas untuk mewujudkan kesejahteraan bagi sebanyak-banyaknya warga Jambi dan di saat yang bersamaan harus menjaga sekaligus bertanggung jawab terhadap keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup. 

Pengalaman sebagai Bupati semestinya menjadi modal awal untuk menjalankan amanah yang lebih besar. Tarik menarik konflik kepentingan ekonomi dan lingkungan juga marak terjadi di tingkatan hampir seluruh kabupaten. Dengan kata lain, menjadi Gubernur bisa dikatakan sekadar meluaskan cakupan wilayah kerjanya saja. Isu dan masalah yang dihadapi, relatif sama.

Di era otonomi daerah, Gubernur memang bukanlah atasan Bupati. Gubernur tak berhak memecat Bupati yang dianggap mbalelo atau tidak becus. Bahkan ada yang menyebut, secara kewenangan, jabatan sebagai Bupati sebenarnya justru lebih menggiurkan ketimbang menjadi Gubernur. 

Namun harus diingat bahwa sesuai ketentuan yang ada, Gubernur memiliki tugas dan wewenang sebagai wakil pemerintah pusat. Dengan demikian, penyelenggaraan pemerintahan di daerah kabupaten/kota tak akan pernah lepas dari intervensi Gubernur.  

Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2018 menyatakan, dalam menjalankan tugasnya, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memiliki wewenang untuk: membatalkan peraturan daerah kabupaten/kota, memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota terkait penyelenggaraan pemerintahan daerah, menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah antardaerah kabupaten/kota dalam satu provinsi, memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah kabupaten/kota dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Jadi sekali lagi, meskipun memiliki kewenangan yang terbatas, namun tugas dan wewenang yang diemban seorang Gubernur pun sebenarnya terbilang cukup menentukan maju mundurnya daerah kabupaten/kota secara khususnya dan provinsi secara umumnya.

Provinsi Jambi siap menyambut hadirnya pemimpin baru untuk lima tahun mendatang. Semoga saja, pemimpin yang terpilih benar-benar cakap dan bisa menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab. Bisa membuktikan kapasitasnya yang benar-benar layak "naik kelas" dari seorang Bupati menjadi Gubernur. Dan tentu saja, jangan sampai "turun kelas" lagi menjadi terpidana korupsi. Semoga

***

Jambi, 11 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun