Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melalui Permainan Sederhana, Anakku Antusias Belajar bersama Ibunya

2 Desember 2020   22:47 Diperbarui: 2 Desember 2020   22:52 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses belajar bisa dilakukan sambil bermain dan bermain tak perlu habiskan uang yang banyak.

Ini kesan yang paling saya tangkap dari cara istri saya mendidik anak kami, Vano. Sedikit perkenalan, kami menikah sekitar pertengahan tahun 2016 dan saat ini sudah dikarunai seorang anak laki-laki berumur 18 bulan.

Setahun setelah menikah, sebenarnya istri saya sempat divonis menderita satu jenis penyakit yang membuatnya harus menghadapi meja operasi. Dokter yang membantu proses persalinan istri saya sempat mengatakan bahwa kami termasuk pasangan yang sangat beruntung bisa mendapatkan momongan, bila mengingat riwayat penyakit yang diderita istri. Ya, kami pun tentu saja mengamininya.

Perjuangan bersama

Sebagaimana pasangan yang telah menikah, kehadiran si buah hati tentu saja hal yang dinanti-nantikan. Ketika masa itu tiba, bahagianya sungguh tak terkira. Itu juga yang kami rasakan saat pertama kali mengetahui istri saya sudah mengandung. 

Kami sangat bersyukur dan berjanji untuk memberikan yang terbaik serta menjaga amanah istimewa yang sudah diberikan Sang Pencipta. Saya kembali teringat proses penantian panjang sekaligus perjuangan yang sudah kami lalui bersama.

Mengapa perjuangan? Ya, buat saya, perjalanan penantian yang kami lalui sudah seperti medan perjuangan. Saat kami berharap bisa segera mendapatkan keturunan, malah dihadapkan kenyataan tentang penyakit serius yang ada dalam tubuh istri. Bukan main-main, penyakit yang diderita bahkan sangat mungkin memupus harapan kami untuk mendapatkan keturunan. Salah satu dokter yang sempat kami datangi sudah memvonis demikian. Beban mental dan perasaan terasa sangat berat kami rasakan saat itu.

Singkat cerita, operasi telah berhasil dilaksanakan. Dokter berpesan, kami baru boleh mulai merencanakan program kehamilan setahun berikutnya. Artinya, selama itu pula kami harus bisa menjawab pertanyaan orang-orang (teman maupun keluarga) terutama saat momen pulang ke kampung halaman.

Sebenarnya bukan sekadar menjawab, sekaligus juga menolak secara halus berbagai desakan dan saran khususnya dari keluarga yang kami yakini tujuannya baik tetapi tetap saja kami merasa tidak "sreg" melakukannya. Misalnya, ada keluarga yang sempat menawarkan jasa "orang pintar" yang konon bisa mengobati kami meskipun dari jarak jauh.

Kami selalu percaya saja bahwa bila memang sudah Tuhan tetapkan dan berikan, maka kami akan menerimanya. Kami teguhkan hati untuk serius menjalani pengobatan secara medis.

Pada saat bersamaan, istri saya juga sangat rajin mencari informasi tentang penerapan gaya hidup sehat. Kami semakin rajin mengonsumsi buahan dan sayuran segar sekaligus mengurangi secara drastis mengonsumsi makanan olahan apalagi cepat saji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun