Mohon tunggu...
Agus Sopiantoro
Agus Sopiantoro Mohon Tunggu... -

Seseorang yang ingin mejadi luar biasa karena tujuan yang sangat mulia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Manusia Sebagai Sasaran Utama Pendidikan

3 November 2013   03:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:40 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut pemikir Barat, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sulit didefinisikan. Ini karena mereka percaya bahwa manusia bukan hanya makhkluk jasmani, tetapi juga makhluk ruhani. Banyak filosof juga yang menolak mengatakan bahwa manusia termasuk makhluk ruhani. Sebab, bagi mereka tuhani itu sesuatu yang abstrak, tidak nyata. Sedang bicara soal manusia adalah bicara kenyataan. Namun tentu saja tidak demikian. Oleh karena itu tidak perlu repot-repot mencari definisi atasnya. Tinggal lihat saja rujukan (referensi) yang pasti benar ketika kita bicara tentang manusia, yaitu Al-Qur`an.

Ruh memang bersifat abstrak, dan tidak bisa kita gambarkan secara nyata. Namun hampir semua para filosof danilmuan sepakat bahwa manusia mempunyai ruh/jiwa (nafs). Sesuai dalam Al-Qur`an surah Al-Isra [17]: 85 yang artinya:

(Masalah) ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit (saja).

Dari penggalan ayat di atas menjelaskan bahwa manusia hanya diberi pengetahuan sedikit tentang ruh olehAllah Subhanahu Wata`ala. Dalam artian hanya beberapa orang saja yang Allah beri pengetahuan tentang itu dan hanya sedikit sekali. Yang jelas, masalah ruh adalah hak prerogatif Allah. Dia Yang Maha Tahu ruh itu apa, apa substansinya dan apa pula hakekatnya.

Pada dasarnya manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling kompleks, oleh karena itu susah untuk dijelaskan secara akal manusia. Di dalam Al-Qur`an, Allah menyebut manusia dengan beberapa istilah yang menunjukan peran atau fungsinya dan juga kualitasnya. Terkadang manusia disebut “al-insaan”, dalam kesempatan lain disebut “an-naas”, dilain juga disebut “Bani Adam”, anak cucu keturunan Adam. Penyebutan dengan berbagai istilah tersebut seolah-olah Allah ingin menunjukan bahwa manusia memang makhluk_Nya yang paling komplesk.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Q.S. A-Tiin [95] :4-6)

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat (karunia) Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya (menghitungnya). Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Q.S. Ibrahim [14] : 34

A.Fungsi Manusia

Secara sederhana, fungsi manusia dapat dikelompokan berdasarkan sebutan khas-nya di dalam Al-Qur`an, yaitu :

1.Manusia sebagai ins

Manusia hanya lihat sebatas aktivitas beribadahnya saja, yang sama dan sejajar dengan jin.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah_Ku. (Q.S. Adz-Dzaariyat [51] : 56)

2.Manusia sebagai an-naas

Sebagai “an-naas” manusia hanya dilihat dari hasil dia mencari kebutuhan demi kebutuhan. Aktivitasnya hanya berkisar untuk mencari makan, menumbuhkan kekuatan fisik dan mencari kesenangan. Tentu saja semua manusia wajib mencari makan untuk perkembangan fisik, tapi alangkah naifnya bila orientasi hidup kita hanya diarahkan ke satu titik saja pada tubuh kita yaitu perut. Boleh-boleh saja mencari kesenangan, sebagai bagian dari aktualisasi diri kita dengan lingkungan. Tapi harus ada hal-hal besar dan lebih luas. Contohnya: Seorang guru yang hanya mengajar untuk mencari kebutuhan hidup semata. Dia datang ke tempat mengajar karena yakin setiap akhir atau awal bulan akan mendapatkan penghasilan (gaji) dari hasil pekerjaannya. Dia tidak bedanya dengan orang upahan.

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia”. (Q.S. An-Naas [114] : 1-6)

3.Manusia sebagai insan

Manusia ditinjau dari segi struktur lahir dan batin yang memiliki panca indra, otak dan hati degnan sempurna.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (Q.S. At-Tiin [95]: 4-5)

Perilaku kemanusiaan “insan” hanya untuk sekedar manambah wawasan semata. Bukan untuk kepentingan yang lebih besar lagi di luar diri, sehingga wawasannya tidak berguna sebagai media untuk dekat dengan Allah, misalnya untuk melahirkan dan menciptakan genarasi yang lebih baik dan berakhlak mulia. Bila sekedar hebat wawasan namun kosong makna, akhirnya menjadi manusia yang tidak berguna

4.Manusia sebagai basyar

Manusia ditinjau dari sisi kecerdasan untuk memikirkan, memahami keberadaan diri (eksistensi), alam semesta dan Allah Jalla wa `Ala. Dalam dimensi ini, mulai turun wahyu untuk menerjemahkan amanah Allah pada dirinya. Contohnya seorang guru yang mengajarkan pemahaman kepada anak-anak didiknya apa yang dulu dia pernah diajarkan.

Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada_Nya dan mohonlah ampun kepada_Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan_Nya”. (Q.S. Al-Fushshilat [41] : 06)

Jadi, terjadi transformasi nilai yang bersifat dialogis di ruang belajar. Dimana subjek (guru) bisa bertukar predikat dengan murid (objek). Artinya, ketika sedang mengajarkan pemahaman, boleh jadi sesungguhnya guru juga sedang belajar dari murid. Dari keadaan ini posisi guru menjadi objek dan muridlah subjeknya.

5.Manusia sebagai hkalifah

Khalifah adalah peran lain manusia dimuka bumi. Ini adalah peran yang sangat berat, karena manusia harus mengubah perilaku dirinya (juga menularkannya pada yang lain) agar labih baik dari sebelumnya. Bahkan manusia mempunyai kemampuan mengubah batu menjadi rumah, kayu menjadi bangku, kursi dan lemari, mengubah besi menjadi kendaraan yang mempermudah aktivitasnya, seperti sepeda, motor, mobil, pesawat, kereta api, dan lain sebagainya. Dari semua kemampuan itu, yang paling utama adalah manusia dapat mengubah pola pikir, pola rasa menjadi pola sadar dalam bertindak dan berperilaku.

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka (para Malaikat) berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30)

Pada peran inilah manusia menempati posisi tertinggi sebagai makhluk Allah. Karena dia telah menjadi “wakil Tuhan” di muka bumi. Yang tugasnya ikut menata dan mengelola bumi dengan segala yang ada di dalamnya. Baik berupa sumber daya manusianya, maupun sumber daya alam.

6.Manusia sebagai abdullah

Sebagai abdullah, manusia berada dititik nol dalam pusaran alam semesta. Dia adalah sesuatu yang kecil bahkan tidak berarti dihadapa Penciptanya. Tapi posisi ini yang bisa membuat manusia menjadi tinggi derajatnya di sisi Allah. Sebagai abdullah, manusia merasa, berpikir, berperilaku, bertindak berdasarkan ayat-ayat Allah (Kehendak_Nya) perbuatan yang dilakukannya semata-mata hanya karena Allah.

Berrkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah (`abdullah). Dia memberikan Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi”. (Q.S. Maryam[19]: 30)

Contohnya: Seorang guru yang mengajar, menjadikan murid sebagai dirinya sendiri. Dia juga ikut merasa bertanggungjawab terhadap perkembangan jiwa dan perilaku murid, sehingga dia berusaha menjadikan murid-muridnya berperilaku sesuai dengan keinginan Allah, sebagai Pemilik sebenarnya dari kehidupan dirinya. Dia akan merasa gagal bila mendapati kenyataan anak-anak didiknya justru semakin menjauh dari Allah. Tapi dia akan merasa senang ketika tahu anak-anak didiknya berhasil mengelola potensi kebaikannya untuk mendekatkan diri kepada Allah Sang Maha Pencipta langit dan bumi beserta seisinya.

Nah, berdasarkan hal-hal itulah maka manusia dijadikan sebagai sasaran utama pendidikan. Dimana manusia memiliki potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk lain ciptaan_Nya. Manusia dibekali akal untuk berpikir dalam melakukan segala tindakan agar nantinya tidak terjadi penyesalan dibelakang.

Sumber : Pendidikan Karakter Berpusat Pada HATI

Karangan DR. Hamka Abdul Aziz, MSi

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun