Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering
Tanggal 2 Mei kemarin, bangsa Indonesia memperingati hari Pendidikan Nasional dimana tanggal tersebut merupakan harikelahiran Ki Hadjar Dewantara.Beliau adalah salah satu pelopor penggerak kemajuan pendidikan di Indonesia dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan bagi rakyat jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantaraadalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Jadi, pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16) sehingga definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263).
Tujuan dari pendidikan tercantum di dalam alinea ke 3 UUD 1945 yang diimplementasikan pada UU Nomor 2 tahun 1989. Secara jelas disebutkan Tujuan Pendidikan yaitu "Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Siapa sajakah yang dimaksud dengan pelaku pendidikan? Menurut saya, pelaku pendidikan ada tiga unsur yaitu : pemerintah, pendidik dan peserta didik. Pemerintah dalam hal ini sebagai penyelenggara pendidikan, yaitu menetapkan sistem pendidikan yang akan diterapkan dalam proses didik, mulai dari kurikulum hingga biaya pendidikan. Pendidik yaitu tenaga pengajar untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dan peserta didik adalah penerima didikan tersebut. Ketiga unsur ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Kaitannya adalah dalam hal kualitas dan kuantitas pendidikan.
Kualitas dan Kuantitas Pendidikan di Indonesia
UNESCO pada tahun 2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian Education Development Index (EDI)atau Indeks Pembangunan Pendidikan. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, angka bertahan siswa hingga kelas V Sekolah Dasar. (UNESCO : 2012). Sementara itu The United Nations Development Programme ( UNDP ) tahun 2011 juga telah melaporkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) atau Human Development Index (HDI) Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 108 pada 2010 menjadi peringkat 124 pada tahun 2012 dari 180 negara. Dan pada 14 Maret 2013 dilaporkan naik tiga peringkat menjadi urutan ke-121 dari 185 negara. Data ini meliputi aspek tenaga kerja, kesehatan, dan pendidikan. Dilihat dari kasaran peringkatnya, memang menunjukkan kenaikan, tetapi jika dilihat dari jumlah negara partisipan, hasilnya tetap saja Indonesia tidak naik peringkat.
Artikel pada website BBC 2012, Sistem Pendidikan Indonesia Menempati Peringkat Terendah di Dunia, diberitakan bahwa menurut tabel Liga Global yang diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura. (http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/11/121127_education_ranks.shtml).
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Menurut saya, ada beberapa penyebab yaitu :
a.Aturan-aturan dan kebijakan pendidikan danyang tidak tepat. Ini dapat kita lihat pada UU PT No 12 Tahun 2012 pasal 76, dikatakan bahwa jika mahasiswa tidak mampu membiayai pendidikannya, maka biaya akan ditanggung oleh pemerintah dalam beberapa bentuk, salah satunya adalah dengan membebaskan mahasiswa dari pungutan biaya selama kuliah. Namun implementasi dari UU tersebut berbanding terbalik dengan realitas yang ada. Biaya pendidikan yang makin tinggi, fasilitas pendidikan yang belum memadai hingga kualitas pengajar yang tidak representatif. Pada Januari 2013 lalu, pemerintah memutuskan untuk menghapus RSBI karena dianggap melebarkan kesenjangan antara si murid miskin dan kaya. Namun, menurut saya itu tidaklah signifikan karena jika standar mutu pendidikan kita bagus, tidak akan muncul kesenjangan-kesenjangan, termasuk sekolah khusus. Biaya pendidikan merupakan kendala utama untuk mngenyam pendidikan saat ini. Walaupun beberapa institusi pendidikan sudah mendapat subsidi dari pemerintahuntuk meringankan beban peserta didik, namun tetap saja hal itu masih belum karena distribusinya pun tidak sesuai dengan kebutuhan masing-masing institusi pendidikan. Jika dalam konstitusi negara kita saja menjamin hak setiap warga negaranya untuk memeproleh pendidikan, namun mengapa sampai hari ini kita belum menikmati pendidikan gratis atau setidak-tidaknya terjangkau oleh masyarakat miskin sekalipun.
b.Kurikulum yang disusun oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan terlalu menekankan aspek kognitif, sehingga peserta didik terpenjara hanya pada ruang belajarnyakemampuan sosialisasi pendidikan sangat kurang. Ukuran yang dipakai dalam penentuan kelulusan juga menurut saya tidak mampu menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ujian Nasional misalnya, hanya didasarkan pada penilaian standard setting (batas angka penilaian kelulusan) dan kompetensi minimum sehingga peringkat kelulusan tidak seimbang. UN pun menjadi momok yang menakutkan bagi para peserta didik. mereka dipaksakan untuk memenuhi nilai standar tersebut. Padahal, kemampuan setiap orang tidaklah sama. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam beberapa hal seperti memahami informasi yang kompleks, memahami teori, analisis dan pemecahan masalah, serta dalam halinvestigasi ilmu.
c.Distribusi material pendidikan juga masih tidak merata. Kesenjangan antara kota dan desa masih lebar. Di kota, siswa-siswa sudah akrab dengan teknologi pendukung pendidikan seperti internet dan perpustakaan yang lengkap, di desa jangankan perpustakaan, gedung sekolah saja masih sangat memprihatinkan.. Lantas bagaimana dengan anggaran pendidikan dalam APBN? Apakah telah terdistribusikan dengan merata sesuai dengan kebutuhan di tiap daerah? Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, indikasi korupsi anggaran termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UNjuga menunjukkan kinerja pemerintah yang masih sangat minim, hal yang patut kita pertanyakan kepada pemerintah kita saat ini.
d.Kualitas dan kuantitas tenaga pendidik di Indonesia masih sangat rendah.Survei dari World Bank yang melibatkan sedikitnya 12 negara di Asia menunjukkan, kualitas pendidikan Indonesia berada pada posisi terendah se-Asia.Walaupun secara kuantitas jumlah tenaga pendidik di Indonesia cukup memadai, namun sayangnya tidak diimbangi dengan distribusi yang sesuai dengan kebutuhan dan mutu tenaga pendidik yang tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Belum lagi rekruitmen guru yang sejauh ini masih terindikasi adanya kecurangan sehingga kelayakannya patut dipertanyakan.Dari data Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian. Terdapat lebih dari 54% guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan. Sertifikasi pun sepertinya hanya menjadi ajang menaikkan jumlah pendapatan saja tanpa memperhatikan mutu dari sertifikasi itu sendiri. Selama ini memang gaji tenaga pendidik di Indonesia masih terhitung rendah dan fasilitas yang sangat minim.
Mengubah Pendidikan di Indonesia
Bercermin dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka menurut saya ada beberapa solusi yang bisa menjadi tawaran. Yang pertama adalah dengan membenahi kurikulum pendidikan kita. Kurikulum adalah pilar penentu arah pendidikan kita. Kurikulum yang dibuat untuk kepentingan pasar, akan mengarahkan pendidikan kita pada pemenuhan pasar pula. Akibatnya output daripeserta didik diarahkan untuk bersaing dalam pemenuhan komoditas SDM yang memang dipersiapkan untuk kebutuhan industri. Dan karena persaingan, akhirnya dianggap menjadi wajar kalausarjana kita bergaji rendah dan tidak layak pakai. Kurikulum kita perlu direorientasikepada pendidikan kritis dan ilmiah sehingga tidak membebani peserta didik dan memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya. Kurikulum juga haruslah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, seni dan lingkungan. Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pendidikan tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya dan pengembangan kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan kebutuhan dan lingkungan hidup. mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kemanusiaan pada peserta didik.
Yang kedua menurut saya adalah dengan meningkatkan kualitas para pendidik kita. Karena penyampai informasi ilmu pengetahuan ada pada pendidik. Melalui interaksi langsung pada proses belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Sejauh mana para peserta didik mampu menangkap, memahami dan menerapkan bahan-bahan ajaran dalam kurikulum pendidikan, tidak terlepas dari metode penyampaian dan kompetensi yang dimiliki oleh para pendidik. Artinya, secara keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik kita. Untuk itulah diperlukan sekolahkependidikan bagi para pendidik yang disediakan oleh pemerintah, pelatihan-pelatihan dan pengembangan ilmu pengetahuanyang diselenggarakan secara berkesinambungan dan terarah sehingga kita memiliki tenaga pendidik yang ahli, terampil dan memiliki kapabilitas yang tinggi. Disamping itu, kesejahteraan para pendidik kita perlu diperhatikan oleh pemerintah dengan cara menaikkan gaji dan memberikan fasilitas untuk mereka. Sangat memprihatikan jika melihat pendapatan guru honorer hanya 1 : 5 dari pendapatan guru PNS jika dihitung berdasarkan UMP tiap propinsi. Gaji yang di dapat dari honor mengajar masih jauh dari cukup. Jumlah ini sangat tidak memenuhi standar KHL dan sangat tidak sebanding dengan pengabdian mereka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kualitas pendidikan yang seperti apa yang akan kita capai, jika kesejahteraan guru masih sangat jauh di bawah rata-rata.
Yang ketiga adalah dengan membuat pendidikan kita dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Caranya adalah dengan menurunkan biaya pendidikan semurah-murahnya hingga gratis. Alokasi anggaran pendidikan haruslah diperbesar dan pemangkasan anggaran yang tidak perlu sehingga upaya untuk membangun infrastruktur pendidikan yang layak juga bisa terwujud. Juga dengan pemerataan distribusi anggaran dan juga material pendidikan hingga ke pelosok daerah sehingga tidak ada lagi kesenjangan dalam hal memperoleh informasi ilmu pengetahuan. Sudah barang tentu tidak mudah mewujudkan hal ini. Namun kembali lagi bersandar pada konstitusi yang membuat pemerintah berkewajiban untuk terus berupaya mewujudkannya. Dan juga karena pendidikan adalah hak, bukan hak istimewa, dan itu berarti sudah menjadi tanggung jawab negara untuk melaksanakan pendidikan yang gratis, ilmiah dan demokratis untuk rakyatnya.
Jika negara mampu mewujudkan hal-hal tersebut di atas, maka bukan menjadi hal yang tak mungkin bahwa "Pendidikan untuk Semua" bisa terwujud di negeri kita ini.