Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Senda Gurau Suku Mongondow

20 Juli 2018   11:18 Diperbarui: 20 Juli 2018   11:23 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam pengertian bahasa Indonesia Senda Gurau mempunya pengertian; main-main (canda) dengan kata-kata seperti olok-olok; kelakar; seloroh lelucon; percakapan untuk bermain-main saja; senda (senda gurau) kelakar; lelucon; main-main (seperti olok-olok untuk tertawa-tawa)

Di benua lain seperti Masyarakat Amerika Serikat misalnya. kita  mungkin mengenal mereka sebagai  orang yang cengengesan, penuh canda bahkan saat dalam pertempuranpun jika anda menonton film-film holiwood ada banyak dialog prajurit Amerika yang penuh candaan di tengah pertempuran. Tetapi mereka tetap kejam dalam urusan peperangan. Ada sedikit kesamaan antara masyarakat Amerika Serikat dan Suku Mongondow dalam cara bersosial dalam dialognya. 

Pada masyarakat suku Mongondow terdapat suatu cara bersosial dan berkumpul dengan masyarakat sekitarnya yang penuh dengan senda gurau dan olok-olok. Bagi penulis yang kini hidup di tanah jawa dengan budaya yang penuh ewuh pekewuh hal ini akan menjadi sebuah masalah untuk sebagian orang. Terdengar menyakitkan bahkan sesekali bernada makian dan celaan yang frontal.

Namun dalam tatakrama orang Mongondow candaan dan celaan adalah sebuah bentuk penegasan serekat mana tingkat keakraban seseorang dengan orang di sekitarnya. Semakin akrab dan semakin dekat hubungan emosional maupun kekerabatannya, maka semakin kejam juga cara mencelanya.

Mogoginotan, Mogoginot, Goginoton, Mopololeke dalam bahasa Mongondownya, layaknya cara pergaulan bocah-bocah tengil saat bermain bersama, sukses membuat kawannya sekedar tertawa pahit, menggerutu, memaki bahkan menangis sejadi-jadinya adalah kepuasan tersendiri yang akan menyimpan sebuah dendam bagi yang tercela untuk menunggu waktu pembalasan di hari berikutnya.

Budi pekerti ewuh pekewuh bukannya tidak berlaku pada masyarakat Mongondow, ada semacam tatacara dan panduan hidup yang turun temurun yang dalam bahasa Mongondownya Mo o'aheran = tepo seliro, tenggang rasa sebagai dasar berhubungan dengan orang lain. Bahkan saat penulis kecil ada tatakrama yang tidak memperbolehkan anak-anak untuk duduk menyambung pembicaraan orang dewasa, kecuali diminta untuk ikut, apalagi dalam hal bersenda gurau, ada batasan usia yang membatasinya sebagai bagian dari budi pekerti Mo o' aheran  tadi.

Mosi goginotan dan Mopololeke pada masyarakat suku Mongondow selalu hadir dalam segala isyu, mulai dari Politik dalam negeri, Pemilihan kepala Desa, Pilkada  bahkan Piala Dunia Sepak bola sejagad semuanya dibumbui dengan lolekean. 

Jika anda menelusuri jejak-jejak digital dalam media social orang Mongondow seperti Facebook misalnya. Akan ditemui berbagai bentuk Goginotan dalam segala urusan. Cobalah anda berkunjung ke salah satu grup Facebook disana, maka semua tulisan disana adalah bentuk senda gurau kejam dan sangat menguras emosi bagi sebagian orang yang membacanya, tergantung kepada siapa celaan tersebut ditujukan. 

Dalam nuansa Mosi goginotan itu sangat jarang yang mengakibatkan perselisihan fisik, secara emosi mungkin iya..tapi seiring datangnya waktu yang tepat bagi korban bullyng tersebut mendapatkan bahan untuk mencela balik, maka selesailah perkara perang emosi tersebut, dan hubungan interaksi tetap berjalan seperti biasanya penuh keakraban hingga datang lagi momen-momen tertentu untuk kembali dalam acara mosi goginotan kembali.

Ada dua tokoh fiktif sentral yang dijadikan bahan celaan bagi masyarakat Suku Mongondow si Lonua dan si Lengkebong, kedua nama tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda tapi sama-sama mempunyai cacat sosial yang dapat dijadikan bahan untuk mencela. 

Si Lonua adalah tipe pembual sedangkan Lengkebong adalah si pemalas. kedua karakter tersebut sama sama mempunyai kehidupan dengan angan yang besar tapi jauh dari kapasitasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun