Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sensasi Kegilaan Bermain dengan Anak

15 Juni 2012   13:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:57 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339766815418602830

Mainan penting bagi anak,

tapi tak kalah pentingnya bermainlah dengan anak

[caption id="attachment_188234" align="aligncenter" width="320" caption="he..he...babaku gila(dok pribadi)"][/caption]

Dam…dam…dam…dam…dam..dam…,” begitulah mulut saya menirukan suara drum band yang memang sangat disuka anak bungsu saya, Abed, yang masih 2 tahun. Tangan saya memukul-mukul bola yang saya taruh di dalam baju yang saya kenakan. Persis seperti orang hamil. Anak saya mengajak saya mutar-mutar di dalam rumah. Kadang ke depan rumah.

Abed berjalan mengikuti saya dari belakang. Di tangannya ada 2 tutup panci yang ia adu sehingga memekakkan gendang telinga. Kadang ia ambil potongan kayu yang ia putar-putar berlagak majorette. Saya melihat ia begitu senangnya. Mungkin puas melihat ayahnya kayak orang gila. Belum lagi kalau kakaknya, Adel, ikut nimbrung. Makin rame suasana rumah.

Jika saya berhenti, segera abed bilang, “sacu, jua, tiga, enem, sepulu…”. Itu pertanda saya harus memulai memukul-mukul bola yang tak boleh saya keluarkan dari dalam baju saya. jika saya berhenti, ia merajuk dan menangis.

Istri saya sering memperingatkan saya, “waduh ba…malu dilihat tetangga”.Istri saya cuma senyum-senyum melihat kami. Ia tak pernah bergabung. Kalau pun gabung suaranya dipelankan, dan tak mau muter-muter di dalam rumah, apalagi ke luar rumah. Memang, main bersama anak butuh “kegilaan”. Karena saya harus masuk ke dunia anak. menjadi “anak-anak”.

Sayang Anak?

Mainan sangat penting bagi anak. Anak mana sih yang tidak suka mainan? Jika ia dibawa ke toko mainan, anak akan menangis minta dibelikan. Tak peduli lagi cekak, anak terus menangis sebelum ia dapati mainan itu.

Apalagi saat ini, kesukaan anak terhadap mainan ditangkap dengan sempurna oleh industri mainan. Toko mainan makin ramai, bahkan di kota kecil seperti kota saya. Iming-iming dan label “mainan edukatif” kadang merayu para orang tua untuk selalu membelikannya. Pertanda bahwa orang tua sayang anak.

Tetapi kadang orang tua lupa, bahwa mainan adalah alat, tool, atau media. Mainan adalah benda mati. Kurang sempurna saya pikir membiarkan anak asyik dengan mainannya, sementara orang tua tidak di sampingnya. Mengatakan seperti ini bukan berarti saya, sekali lagi, menganggap mainan tidak penting. Tidak. Mainan penting selama mainan ditempatkan sebagai media interaksi antara anak dan orang tua. Sebanyak apapun mainan anak, jika orang tua tidak peduli sama anak, saya pikir mainan kurang manfaatnya.

Bermain dengan Anak

Jika orang tua bermain dengan anak, sebenarnya mainan tak harus selalu beli. Banyak alat yang ada di sekitar kita bisa kita jadikan mainan. Mulai botol bekas, bola, kertas, batang daun pisang [dijadikan kuda-kudaan], dsb. Tergantung orang tua mau main apa, alat bisa dicari belakangan.

Satu hal yang bisa didapat dari bermain dengan anak, anak bisa dekat dengan kita. Interaksi yang dibangun dengan mainan sebagai medianya telah melengkapi anak, tidak sekedar berhubungan dengan benda mati, tapi juga dengan manusia, orang tuanya. Saya melihat anak begitu senang dan sangat menikmati meski mainannya sederhana jika saya ikut bermain.

Dalam usia emas seperti anak bungsu saya butuh kecukupan kasih sayang, kehangatan, keriangan, keakraban, dan rasa aman. Tentu semua ini tidak bisa diserahkan hanya kepada mainan. Ia butuh orang tua yang ikut bermain. Tentu keterlibatan orang tua dengan sepenuh hati. Dituntut kesabaran, meski rasa bosen sering kali naik ke ubun-ubun.

Nah, jika orang tua menyediakan diri bermain dengan anak, buat apa kita selalu beli mainan? Ayo nikmati sensasi “kegilaan” bermain dengan anak.

Matorsakalangkong

Sumenep, 15 juni 2012

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun