Mohon tunggu...
Khodijah Nazwa
Khodijah Nazwa Mohon Tunggu... -

mahasiswi sosiologi agama uin-suka

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gender dalam Era Global

9 Mei 2012   06:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:31 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GENDERDALAM ERA GLOBAL

Gender, istilah ini sering kali mampir ditelinga kita sebagai suatu istilah yang sering kali dalam pemaknaannya disamakan dengan seks. Apakah makna gender itu sama dengan makna seks ?sebenarnya apa sih makna gender dan seks itu sendiri ?dimanakah letak perbedaannya ?bagaimana status gender dalam era global ini ?pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin sering kali ada dibenak kita. Untuk itu yuk kita sharing bersama ... (^_^).

Konstruksi masyarakat tentang Gender dalam dewasa ini, pemaknaannya berada dalam posisi yang kurang tepat atau pemutar balikan makna. Pemaknaan gender, gender kata yang berasal dari bahasa latin “GENUS” yang berarti jenis atau tipesering kali disebut-sebut dalam istilah kodrati atau ketentuan Tuhan yang tidak bisa dirubahnya hal ini hampir sama seperti apa yang disebut dengan istilah seks. Padahal gender merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap individu, baik itu laki-laki maupun perempuan yang dibentuk oleh dunia sosial. Sedangkan seks merupakan kaitannya dengan jenis kelamin, misalnya laki-laki berjenis kelamin laki-laki mempunyai penis dan bisa membuahi kemudian kaum perempuan mempunyai jenis kelamin perempuan, mempunyai payudara, menyusui, melahirkan dan mempunyai sel telur. Adapun gambaran dari gender Seperti laki-laki itu memilki sifat gagah, pemberani, kuat, perkasa dan lain sebagainya kemudian kepada kaum perempuannya. Perempuan disifati lemah lembut, gemulai, emosional, cantik dan lain sebagainya[1]. Jika kita amati bahwa sifat-sifat tersebut sebenarnya bisa mengalami pertukaran posisi pemiliknya. Disini dalam artian bahwa bisa saja kaum laki-laki memiliki sifat seperti perempuan, misalnya ia seorang laki-laki yang lemah lembut, mudah emosional kemudian kaum wanita mempuanyai sifat yang pemberani juga kuat dan lain sebagianya.

Adanya penilaian masyarakat tentang diri seseorang yang dipandang sifat-sifat tersebut merupakan sebuah kodrati maka hal itu akan berpengaruh pada hak-haknya dalam setiap individu dan ada batasan-batasan hak bagi individu tersebut. Misal dalam hal pekerjaan seorang perempuan tidak boleh berkerja dalam hal yang berat-berat (angkat batu atau tukang bangunan), ketidak bolehan tersebut dengan alasan bahwa perempuan itu tidak akan kuat “lemah” biar laki-laki saja yang lebih kuat. Pada hal bisa saja kaum perempuan melakukan pekerjaan tersebut.

Contoh lain seperti, masa penjajahan bagi negara Indonesia yakni sebelum tahun 1945,merupakanruang yang sempit bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan ekspresinya, bahkan hampir seluruh bangsa Indonesia menjadi budak untuk para penjajah. Khususnya bagi para perempuan tidak ada tempat yang istimewa perempuan indonesia di larang untuk mengenyam pendidikan tiada tempat yang istimewa bagi perempuan Indonesia pada masa itu, bahkan bisa dikatakan posisi perempuan indonesia hanya berada di kasur, dapur dan sumur. Peletakan hak kaum hawa itu didasarkan karena konstruksi sosial yang mengatakan bahwa kaum hawa itu lemah dan tidak berani. Hal ini menjadi adanya pembatasan hak bagi kaum perempuan.

Kemudian masa pasca penjajahan, kaum hawa cukup terangkat kedudukannya. Para kaum perempuan banyak yang mengenyam pendidikan walaupun tidak setinggi cita-citanya. Beralih masa orde baru walaupun tidak banyak banyak kaum perempuan yang eksis dam negeri ini namun ada beberapa dari kaum perempuan yang berkiprah dalam dunia politik. Sampai masa sekarang ini kaum perempuan mempunyai posisi yang layak bagi mereka.

Dunia global, yang membuat hidup ini semakin mengalami dinamika, semakin terbukanya ruang persaingan gender. Dalam era ini laki-laki dan perempuan tidak lagi seperti apa yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Kaum hawa sudah mempunyai ruang yang cukup luas untuk berekspresi. Peraturan baru di pemerintahan negeri ini yang menyatakan bahwa ada 30 % yang dimiliki oleh kaum perempuan didalam parlement atau pejabat negara. Bagi penulis, ini cukup menjadi peluang besar bagi kaum perempuan untuk menjelajah dunia yang luas ini baik dalam dunia politik maupun maupun berkiprah dalam mengasah kemapuannya. Dalam era global ini sebernarnya tidak ada yang bisa menghalangi kita untuk hidup terus progressif. Mungkin masih ada konstruksi dari masyarakat tentang gender tadi yang pemaknaannya terlalu melihat ke fisik atau bersifat kelabu. Namun kesetaraan dan posisi keadilan bagi kaum perempuan bagi penulis sudah mendapatkan kelonggaran, disini dalam artian kaum perempuan sedang mempunyai peluang yang sangat besar. Walaupun dalam dunia politik kaum hawa keberadaannya masih minim.

Ketika kaum hawa telah mempunyai ruang yang cukup luas untuk menuju hidup yang dinamik dalam “positif” nyatanya masih banyak perempuan yang dipandang ke genderannya dari segi fisik (kembali pada konstruksi masyrakat) para kaum hawa dijadikan sebagai objek investasi oleh kaum adam maupun oleh didirinya sendiri . Hal ini berarti kedudukan kaum hawa masih mempunyai nilai yang rendah. Entah siapa yang disalahkan dalam hal ini, penulis sebenarnya benar-benar sangat kecewa dengan apa yang terjadi dalam ruang masyarakat kita, kaum hawa mempunyai potensi untuk menjadikan dunia ini lebih baik apapun bisa dilakukan sama halnya seperti kaum lelaki. Seperti dalam dunia politik yang amburadul ini, ada ruang bagi kaum hawa untuk menyetarakan haknya dalam bersaing dengan insan lainnya dalam dunia ini, selagi kaum hawa tersebut memang berkualitas why not !! tetapi disini kaum hawa sendiri malah terbawa oleh penilaian kodrat seksnya sebagai perempuan yang dalam konstruksi masyarakatanya “perempuan dipandang insan yang lemah, lemah lembut dan lain sebagainya” maka disini konstruksi masyarakat tersebut benar-benar dilekatkan pada dirinya sendiri seolah-olah sudah merupakan kodrat. Sehingga kaum hawa kebanyakan berkiprah dalam dunia perbudakan, hanya melayani kaum adam, fisik dijadikan sebagai modal investasi (ex : iklan model dan lain-lain). Dunia ini membuka ruang yang luas bagi kaum hawa maupun kaum adam untuk bersaing mengekspresikan kemampuan dan memperoleh haknya masing-masing.

Pernyataan terakhir penulis, bahwa kaum hawa merupakan insan yang sama mempunyai kemampuan dan hak yang sama denga laki-laki, bahkan mungkin bisa melebihi laki-laki. Maka jangan lah memandang bahwa perempuan mempunyai kemampuan yang terbatas sehingga mempunyai hak yang sangat minim juga karena sebenarnya perempuan mempunyai kemampuan yang lebih dari laki-laki, untuk itu silahkan kepada para reader (khusunya kaum hawa) ekspresikan apa yang bisa kamu lakukan, jangan pernah takut untuk mencoba.

Salam (^_^) Semoga bermanfaat..

Siti Khodijah

Sosiologi Agama

[1]Mansour Fakih. “Analisis Gender dan Transformasi Sosial”. 1996. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hlm. 8.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun