Mohon tunggu...
Emi van den Berg Dakri
Emi van den Berg Dakri Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Dont judge a book by its cover

Lahir di kota cilacap, indonesia. Penggemar musik yang juga suka baca buku. Senang menuangkan ide-ide dan cerita dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seseorang di Masa Lalu

28 Juli 2019   01:13 Diperbarui: 28 Juli 2019   01:21 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemarin tidak sengaja aku bertemu seseorang 'di masa lalu'.

Meskipun dulu sering berdebat, dan karena keadaan, kami menjadi sering saling menyakiti. Tapi aku tidak pernah punya dendam atau benci terhadapnya. Yang ku tahu setelah dulu 2 tahun lamanya kami saling menghindar, untuk sama sama menata hati, melupakan amarah dan rasa kesal, pada akhirnya kami masih bisa kembali menemukan kedamaian masing masing , berkomunikasi secara normal , meskipun dengan secara tidak sadar kami berdua saling membatasi diri untuk tidak berlebihan dalam bersikap dan berbicara.

Kemarin, nampaknya dia sedang tergesa gesa. Seperti biasa ...aku menyapa nya terlebih dulu. Masih seperti dulu...tawa bahagia selalu terhias di wajahnya yang tidak lagi muda. Kupersilahkan dia untuk duduk bergabung di meja dimana aku sedang menikmati makan siangku. Dia bilang dia sedang menunggu makanan yg sudah dia pesan lewat telefoon setengah jam yang lalu, dan dia tidak keberatan untuk duduk dan ngobrol sebentar denganku.

Dia menolak saat kutawarkan minuman dan menu makan siang untuknya.

Aku menanyakan kabarnya, keadaan dia dan juga keadaan ayahnya. Ekspresi bahagia di wajahnya sempat memudar, kemudian setelah menghela nafas panjang dia mulai menceritakan keadaan ayahnya. Ayahnya yg sudah berusia hampir 93 tahun mulai memiliki perilaku yang 'aneh' menurut dia. Aku bilang aku sangat mengerti situasi seperti itu dan sangat ber empathy kepadanya. Kuceritakan secara singkat , bahwa aku mengenal symtomen semacam itu. Gejala awal demensia tersebut sangat wajar muncul pada kaum lansia seperti ayahnya. Dia bilang kadang dia merasa putus asa dan tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan dengan situasi tersebut. Aku hanya bisa menyarankan, akan lebih baik jika dia banyak mencari informasi lewat sosial media atau buku tentang semua yang berhubungan dengan dementia. Dengan harapan setidaknya dia bisa menerima keadaan ayahnya dan belajar hidup dengan situasi 'baru' tersebut. Karena aku tahu sejak ibunya meninggal 8 tahun yang lalu, dengan berbesar hati dia ingin tinggal dengan ayahnya dan mengurus sendiri keperluan ayahnya.

Sesaat dia nampak gelisah karena makanan yang dia pesan untuk dibawa pulang belum juga datang.

" sabar ya bu...sepuluh menit lagi makanannya siap " pelayan rumah makan berambut keriting itu menjawab dengan ramah, saat dia menanyakan pesanannya.

Dia tersenyum simpul, kembali duduk dihadapanku.
" bagaimana dengan kabarmu sendiri?" Tanyaku pendek.

Dia berusaha menghindar dari tatapan mataku. Dengan sedikit menerawang dia menjawab pertanyaanku dengan suara parau.
" aku baik baik saja...kadang sibuk mengurus cucuku si Jermain "
Matanya nampak berbinar saat dia menyebut nama Jermain...cucu kesayangannya. Aku bisa merasakan kebahagiaannya memiliki Jermain.

" opa sering memarahiku lho...karena kesibukanku aku tidak punya waktu lagi mengurus diriku sendiri....lihat...aku tambah kurus kan? Berat badanku turun hampir 20 kilo "
Aku suka dia mulai terbuka dan bercerita tentang keadaan dirinya. ( opa yang dia maksudkan adalah panggilan untuk ayahnya...karena dia tahu sampai saat inipun aku masih memanggil ayahnya dengan sebutan opa )

" oh ya...lindy sudah dapat apartemen...minggu depan dia dan jermain definitief pindah ke apartemen itu. Aku senang akhirnya dia benar benar putus dengan laki laki tak bertanggung jawab itu "
Aku menganggukan kepala beberapa kali menyetujui pendapatnya tentang Hugo, mantan pacar anak perempuannya. Suaranya terdengar gusar saat menceritakan tentang mantan pacar anak perempuannya.
Dia menghela nafas beberapa kali dan melanjutkan ceritanya.
" aku tahu akan terasa berat buat lindy...sendiri membesarkan jermain, tapi dia tidak punya pilihan lain selain berusaha kuat dan mandiri...karena aku tidak bisa selalu bersamanya...masih ada opa dan andy yang juga membutuhkan dukunganku "
Kami saling bertatapan. Ada sorot kesedihan dimatanya. Aku meraih erat pergelangan tangan kanannya. Aku ingin dia tahu kalau semua akan baik baik saja. Entahlah...aku tidak bisa berkata apa apa. Karena saat itu aku bisa merasakan beban berat dipundaknya.
Perlahan dia menarik tangannya dari genggamanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun