Mohon tunggu...
Cahyana Endra Purnama
Cahyana Endra Purnama Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mendapatkan pendidikan dasar sampai menengah di Yogyakarta, lulus sarjana ekonomi di UGM, melanjutkan program master di Wheaton MI, dan program doktor di Biola University California. Sekarang masih menjadi dosen di PTS di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Legenda Putrou Neng di Aceh pada Masa Lalu

21 Maret 2024   15:02 Diperbarui: 21 Maret 2024   18:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

*KISAH CINTA PENDEKAR WANITA TIONGKOK DARI DINASTI SONG YANG MENINGGAL DI ACEH*
Ini memang sebuah kisah yang unik. Di Aceh ada sebuah kuburan yang tetap terpelihara dengan baik, tetapi bukan berkaitan dengan seorang pahlawan atau raja yang pernah memerintah, melainkan justru ditujukan bagi seorang putri yang berasal dari negeri asing, yaitu dari Tiongkok pada waktu itu, namanya Putrou Neng, yang dikenal sebagai seorang pendekar.
Walaupun pada saat ini hanya tersisa legenda, tetapi orang juga tidak tahu persis apakah Putrou Neng tersebut punya ilmu silat selincah pendekar wanita bibi Lung atau pendekar wanita yang berjuluk Angsa Putih di dalam serial Kungfu 1980-an. Tetapi bagi seantero penduduk Aceh - terutama di kampung Blang Pulo, Aceh Utara,  Pendekar wanita dengan sebutan Panglima Putrou Neng ini sampai sekarang memang masih cukup terkenal.

Di samping mempunyai cerita yang bukan main-main dan lain dari yang lain, ada keunikan yang memang masih mengundang ragam pertanyaan.
Nama aslinya adalah  Nian Niko Kian Khi. Konon, dia adalah seorang Pendekar wanita berasal Tiongkok, yang pada saat itu bersama 2.000 orang pasukannya berlayar menuju selatan.

Kemudian berlabuhlah dia di pesisir timur Aceh dan sekaligus berhasil menaklukkan beberapa daerah di tepi pantai. Pendekar Kian Khi pada akhirnya dapat menguasai kerajaan Lamuri di Aceh Besar pada tahun 1050 -1069 Masehi.

Setelah daerah kekuasaannya menjadi semakin besar, Kian Khi akhirnya menetap di Blang Pulo dan membuat basis pertahanannya di Blang Lancang. Tempat terakhir inilah yang kini terkenal sebagai lokasi proyek LNG Aroen.

Pada saat itu sebetulnya dia juga dikenal sebagai seorang Janda Muda. Setelah berkuasa untuk beberapa saat maka dikabarkan pula bahwa ketika itu Putrou Neng lalu menginginkan daerah kekuasaan yang lebih luas lagi, yaitu dengan menyerbu kerajaan Peureulak di Aceh Timur. Namun dalam serangan kali ini dia justru terpaksa harus menundukkan kepalanya kepada Panglima Syeh Abdullah Kan'an. Anehnya, Putrou Neng tidak dibunuh, sebab kemudian Syeh yang baik hati itu justru mengajak berdamai dengan si pendekar wanita tersebut. Dari panglima Peureulak inilah kemudian Kian Khi diberi gelar Panglima Putrou Neng. Dia kemudian diijinkan menetap di Blang Pulo, sehingga dapat hidup tenang dan lebih jinak.

Namun begitu, karena Putrou Neng memiliki wajah yang rupawan, tidaklah heran jika begitu banyak putera Aceh yang kemudian tergila-gila kepadanya. Banyak yang datang untuk melamarnya sebagai isteri.

Sejak saat itu, sadar bahwa dia cantik, Putrou Neng mengajukan beberapa syarat berat. Bentuk permintaannya yaitu bahwa siapapun yang ingin memperisterinya, maka dia harus membawa emas kawin seguci besar. Syarat ini rupanya bukan menjadi halangan bagi para pemuda Aceh saat itu, terutama kaum bangsawannya. Kabarnya banyak yang berlomba untuk mempersuntingnya. Dari sekian banyak yang antri, yang pertama beruntung adalah seorang pemuda tampan, Meurah Johan namanya, yang memang merupakan putera Raja Adi Gaunali dari kerajaan Lingga, Aceh Tengah. Tanggal dan pesta besar pun ditetapkan harinya.

Alkisah, Meurah Johan yang disangka bernasib untung, ternyata tertimpa nasib buntung. Ketika dia akan mengecap manisnya malam pengantin, kesialan telah melandanya. Keesokan hari, orang banyak menjadi gempar. Sang Pangeran Meurah Johan kedapatan mati kaku, tubuhnya tetap tergeletak di atas pelaminan pengantin. Kematiannya yang cukup misterius tidak dapat dipertanyakan lebih jauh dan mereka yang memandikan tubuh Meurah Johan hanya mendapatkan keanehan, bahwa kemaluan Meurah Johan telah menjadi kebiru-biruan.

Mungkin karena saat itu belum ada cara bedah mayat, Meurah Johan segera saja dikuburkan secara besar-besaran, sama seperti sehari sebelumnya pada saat dia dikukuhkan menjadi  suami bagi Putrou Neng.

Bisik-bisik tentang penyebab kematian Meurah Johan segera lenyap, ketika mata orang banyak dialihkan kepada si janda muda, Putrou Neng yang tetap muncul dengan wajah cantiknya. Tidak lama sesudahnya, para bangsawan muda lain kembali berdatangan untuk melamarnya.  Namun.. Begitu ada lamaran yang berkenan di hatinya, tentu dengan syarat yang harus dipenuhi, menikah pulalah Putrou Neng. Sayangnya, kasus seperti yang menimpa Pangeran Meurah Johan segera terulang lagi: Sang pengantin laki-laki meninggal di tempat tidur pengantin dan itunya tetap berwarna kebiru-biruan.

Anehnya, toh banyak pemuda yang tidak kapok. Mungkin Putrou Neng cantik sekali, atau dia punya aji-aji untuk menaklukkan hati lelaki atau mungkin pula bahwa di Aceh - waktu itu -- memang kekurangan orang cantik. Pokoknya, dikabarkan bahwa jumlah pemuda (kebanyakan anak Raja) yang melamar dan bernasib tragis justru sudah mencapai 99 orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun