Mohon tunggu...
Juniar Sinaga (Nurjannah)
Juniar Sinaga (Nurjannah) Mohon Tunggu... -

Karena ALLAH Hamba Tegar Karena ALLAH Hamba Sabar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

SAAT KUJAUH DARI IBU

12 Desember 2012   13:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:47 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

SAAT KU JAUH DARI IBU
Oleh Juniar Sinaga (Nurjannah)

Aku takkan mengenal dunia jika dulu ibu tidak melahirkanku. Bagiku ibu adalah satu sosok yang memiliki 2 peran dalam keluarga. Aku yang sejak kecil tinggal bersamanya, merangkai kisah kehidupan hingga aku tamat SMA. Aku berontak, saat Ibu yang selama ini telah menemani hari-hariku menawariku untuk langsung bekerja. Sementara keinginanku tak sesuai dengan apa yang diinginkan Ibu. Aku diam dalam keluh. Aku menangis dalam kegelisahan. "Aku tak mau langsung bekerja", lisanku terbata. Air mataku mengucur deras, mengaliri wajah luguku. Sudahlah nak, apa salahnya jika kamu bantu ibu untuk menghidupi keluarga", Ibu memelas. Uang dari mana untuk biaya, kalau kamu melanjut lagi", air mata itu mengalir diiringi isak sedihnya. Aku terdiam. Aku memang terlalu kokoh dengan keinginanku. Kutahu itu semua tanda sayang ibu padaku.  Setelah beberapa episode kehidupan yang telah kami lewati,  setidaknya banyak nasehat yang telah tersimpan dalam memoryku. "Nak, karena dirumah orang tua makanya kita bisa leluasa. ketika kita salah tidak terlalu menjadi masalah. Tapi kalau udah di rumah orang nak, tidak bisa seperti itu", nasehat itu membekas di benakku. Kala itu mungkin akau terlalu materialistis. Percaya jika sudah melihat kenyataan.

***
Aku ikhlas menapaki jalan kehidupan bersama ibu. Walau sebagian teman menjuluki diriku "anak rumahan', bagiku itu istimewa.  Walau dalam pandangan mereka aku lugu, yah bagiku itu sah-sah saja. 'Ada hikmah dalam setiap kejadian", itu kutanamkan dalam diriku.

Hampir 4 tahun aku berpisah dari Ibu. Sangat jarang bisa meluahkan kerinduan dalam pelukannya. Rasa rindu itu kubalut bersama isak dan air mata. Hanya suara yang terdengar di batas telepon genggamku. "Aku rindu Bu", kata-kata itu selalu menghiasi akhir percakapanku dengan sang Ibu. Saat Kujauh dari Ibu, Ku mengerti betapa getirnya sebuah perpisahan. Walau itu hanya sementara, namun terasa berat.

Ibu, kutitipkan doa kerinduan untukmu, semoga engkau senantiasa mampu tersenyum dalam ketegaran.

Semoga Allah menjagamu untukku dan saudara/i Ku. Tetap tersenyum Ibu,,,,

Uhibbuki fillah,,,

Salam kerinduan, salam sayang dari anakmu

Juniar Sinaga (Nurjannah)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun