Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola

Ramang Mencetak 100 Gol (60)

1 Juni 2021   13:55 Diperbarui: 1 Juni 2021   14:01 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ramang dalam kariernya telah mencetak 100 gol. Dalam lawatan ke luar negeri saja sudah 19 gol dari 25 gol yang dicetak tim Indonesia. Menyebut namanya, orang akan teringat dengan "Hong Kong Tour", saat rangkaian tur Indonesia melabrak satu demi satu lawan-lawannya. Tim ini pada tahun 1953, setahun setelah Ramang bergabung di tim nasional, melakukan lawatan ke perlawatan ke Manila (tiga kali), Bangkok (satu kal), dan Hong Kong (tiga kali).

Dari tujuh pertandingan yang dilakukan Indonesia, 19 gol itu tadi yang lahir dari kaki Ramang dari total 25 gol yang dijaringkan Indonesia. Susunan tim Indonesia yang melawat ketika itu: van der Win, Chris Ong, Chaeruddin, Ramlan, Sidhi, Can Den Berg, Aang Witarsa, Djamiat Dalhar, Ramang, Tee San Liong, dan Sugiono.

Materi pemain ini membuat pelatih asal Singapura Choo Seng Quee, merasa amat bahagia. Barisan penyerangnya sangat ampuh dan tangguh serta terkenal. Dengan Witarsa di sayap kanan yang lincah bagaikan kijang dan Sugiono di kanan yang voorzet-voorzet (umpan-umpan)-nya  diukur, Dua pemain dalam Djamiat dan San Liong yang berteknik tinggi dan cerdik, maka Ramang seperti merajalela.

Demikianlah menurut cerita-cerita "orang bola di tahun 50-an" yang sering masih dihinggapi nostalgia kehebatan trio maut Djamiat, Ramang, dan San Liong.

Supoerter pun yang hidup pada tahun 50-an tidak akan melupakan permainan tik-tak trio Suwardi-Noorsalam, dan Ramang. Ketiganya memberi andil yang cukup besar mengantar meraih kampiun PSSI dua kali, 1957 dan 1959.

Pada tahun 1971, Ramang sempat lenyap dari peredaran. Orang kemudian tahu, dia berada di bagian selatan daerah Jawa Timur, tepatnya di Blitar, tempat Bung Karno dimakamkan. Koresponden "Kompas" berhasil menemui Ramang di tengah kesibukannya melatih "Blitar Putra" yang akhir 1973 namanya mulai muncul dengan cukup gemilang.

Saat diajak berbincang dengan "Kompas" Ramang mau juga buka suara. Ia mengenang kisah lamanya sebagai pemain PSM dan PSSI dan juga selaku pembina sepakbola. Dia tidak dapat menyembunyikan, pengalaman paling berkesan adalah ketika ikut "Hong Kong Tour" PSSI itu. Prestasi PSSI ini membuat Indonesia semakin dikenal di luar negeri.

Selama menjadi pemain tetap PSSI tahun 1949 hingga 1956, di samping dari para pelatih, Ramang banyak menarik manfaat latihan dari Tjoe Siong Kwie dan Tan Liong Houw dan di macan bola LH Tanoto. Ia tidak ingat berapa persisnya sebagai centre voor (senterpor) PSSI.

"Lebih kurang 100 gol, "katanya.

Pada Asian Games 1958 di Tokyo Jepang, Ramang dan Witarsa tidak ikut dipilih "tanpa alasan" dari Pengurus PSSI. Oleh karena itu Ramang mengundurkan diri tim nasional Indonesia. Beberapa kali dia dipanggil kembali oleh PSSI, tetapi ia menolak. Katanya, karena masih mangkel. Juga yang terpenting, dia menjaga "siri" yang menjadi prinsip hidup orang Bugis-Makassar yang tidak dapat ditawar-tawar.

Ia kemudian tetap bermain dalam kesebelasan Bond Makassar, PSM. Tetapi pada tahun 1961, Ramang diskors setelah bermain di Surabaya melawan Persebaya dan Persib. Pasalnya, Ramang ditengarai makan suap dari petaruh bola.

Selama skorsing  itu, ia mencoba membina kesebelasan bocah-bocah di Makassar. Kurang lebih dari 20 tim yang dibinanya. Di antara mereka itu ada yang menjadi pemain PSSI. Misalnya, Rony Pattinasarani (alm.) dan Suaeb Rizal yang memperkuat tim nasional 1976 dan hampir saja PSSI meraih tiket ke Olimpiade Kanada, seandainya tendangannya tidak melenceng.

"Tentu saya gembira menyaksikan prestasi bekas anak buah saya itu," sela Ramang.

Melewati pasang surut kehidupan, Ramang pada tahun 1968 diangkat menjadi pelatih PSM. Pada tahun 1970 menjadi Pelatih Persatuan Sepakbola Baubau (Perseba) Buton atas permintaan pemerintah daerah setempat. Akhirnya, sejak akhir 1971 ia mulai mengasuh kesebelasan Blitar Putra.

Ramang yang mulai main bola sejak 12 tahun dalam usia 18 tahun masuk klub Persatuan Sepakbola Indonesia Sulawesi (Persis) dan kemudian menjadi "goal getter" PSSI.

Kisah terdamparnya Ramang di Blitar bermula atas permintaan sang Bupati Blitar Sanusi Prawirohardjo yang tampak keduanya sudah saling mengenal. Sanusi rupanya pernah bertugas di Makassar  dan dikenal sebagai kiper kesebelasan Kodam VIII/Brawijaya yang banyak berlatih dengan PSM. Nyonya Sanusi yang saat itu menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, juga berasal dari Makassar. Tidak mengherankan jika saat itu Ramang menjalin hubungan Blitar-Makassar melalui kulit bundar sejak 10 Agustus 1971.

Sebelum menjabat Bupati Blitar, Sanusi telah menjadi Ketua Persatuan Sepakbola Blitar Indonesia (PSBI), sejak 1961. Kesebelasan "Blitar Putra" sendiri baru dibentuk 5 Juli 1967 dan saat itu menjadi tim inti PSBI. Sanusi banyak menelan pahit getirnya  kegagalan-kegagalan PSBI Blitar itu.

"Tapi apa daya waktu itu saya tidak mempunyai kekuasaan dan persediaan dana untuk membina mereka. Meskipun sedih, saya terpaksa melepaskan para peman PSBI yang baik ditarik ke tingkat provinsi atau nasional. Bahkan juga ke perusahaan-perusahaan seperti Aromcy, misalnya," kata Sanusi kepada "Kompas".

Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, maka setelah menjabat Bupati Blitar Sanusi mencoba membina "Blitar Putra" sebaik mungkin, antara lain dengan mendatangkan Ramang sebagai salah satu pelatihnya.

Tetapi dengan spontan Ramang mengatakan," Di sini (Blitar) saya bukanlah pelatih, melainkan hanya sebagai pengasuh saja. Saya tidak pernah sekolah sebagai pelatih sepakbola. Pengetahuan yang saya miliki hanyalah pengalaman-pengalaman dari lapangan yang diberikan oleh pelatih saya," kata Ramang merendah.

Pada tahun 1973 itu, anak Ramang yang menjadi pemain PSM, Rauf Ramang menjadi pemain Blitar Putra. Keluarga Ramang sendiri masih tinggal di Makassar ketika itu. Ramang hanya menjenguknya sekali dalam tiga bulan. Ramang sendiri saat itu memiliki empat orang anak yang hidup dan satu cucu. Dengan kedudukannya sebagai  pelatih yang tidak pernah diakuinya dengan mengatakan hanya "pengasuh", Blitar Putra" kehidupan Ramang sekeluarga tercukupi.

Para pemain "Blitar Putra"ditampung dalam asrama di kompleks rumah dinas Bupati Sanusi (pendopo kabupaten). Jumlah pemain cukup untuk tiga tim dan delapan orang di antaranya pemain inti. Status mereka sebagai pegawai Pemda, menerima beras, uang lauk pauk, dan lain-lain, di samping uang prestasi yang dinilai dari permainan bolanya.

Mengenai biaya untuk pembinaan "Blitar Putra" sendiri, Bupati Sanusi dicukupi oleh Yayasan "Blitar Putra" yang statusnya telah diubah menjadi perseroan terbatas (PT) sejak tahun 1972. PT ini bergerak di bidang perdagangan palawija dan omzetnya telah mencapai 30-50 juta rupiah (waktu itu) dan memiliki 150 karyawan.

"Blitar Putra" terutama membina pemain-pemain muda yang dihimpun dari berbagai daerah, seperti Frans Onama dari Irian Jaya, Hartoyo (Malang), Wadung (Aromcy Malang, yang kemudian memperkuat kesebelasan Persatuan Sepakbola Sumbawa -- Persisum dan pernah membela timnya itu ketika berhadapan dengan kesebelasan Persatuan Sepakbola Bima -- Persebi di lapangan Maredeka Bima, di sebelah barat Istana Bima pada tahun 1970), Ahmad Budif (kiper PSM), dan lain-lain.

Di samping latihan-latihan lapangan, para pemain juga diberi pengetahuan teori. Selama ini tercatat sebagai penggembleng "Blitar Putra" antara lain Drs.Djunaedi (mantan pemain Gama Jogja), Ruslan (Surabaya), Abdul Latif (PSM), Bambang (Persema), Suwardi Arland serta Ramang, dan Bupati Sanusi sendiri.

Prestasi "Blitar Putra", pada tahun 1971 bermain 44 kali dengan berbagai kesebelasan di Indonesia. Dari penampilannya itu, 26 kali menang, 7 kali seri, dan 11 kali kalah. Jumlah gol yang dicetak 138 dan kemasukan 48 gol.

Pada tahun 1972, "Blitar Putra" bermain 42 kali, menang 25 kali, 7 kali seri, dan 10 kali kalah dengan memasukkan 78 gol dan kemasukan 32 gol. Kesebelasan-kesebelasan yang pernah dihadapinya, antara lain asal Solo, Yogyakarta, Makassar, Surabaya, Denpasar, dan lain-lain,

Drs.Alimuddin, Humas Kabupaten Blitar yang juga merangkap Sekretaris "Blitar Putra" pada tahun 1973, target :Blitar Putra" masuk empat besar II PSSI yang ketika itu ditempati Persema, Jayapura, Sigli, dan Persib. Bahkan jika mungkin ranking empat besar I yang sekarang ketika itu diduduki PSMS Medan, Persija Jakarta, PSM Makassar, dan Persebaya Surabaya. Impian itu rupanya tidak mustahil akan tercapai mengingat banyak bibit pemain dan tekunnya pembinaan di daerah Blitar.Pada tahun 1973, dari 18 kecamatan  di Blitar masing-masing mempunyai satu klub, ditambah dengan 6 klub yang berada di dalam kota.

Ramang dalam wawancara itu menjelaskan beberapa kelemahan para pemain pada saat itu.

"Mereka banyak yang tidak disiplin latihan," keluh Ramang.

Meskipun seseorang telah menjadi seorang pemain yang hebat, kata Ramang, disiplin berlatih merupakan keharusan.

"Dan yang lebih penting, jangan terlalu cepat membanggakan diri," pesannya. (J.A.Noertjahyo, S.H., Kompas. Hasil kliping saya 1973, tanpa tanggal dan bulan. Tulisan ini sudah diedit seperlunya). (Bersambung)

.      .                            

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun