Rajin menabung pangkal kaya
Jangan menabung dari yang tersisa,
tetapi habiskan apa yang tersisa setelah menabung.
Warren Buffett
Di ufuk timur, matahari mulai bersinar di desa Tulungrejo, Batu. Di sebuah rumah sederhana, Ibu Parni (bukan nama sebenarnya), seorang ibu dari seorang putra dan seorang putri sedang menyiapkan sarapan kedua anaknya untuk dibawa ke sekolah. Kesibukannya di pagi hari belum kunjung selesai, sebelum dia berangkat kerja sebagai guru Sekolah Dasar Negeri Tulungrejo 05. Suaminya sudah meninggal dua tahun yang lalu.
Dengan penuh dedikasi yang tinggi, Ibu Parni mengajar anak-anak Sekolah Dasar hampir 15 tahun lamanya. Tanpa pernah peduli apakah gaji yang didapatkannya hanya cukup untuk kebutuhan dirinya dan dua orang anak. Sebagai tulang punggung keluarga, Ibu Parni, harus memutar otak bagaimana mencukupi kebutuhan keluarga dengan gaji yang kecil itu, selain mengajar di sekolah, juga memberikan les kepada anak-anak yang membutuhkan pelajaran ekstra.
Suatu hari ketika dia sedang memberikan les kepada salah satu anak, orang tua anak, Ibu Tuti (bukan nama sebenarnya) itu bertanya kelas berapa anak tertuanya? Ibu Parni mengatakan bahwa anak perempuan yang terbesar sudah menginjak kelas dua SMP dan dalam waktu singkat masuk ke SMA Tanpa sadar Ibu Parni mencurahkan hatinya, "Saya sedang galau, sebentar lagi, jika anak lulus dari SMA, saya tak punya dana untuk membiayai anak ke perguruan tinggi yang diinginkannya".
"Oh, Ibu tak punya tabungan emas? tanya Ibu Tuti. "Tidak", jawab Ibu Parni.
Lalu, Ibu Tuti menceritakan pengalamannya. Tabungan emas itu adalah sarana mewujudkan masa depan anak . Ketika anak saya akan masuk ke perguruan tinggi, saya menjual emas hasil dari tabungan emas. Beruntung saat itu harga emas melonjak tinggi dari harga belinya. Saya mendapatkan keuntungan sekaligus jumlah dana meningkat sehingga mencukupi biaya anak sekolah masuk perguruan tinggi. Saya menabung di emas, bukan menabung dalam bentuk rupiah. Alasannya nilai rupiah akan tergerus inflasi dan uang tidak cukup saat dibutuhkan.
Begitu mendengar penjelasan Ibu Tuti, segera Ibu Parni mencari-cari pegadaian tak jauh lokasinya dari tempat dia mengajar. Lalu, Ibu Parni segera datang ke outlet pegadaian itu untuk mendapatkan informasi lengkap tentang Tabungan emas.
Dengan polos, Ibu Parni bertanya: "Bukankah pegadaian itu tempat untuk menggadaikan barang?" . Seorang customer service dengan sopan dan tenang menjelaskan bahwa sekarang pegadaian sudah bertransformasi, bukan sekedar pegadaian saja, tapi ada berbagai produk seperti gadai, non-gadai, jasa pelayanan. Salah satu dari jasa layanan emas, menabung emas. Lalu dijelaskan, syarat pembukaan, formulir untuk pembukaan rekening tabungan, berapa biaya fasilitas dan biaya buka rekening, fasilitas titipan selama setahun, proses percetakan. Jika tak mampu untuk top -up, tabungan emas tak hilang, masih dapat diambil.
Pulang dari tempat pegadaian, Ibu Parni bernafas lega, "Kenapa baru sekarang mengetahuinya, jika menabungnya semudah ini, dan jumlahnya juga tak mencekik, top up sesuai dengan dana yang ada. Biaya pembukaan cukup dengan Rp.10.000, fasilitas titipan satu tahun senilai Rp.30.000 dan Tabungan emas minimal dimulai dari 0,01 gram, saya sudah dapat menabung emas!"
Tanpa terasa lima tahun berlalu dengan cepat, Tabungan emas Ibu Parni sudah mencapai sekitar 25 gram. Tepat sebelum dana untuk Sumbangan  perguruan tinggi anaknya, dia sudah minta cetak fisik emas. Biayanya sekitar Rp.750.000, dan lama waktunya untuk mendapatkan percetakan emas 60 hari setelah order masuk.
"Tak mengapa, masih cukup waktu untuk mencairkan dan mendapatkan keuntungan. Bayangkan aku membelinya sekitar lima tahun yang lalu sekitar Rp762.000 per gram,sedangkan nanti aku akan menjualnya pada harga Rp.1.989.000, artinya aku mendapatkan potensi keuntungan mencapai Rp.30.675.000".