Ada banyak peristiwa menyedihkan di minggu ini. Salah satunya adalah robohnya atap SDN Gentong, Pasuruan yang menimbulkan dua orang korban meninggal. Satu orang guru dan satu anak dan belasan siswa mengalami luka-luka.
Bagaimana atap sekolah bisa roboh? Baru saja renovasi dilakukan pada tahun 2017, artinya baru dua tahun berjalan. Tidak ada cuaca atau hujan yang menimbulkan kehancuran atau kegoncangan atap. Â Kenapa bisa jatuh?Â
Dari pihak penyeledik telah menemukan kejanggalan bahwa  konstruksi atap dan penyangganya tidak sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya.  Kontraktor pembuatnya tentu harus bertanggung jawab karena  sekolah adalah tempat untuk pendidikan bukan untuk penyerahan nyawa.  Â
Anak-anak yang terpaksa diliburkan sekolah itu masih dibayangi trauma berat, bagaimana kejadian itu cepat terjadinya dan hanya dalam hitungan detik, nyawa mereka dipertaruhkan.
34 Desa Fiktif:
Ketika Menteri Sri Mulyani  di  Gedung MPR/DPR  Senin lalu, mengatakan bahwa ada dana  fiktif digunakan untuk desa hantu. KPK pun menemukan ada 34 desa yang bermasalah, tiga di antaranya di Kapubaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Anggaran untuk desa tertinggal adalah Rp 1 miliar per desa, per tahun. Rupanya, dengan adanya anggaran ini beberapa Kepala desa, Bupatinya membuat rencana desa fiktif, dua desa tanpa warga sama sekali yaitu Desa Ulut Meraka, Kecamatan Lambuya dan Desa Uepai di Kecampatan Uepai.Â
Ketika diselidiki  Desa Ulu Meraka Lambuya yang disebutkan di Kecamatan Lambuya itu ternyata ada di Kecamatan Onenmbute, tetangga.  Sementara itu tidak ada nama desa yang disebut dengan Uepai yang seharusnya nama Keluarahan dan Kecamatan.
Sementara itu 31 desa lainnya menurut Juru Bicara Komisi Pemberatansan Korupsi Febri Diansyah, keberadaannya nya namun surat keputusan pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur. Â Saat desa dibentuk sudah ada moratorium pembentukan desa dari Kementrian Dalam Negeri.
Revolusi Mental:
Dari pelbagai peristiwa  yang menyedihkan dalam minggu ini menunjukkan bahwa adanya kemunduran integritas dan kebobrokan mental terjadi dari manusia-manusia yang terlibat di dalamnya.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun ini naik menjadi 38 menurut  Transparansi International Indonesia. TII menyatakan  Indonesia masuk peringkat ke-89 dari seluruh negara di dunia. Â