Mohon tunggu...
IB Ilham Malik
IB Ilham Malik Mohon Tunggu... profesional -

Senang membaca, menulis dan berdiskusi. Juga berupaya mempraktekkannya....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perubahan Kultur Kota

16 Mei 2015   07:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar dari Jogja

Coba kita telusuri berita tentang kota Yogyakarta. Beberapa minggu ini kita disuguhi dengan berita adanya tindak kejahatan. Lalu disusul dengan adanya perubahan status kesultanan jogja. Berita berita kecil yang kita baca dari media massa, atau kita saksikan di televisi, memberikan gambaran pada kita adanya perubahan kultur pada kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan. Banyak orang bertanya, ada apa dengan Yogyakarta sehingga ia kini tidak lagi menjadi sumber berita ilmiah bagi media massa untuk dipublikasikan ke seluruh wilayah negeri atau bahkan dunia. Namun berita-berita negatif yang mucul di nasional dan agak mengganggu status kota Yogyakarta yang katanya berhati nyaman.

Perubahan kultur kota pada dasarnya adalah penyebab ini semua terjadi. Perubahan ini terjadi sebagai akibat adanya pergeseran budaya pembangunan kota. Kita tahu, selama bertahun–tahun, kota Yogyakarta dikenal sebagai kota dengan status kota pendidikan. Kota yang katanya berhati nyaman ini, bagi seluruh warga luar kota yang datang ke Yogyakarta, memang benar-benar terasa nyaman dan bernuansa pendidikan. Bahkan banyak dari warga luar kota yang kemudian memutuskan untuk tinggal di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Penyebabnya, karena merasa aman dan nyaman tinggal di kota pendidikan. Lalu, soal pendidikan anak-anak, juga meyakinkan. Sehingga kota Yogyakarta benar-benar dianggap sebagai sebuah kota yang sangat tepat untuk dijadikan tempat tinggal.

Pembangunan yang mengubah

Pembangunan kota yang dilakukan secara besar-besaran, tentu saja dengan melibatkan pihak swasta untuk membangunnya, terjadi dibanyak kota. Termasuk, untuk kasus kota pembanding kita yaitu Yogyakarta. Kota ini terjadi perubahan budaya sebagai akibat adanya perubahan arah pembangunan kota. Ketika arah pembangunan kota berubah, tentu saja akan terjadi perubahan kultur kota. Seperti Yogyakarta, ketika kota tersebut menjadi kota pendidikan, dan arah kebijakan pembangunannya juga menjadikan kota ini memang sebagai kota pendidikan, maka hasil akhirnya adalah kota dengan kultur kota pendidikan. Begitu juga ketika arah pembangunan kota diarahkan ke perdagangan dan jasa. Maka dengan sendirinya, hasil akhirnya akan menjadi kota perdagangan dan jasa.

Setiap kota dengan predikatnya masing-masing, akan memiliki kultur kota yang berbeda-beda juga. Sebuah kota dengan kultur pendidikan, akan menjadikan kota tersebut sebagai kota yang berbudaya ilmiah. Maka kegiatan akademis juga akan terasa. Hasil penelitian ilmiah, dan kegiatan yang bernuansa ilmiah, juga akan terasa di kota tersebut. Disinilah kita akan menyebut kota itu sebagai kota dengan budaya pendidikan yang baik. Lalu pada akhirnya akan dikenal sebagai kota pendidikan. Dan masyarakat kota juga akan memegang teguh prinsip-prinsip pendidikan dalam berbagai bentuk. Cara berinteraksi, cara bermasyarakat, semuanya pada akhirnya akan sesuai dengan gaya pendidikan sosial tertentu.


Yogyakarta memang masih belum masuk katagori kota pendidikan yang ideal. Namun meskipun demikian, kota ini secara bertahap telah menunjukkan kebenaran dirinya, kebenaran jalur yang ia pilih, yaitu sebagai kota pendidikan. Nuansa pendidikan juga benar-benar terasa. Ada banyak kampus atau lembaga pendidikan, banyak lembaga-lembaga yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pendididikan. Dan kota ini, dipenuhi oleh pendatang dari berbagai belahan dunia, dengan tujuan berkegiatan pendidikan.

Namun beberapa tahun yang lalu, warga kota dikejutkan dengan adanya kebijakan membuka kran pembangunan mall atau pusat perbelanjaan diberbagai sudut kota, yang didominasi oleh lahan milik keraton jogja. Seketika warga beranggapan bahwa sebentar lagi kondisi kota akan berubah, dari yang semula sebagai kota pendidikan dan pariwisata budaya, akan berubah menjadi kota perdagangan dan jasa. Pada saat itu, pada awal tahun 2000, banyak aksi sosial dilakukan guna mencegah keinginan pemerintah pada saat itu yang ingin memiliki berbagai macam pusat perbelanjaan, karena dianggap pasti akan mengganggu kelangsungan budaya ilmiah dan edukasi yang sedang dibangun. Selain mengganggu adanya budaya lokal kerajaan dan semacamnya.

Dan hasilnya kini memang sangat ekstrim. Seperti yang bisa kita dengar, seperti adanya kasus pembunuhan yang melibatkan aparat negara dan preman dari luar daerah jogja, yang kemudian memicu munculnya keinginan menghidupkan gali (gerombolan anak liar) jogja. Lalu adanya kasus pembunuhan dan pemerkosaan, dan sebagainya. Yang mana kasus semacam ini, meskipun sebelumnya ada, tidak terlalu menghentak jantung kota pendidikan ini. Namun kali ini sangat mengganggu denyut nadi kegiatan kota yang berstatus simbol kota pendidikan ini.

Konsekuensi Bagi Bandar Lampung

Sekarang kita membicarakan tentang Kota Bandar Lampung. Kemana sebenarnya arah pembangunan kota? Dari semua kajian yang ada dan gejala pembangunan yang dilakukan, arah pembangunan kota kita adalah menjadi kota perdagangan dan jasa. Dan hal tersebut telah tercantum didalam RPJP Kota Bandar Lampung yang menyebutkan bahwa Kota Bandar Lampung menuju Kota Perdagangan dan Jasa. Sehingga dengan demikian, semua warga kota harus memaklumi, bahwa sebagai kota perdagangan dan jasa, kota ini akan memegang budaya kota yang sejalan dengan arah pembangunan kota itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun