Mohon tunggu...
Haniffa Iffa
Haniffa Iffa Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Editor

"Mimpi adalah sebuah keyakinan kepada Tuhanmu, jika kau mempunyai keyakinan yang baik kepada Tuhanmu, maka kau akan bertemu dengan mimpimu." #Haniffa Iffa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ning Syifa Aulia Az-Zahra

13 Mei 2019   16:47 Diperbarui: 13 Mei 2019   16:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Desk gram.net

Pertama kali mendengar namanya adalah ketika Abah dan Ummi bercerita tentangnya selepas pulang dari reuni keluarga besar Ummi di Ponorogo. Saat itu, aku belum berpikir untuk menyempurnakan separuh agamaku. Karena aku masih ingin melanjutkan studiku di Yaman. Ummi seringkali bercerita tentangnya. Mau tidak mau, telingaku menjadi terbiasa mendengar namanya. Ning Syifa, namanya sungguh familiar di telingaku. Namun bagaimana dengan rupanya? Akhlaknya? Perangainya? Tanyaku dalam hati.

Abah dan Ummi selalu menggodaku untuk segera menikah. Iya, karena aku adalah bungsu dari lima bersaudara dan semuanya sudah menikah. Muhammad Alif Al-Faqih, Muhammad Naufan Al-Faqih, Syarifa Khanza Al-Faqih, Muhammad Lukman Al-Faqih, dan aku, Muhammad Fahmi Al-Faqih. Al-Faqih diambil dari nama belakang Abah, Abdullah Al-Faqih. Fatimah Rasyida adalah nama Ummi. Abah dan Ummi mempunyai empat anak laki-laki dan satu anak perempuan.

Keempat kakakku sudah mempunyai pasangannya masing-masing. Hanya aku yang masih mencari-cari pendamping hidupku. Walau demikian, Abah dan Ummi sama sekali tidak memaksaku untuk mengenal lebih jauh tentang ning Syifa. Hanya saja, mereka berharap putra bungsunya ini menjadi bagian dari keluarga besar salah satu pondok di Ponorogo. Abah dan Ummi tau benar bagaimana keluarga ning Syifa. Keluarga Jawa yang sangat tawadhu'. Tidak heran, jika Ning Syifa mempunyai ketawadhu'an yang membuatku kagum.

Tiga bulan kemudian, Abah dan Ummi mengajakku turut serta untuk datang di Haflah Khotimul Qur'an di pondok ning Syifa. Sebelum sampai di Ponorogo, Abah dan Ummi menyampaikan padaku, bahwa beliau ingin sekalian melamar ning Syifa untukku. Tentu saja saat itu aku bingung.

"Lah kulo dereng paham tiyang.e ingkang pundi loh bah," kataku kepada Abah.
"Wes to, manuto aku, ora bakal getun dunyo akhirat", tegas Abah padaku.

Semula aku menolak dengan perdebatan yang sangat panjang. Namun ketika Abah berkata demikian, seolah duniaku sejuk, hatiku tenang, dan aku pun mengangguk tanda mengiyakan keinginan Abah.

Sesampainya di pondok, kami disambut dengan sangat baik oleh keluarga ning Syifa. Aku hanya menunduk. Sesekali tersenyum kepada Abah dan Ummi ning Syifa yang sedari tadi menatapku dengan penuh kehangatan.

Rupanya Abah dan Ummi ning Syifa sudah tau segalanya tentangku. Tentang keinginanku untuk mengambil doktor di Yaman. Tentang aku yang tak suka dengan hal-hal yang bersifat kuno, dan tentang aku yang sangat menyukai buku dan kitab. Maklum, jurusanku adalah Tafsir Al-Qur'an, dan ternyata ning Syifa pun tengah mengambil program magister di jurusan yang sama.

Tiba-tiba pandanganku tertuju pada satu perempuan berjubah serba abu-abu. Pembawaannya kalem, sangat santun, suaranya lembut. Namun dia terus menunduk, tidak sedikit pun dia menatapku. Ah, masih ada perempuan seta'dzim ini di tahun 2019 ini, pikirku saat itu.

Tidak lama kemudian Abah dan Ummi menyampaikan niat baiknya. Acara haflah dimulai nanti malam. Abah dan Ummi sengaja mengajakku datang lebih awal untuk menyampaikan niat baik melamar ning Syifa.

Jika tadi aku bertanya-tanya tentang bagaimana ning Syifa, kini semua pertanyaanku terjawab. Perangainya sungguh santun. Tawadhu' dan ta'dzim.  Aku tak mungkin berlama-lama menatapnya, karena kami belum sah dalam ikatan halal. Jujur saja, aku lebih memilih perempuan yang tawadhu' dan ta'dzim daripada perempuan yang pandai. Dan kali ini, bahkan Gusti Allah memberikan paket yang lengkap untukku, ning Syifa Aulia Az-Zahra, tawadhu', ta'dzim, pandai, sholehah, dan yang pasti cantik. Ahh, mengapa aku tak mengiyakan niat baik Abah dan Ummi dari dulu. Tuhan memang Maha  Baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun